Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font face=arial size=3 color=#006699><B>Hukuman Endin Kian Berat</B></font>

16 Agustus 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI memperberat hukuman politikus Endin A.J. Soefihara menjadi dua tahun penjara, dari vonis sebelumnya satu tahun tiga bulan kurungan. ”Majelis berpendapat penerapan hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sudah tepat sehingga dikuatkan,” kata juru bicara pengadilan tinggi, Andi Samsan Nganro, Selasa pekan lalu. Perkara banding ini ditangani hakim Roosmardani, Haryanto, Sudiro, Abdurrahman Hasan, dan Hadi Widodo.

Pertengahan Mei lalu, Endin divonis satu tahun tiga bulan penjara beserta denda Rp 100 juta oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Majelis menganggap anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan periode 1999-2004 itu menerima suap Rp 1,5 miliar ketika pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom pada 2004.

Menurut majelis, Endin menerima uang melalui Arie Malangjudo, anggota staf pengusaha Nunun Nurbaetie, istri mantan Wakil Kepala Kepolisian RI Adang Daradjatun, di Hotel Atlet Century, Jakarta. Duit kemudian dibagikan Endin kepada tiga koleganya sefraksi, yaitu Danial Tanjung, Sofyan Usman, dan Urai Faisal Hamid.

Pengacara Endin, Sholeh Amin, menyayangkan putusan banding. Menurut dia, argumen jaksa yang menilai ada perbedaan hukuman antara Endin dan terpidana lain seharusnya ditolak. Selain itu, pengadilan sudah menjatuhkan vonis kepada tiga mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam kasus yang sama: Udju Djuhaeri, Hamka Yandhu, dan Dudhie Makmun Murod.

Polisi Gagal Hadirkan Rekaman Ade-Ary

Kepolisian gagal membuktikan adanya rekaman percakapan telepon antara pengusaha Ary Muladi dan Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi Ade Rahardja. Padahal Kepala Kepolisian RI Jenderal Bambang Hendarso Danuri dan Jaksa Agung Hendarman Supandji pernah menyatakan adanya rekaman itu.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang mengadili terdakwa Anggodo Widjojo meminta jaksa memutar rekaman tersebut. Jaksa tiga kali mengirim surat ke Markas Besar Kepolisian tapi tak direspons. ”Karena rekaman tak bisa diputar, sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan terdakwa,” kata ketua majelis hakim Tjokorda Rae Suamba, Selasa pekan lalu.

Kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Jenderal Bambang dan Hendarman menyatakan Ade Rahardja berkomunikasi 64 kali dengan Ary. Hal itu dikemukakan ketika kedua pejabat membantah adanya kriminalisasi terhadap dua pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi, Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Rianto.

Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Ito Sumardi mengatakan polisi memang tak memiliki rekaman pembicaraan. Yang ada, kata dia, hanya data panggilan telepon. Adapun Johan Budi S.P., juru bicara KPK, mengatakan, dari hasil penyelidikan internal, tak pernah ada komunikasi antara Ade dan Ary.

Warga dan Aktivis Walhi Dibebaskan

Dua pekan ditahan Kepolisian Daerah Bengkulu, dua aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dan 18 penduduk dilepaskan. ”Kami tangguhkan penahanan mereka,” kata Kepala Kepolisian Daerah Bengkulu Brigadir Jenderal Burhanudin Andi pekan lalu.

Polisi menangkap dan menahan aktivis dan penduduk ketika mereka menolak eksekusi lahan sengketa antara warga dan PT Perkebunan Nasional VII. Padahal, menurut Firmansyah, pengurus Walhi yang ditangkap bersama rekannya, Dwi Nanto, aksi dilakukan dengan damai. Peserta aksi tiduran dan duduk di jalan yang akan dilewati alat berat. Kepala Kepolisian Resor Seluma Ajun Komisaris Besar Yudi Wahyudiana berdalih, mereka ditangkap karena menghalangi pekerjaan.

Kasus bermula ketika PTPN VII akan mengambil paksa perkebunan penduduk di Desa Pering Baru, Semidang Alas Maras, Kabupaten Seluma, seluas 518 hektare pada 5 April lalu. Warga tiga dusun—Tanjung Layang, Taba, dan Padang Batu—melawan. ”Kami akan mempertahankan sampai mati,” kata Tahardin, seorang warga.

Zulkarnaen Yunus Dituntut

Bekas Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Zulkarnain Yunus dituntut hukuman tujuh tahun penjara. Dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu pekan lalu, jaksa menilai tersangka kasus korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum ini telah melakukan tindak pidana korupsi.

Jaksa penuntut umum Jefrey Makapedua menyatakan Zulkarnain melakukan korupsi bersama-sama sejumlah tersangka lain, yakni mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra serta Direktur PT Sarana Rekatama Dinamika Yohanes Waworuntu. Jaksa juga menyebutkan nama Ketua Koperasi Pengayoman Pegawai Departemen Kehakiman Ali Amran Djanah dan Soetarmanto.

Zulkarnain menilai tuntutan jaksa terlalu tinggi. ”Tujuh tahun penjara dan denda Rp 500 juta, harta apa yang saya makan?” katanya. Meski demikian, dia mengaku pasrah. ”Kalau mau menzalimi saya, silakan saja.”

Yusril Ihza Mahendra menyatakan hanya dijadikan korban bersama Zulkarnain. ”Tidak seorang pun harus dihukum dalam kasus ini. Semua hanya rekayasa dan permainan mafia hukum di Kejaksaan Agung,” ujarnya.

Pejabat BUMN Belum Lapor Kekayaan

KOMISI Pemberantasan Korupsi minta Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Mustafa Abubakar mencopot pejabatnya yang belum melaporkan kekayaan. ”Kami kasih waktu hingga 17 Agustus,” kata Wakil Ketua KPK Haryono Umar pekan lalu. Pejabat BUMN salah satu penyelenggara negara yang paling tidak patuh melaporkan kekayaan ke KPK. ”Baru 60 persen yang menyerahkan data kekayaan.”

Haryono sempat bertemu Mustafa, membicarakan laporan hasil kekayaan pejabat BUMN. Mustafa mengatakan sudah mendesak semua pejabat di bawahnya agar segera menyerahkan laporan kekayaan. Dari 141 BUMN, terdapat 6.453 orang pejabat yang wajib menyerahkan laporan kekayaan. Empat puluh persennya belum melakukan.

Kapolri ’Raib’, Pelantikan Kapolda Gagal

PELANTIKAN sejumlah kepala kepolisian daerah di Markas Besar Kepolisian RI, Jumat pekan lalu, ditunda karena Kepala Polri Jenderal Bambang Hendarso Danuri absen. Rencananya, pelantikan dan serah-terima pejabat berlangsung pukul 08.00, lalu diundurkan menjadi pukul 09.00. Hingga menjelang siang, Bambang belum juga hadir sehingga acara kembali ditunda.

Wakil juru bicara Markas Besar Kepolisian, Komisaris Besar Ketut Untung Yoga, mengatakan bahwa Kapolri mendadak dipanggil oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. ”Itu informasi yang saya dapat, nanti akan ada informasi lanjutannya,” katanya. Ketut mengaku tak tahu apakah bosnya dipanggil ke Istana atau Cikeas, rumah Presiden.

Lain pula penjelasan juru bicara Polri, Inspektur Jenderal Edward Aritonang, yang hari itu sedianya dilantik sebagai Kepala Polda Jawa Tengah. ”Acara ditunda karena Pak Kapolri dan wakilnya sedang dinas di luar.” Edward menolak menjelaskan lebih lanjut soal dinas luar tersebut.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto memastikan Presiden tak bertemu Bambang Hendarso Danuri pagi itu. ”Ya, tidak ada. Saya tidak bohong, puasa lho ini,” katanya di Istana Negara. Menurut Joko, pejabat yang menghadap ke Istana hari itu adalah Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas. ”Untuk persiapan pidato beliau pada 16 Agustus,” katanya.

Menurut sejumlah polisi, Bambang sebenarnya sudah datang ke kantornya sebelum pelantikan, tapi tiba-tiba pergi. ”Mungkin Bapak sakit,” kata seorang polisi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus