Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DEKAN John Fitzgerald Kennedy School of Government Universitas Harvard, David Ellwood, tengah memperkenalkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika menyelipkan informasi ini dengan wajah berpendar. ”Putra sulung beliau, Agus Harimurti, juga mahasiswa program ini,” katanya sambil tersenyum. Yudhoyono, yang duduk di sebelah David, langsung memiringkan kepalanya. ”Kapten... Agus Harimurti,” katanya mengoreksi.
David Ellwood cepat-cepat membenarkan, ”Okay. So where are you, Captain?” panggilnya. Agus Harimurti, yang duduk di deretan pertama hadirin, bersama istrinya, Anisa Pohan, dan ibunya, Ani Yudhoyono, segera berdiri dan melambaikan tangan. Audiens bertepuk tangan.
Pengantar Ellwood ini muncul sesaat sebelum SBY menyampaikan pidatonya, ”Towards Harmony Among Civilizations”, di aula Kennedy School of Government, di Boston, Massachusetts, Amerika Serikat, dua pekan lalu. Pidato itu dimaksudkan sebagai ”jawaban” atas pidato Presiden Amerika Barrack Obama di Universitas Al-Azhar, Kairo, Juni lalu.
Agus Harimurti, 31 tahun, adalah perwira TNI ketiga yang kuliah di kampus bergengsi itu. Mantan Panglima Kostrad Letnan Jenderal (Purn.) Agus Wirahadikusumah dan Mayor Jenderal (Purn.) Sudrajat—kini Duta Besar Indonesia di Cina—juga alumni Harvard.
”Ini penugasan dari Markas Besar Tentara Nasional Indonesia,” kata Agus, soal kuliahnya. ”Ada prosedur dan testing yang mesti saya ikuti,” katanya kepada Tempo. Selama di Boston, Agus kerap mengajak anak-istrinya menemani bapak dan ibunya di lantai enam Hotel Four Seasons, markas delegasi Indonesia di sana. Sebelum berpidato, barulah Yudhoyono menyempatkan diri berkunjung ke rumah keluarga Agus di pinggiran Kota Boston. Itu pun hanya satu jam.
Agus lulus dengan predikat terbaik dari Akademi Militer di Magelang, Jawa Tengah, sembilan tahun lalu. Dari sana, dia terjun ke Aceh, dengan menjadi komandan peleton di Batalion Infanteri (Yonif) Lintas Udara 305 (Kostrad).
Pada 2006, dia meraih gelar master di bidang studi strategis dari Institute of Defence and Strategic Studies, Nanyang Technological University, Singapura. Belum genap setahun kembali ke Tanah Air, Agus terpilih untuk bergabung dengan Pasukan Garuda XXIII/A, yang mendapat mandat sebagai pasukan perdamaian PBB di Libanon. Satu tahun dia habiskan di sana.
Juru bicara TNI, Marsekal Muda Sagom Tamboen, menyangkal bahwa Agus dikirim lantaran anak Presiden. ”Kami melakukan seleksi berdasarkan banyak pertimbangan, termasuk proyeksi karier yang bersangkutan setelah selesai tugas belajar,” katanya. ”Kalau sedang bertugas sebagai komandan batalion, misalnya, ya kami tidak bisa memberangkatkan,” katanya.
Sagom menegaskan, saat ini TNI memang tengah gencar mendorong sejumlah perwira muda berkuliah di luar negeri. ”Ada beberapa perwira yang kami harapkan bisa menjadi motor penggerak Universitas Pertahanan,” katanya. Lembaga pendidikan tinggi untuk kajian strategis pertahanan itu diresmikan Presiden Yudhoyono pada Maret lalu. Kini pemerintah sedang ngebut menyelesaikan pembangunan kampus universitas ini di Salemba, Jakarta Pusat, di bekas lokasi Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Pertahanan. Karena itulah, pendidikan Agus Harimurti di Harvard menjadi penting. ”Logikanya memang ke sana,” kata Sagom.
Ketika ditemui Tempo dua pekan lalu, Agus Harimurti bercerita, bagaimana lika-likunya menembus program Kennedy School of Government. Untuk membiayai kuliahnya, sumber Tempo mengatakan, Agus mendapat beasiswa dari mana-mana. Ketika didesak soal sang pemberi sangu, sumber Tempo ini menyebut, ”Ada beberapa.” Untuk program setahun itu, biaya yang harus dikeluarkan bisa mencapai US$ 80-90 ribu.
Sumber Tempo menyebutkan salah satu yang banyak membantu Agus adalah pengusaha Gita Wirjawan, pendiri yayasan dana bantuan pendidikan Ancora Foundation yang juga komisaris Pertamina. Gita adalah anggota Dean’s Council di Kennedy School of Government sejak tahun lalu. ”Salah satu tugas saya adalah memberikan rekomendasi untuk mereka yang berminat masuk program ini,” katanya dua pekan lalu.
Selain ke Harvard, Ancora memberikan beasiswa untuk mahasiswa Indonesia yang menempuh pendidikan pascasarjana di Universitas Oxford dan Cambridge, Inggris. ”Saya ingin mendukung anak-anak Indonesia untuk memperoleh kesempatan belajar di kampus terbaik,” katanya. Menurut Gita, saat ini Agus mendapat beasiswa dari berbagai lembaga internasional seperti Fulbright dan Ford Foundation.
Wahyu Dhyatmika (Jakarta), Toriq Hadad (Boston)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo