Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font size=1 color=#FF9900>PAPUA</font><br />Pagi Berdarah di Kebun Ubi

Aktivis Papua Merdeka diduga tewas disiksa polisi. Video penangkapannya beredar di Internet.

16 Agustus 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEBERAPA hari terakhir ini rumah Kalasum Ladari di Serui, Kepulauan Yapen Waropen, Papua, terus didatangi orang-orang tak dikenal. ”Mereka mengancam Kalasum supaya tidak usah banyak bicara,” kata Aston Situmorang, aktivis yang mendampingi keluarga Kalasum.

Teror mulai dirasakan Kalasum, 33 tahun, setelah pekan lalu video penangkapan suaminya, Yawan Menase Wayeni, muncul di situs YouTube.com. Dalam video sekitar tujuh menit itu, yang diduga dibuat oleh polisi anggota Brigade Mobil yang menangkapnya, Yawan terbaring lemas di rerumputan seraya ”diinterogasi” polisi—dalam keadaan usus terburai. ”Tuhan!” Yawan berseru beberapa kali sambil meringis menahan sakit. Alih-alih mengobati luka, polisi yang terlihat dalam video malah terus mengajaknya bicara.

Rekaman video amatir itu ramai diberitakan media massa internasional. Kasusnya jadi sorotan dunia karena pada waktu hampir bersamaan, 50 anggota Kongres Amerika Serikat meminta Presiden Barack Obama memprioritaskan penanganan pelanggaran hak asasi manusia di Papua.

Penangkapan aktivis yang getol menyuarakan kemerdekaan Papua itu sebetulnya terjadi tahun lalu, ketika Kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia memburu anggota Organisasi Papua Merdeka di Kepulauan Yapen Waropen. Pada 2 Agustus 2009, orang-orang Kampung Yapan melihat pasukan Brigade Mobil Kepolisian Daerah Papua melewati desanya di gelap malam.

Polisi mengendus keberadaan Yawan di sebuah gubuk di hutan dekat kampung tersebut. Mereka mengepung gubuk di tengah ladang ubi itu, lalu menunggu matahari terbit. Polisi baru merangsek pagi hari, ketika Yawan beserta istri dan ketiga anaknya sedang sarapan ubi rebus. Itu terakhir kali Kalasum melihat suaminya, karena ia dan anaknya langsung dibawa polisi ke Serui.

Kalasum memastikan kepada Aston, Yawan tak melawan, apalagi memiliki senjata. Menurut versi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, dalam penyergapan, polisi hanya menemukan istri dan anak Yawan di dalam gubuk. Melihat polisi, anak Yawan menangis dan berteriak memanggil ayahnya.

Mendengar tangisan itu, Yawan kembali ke gubuk. Beberapa meter dari gubuk, betisnya ditembak, tapi ia terus berjalan. Ketika itulah seorang penyerbu menyabetkan sangkur ke perut Yawan. Menurut Usman Hamid, koordinator lembaga tersebut, cerita ini diperolehnya beberapa bulan lalu, ketika menelusuri kematian Yawan. ”Kontras punya bukti kuat,” kata Usman.

Yawan akhirnya tewas, tak lama setelah tiba di Rumah Sakit Umum Daerah Serui. Seorang saksi melihat dua polisi memanggul kayu panjang. ”Kedua tangan dan kaki Yawan diikat di kayu itu, seperti memikul babi,” katanya.

Polisi berdalih, ketika akan ditangkap, Yawan melawan dengan senjata api. Tembakan balasan polisi merobek perut Yawan hingga ususnya terburai. ”Jangan dilihat gambarnya ini penyiksaan dan sebagainya, tapi lihat orang ini siapa,” kata Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Papua Komisaris Besar Wachyono.

Yawan masuk daftar hitam aparat keamanan karena sempat menjadi pengawal pribadi Ketua Lembaga Masyarakat Adat Serui, Yusuf Tanawani, yang getol memperjuangkan pemisahan Papua dari Indonesia. Yawan juga anggota Tim 100, yang pada 1999 menemui Presiden B.J. Habibie di Istana dan meminta kemerdekaan Papua.

Yawan, 39 tahun, juga buron karena kabur dari penjara Serui, setahun setelah pengadilan memvonisnya hukuman penjara sembilan tahun. Pengadilan menilainya terlibat dalam penyerangan bersenjata terhadap karyawan PT Artha Makmur Permai dan pos tentara di Saubeba, Serui.

Sekitar dua bulan setelah kematian Yawan, keluarga mendapat rekaman video tersebut. Pengacara keluarga Yawan, Saul Ayomi, mengatakan rekaman video itu dijadikan alat bukti ketika melapor ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Kepolisian Daerah Papua, Bupati, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Yapen Waropen. ”Tapi tidak pernah ada pengusutan serius,” kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum Serui itu.

Markas Besar Kepolisian Indonesia baru bereaksi setelah rekaman itu beredar luas. Kepala Bidang Penerangan Markas Besar Kepolisian Komisaris Besar Marwoto menyatakan Kepolisian sudah mengirim tim dari Badan Reserse Kriminal untuk menyelidiki kematian Yawan.

Tapi, belum lagi penyelidikan usai, saksi-saksi sudah diteror. ”Polisi harus menyelidiki kematian Yawan, sekaligus melindungi keluarganya,” kata Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Ifdhal Kasim.

Oktamandjaya Wiguna, Maria Hasugian (Jakarta), Tjahjono Ep. (Papua)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus