Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

MOMEN

12 Oktober 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lima Tahun buat Abdul Hadi Djamal

TERDAKWA penerima suap, Abdul Hadi Djamal, dituntut lima tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider enam bulan penjara oleh jaksa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Rabu pekan lalu. ”Dia bersalah,” kata jaksa Suwarji.

Bekas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Amanat Nasional itu dijerat Pasal 12-a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena menerima suap sekitar Rp 3 miliar. Uang haram itu diperoleh dari Komisaris PT Kurnia Jaya Wira Bhakti, Hontjo Kurniawan, melalui Kepala Bagian Tata Usaha Distrik Navigasi Tanjung Priok Departemen Perhubungan, Darmawati Dareho. Hadi Djamal dan Darmawati ditangkap Komisi di Jalan Sudirman, Jakarta, setelah menerima uang pada 2 Maret 2009.

Uang itu diberikan agar Hadi memperjuangkan usul stimulus fisik Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2009 di Departemen Perhubungan dalam panitia anggaran. Selain melanggar undang-undang, Hadi dianggap melawan sumpah jabatan dan kode etik wakil rakyat. Ketua majelis hakim Sutiyono menyatakan sidang akan dilanjutkan Selasa pekan ini dengan agenda pembelaan terdakwa.

Pada sidang sebelumnya, Hadi menyatakan tak pernah minta uang kepada Darmawati Dareho dan Hontjo Kurniawan. Menurut Hadi, Hontjolah yang aktif menemuinya melalui Darmawati Dareho, atas perintah Jhonny Allen Marbun, politikus Partai Demokrat. Hadi mengajukan bukti transkrip telepon serta pesan pendek antara dia dan Jhonny.

Obama Tunda ke Indonesia

PRESIDEN Amerika Serikat Barack Obama menunda kunjungannya ke Indonesia. Semula dia akan bertamu ke Jakarta di sela pertemuan Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Singapura, November mendatang. Namun, karena berbagai pertimbangan, Obama dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sepakat menunda kunjungan itu hingga tahun depan. Keputusan itu diambil saat keduanya berjumpa di Konferensi Tingkat Tinggi G-20 di Pittsburgh, 25 September lalu. ”Tahun depan adalah waktu yang terbaik,” kata juru bicara Presiden, Dino Patti Djalal, Rabu pekan lalu.

Menurut dia, kedua pemimpin sama-sama melihat pentingnya kunjungan itu untuk proyeksi hubungan bilateral kedua negara. ”Kunjungan Presiden Obama ke Jakarta adalah puncak pembicaraan untuk menghasilkan kemitraan strategis,” kata Dino.

KPU Kembalikan Uang Pelantikan Presiden

KOMISI Pemilihan Umum mengembalikan uang pelantikan presiden dan wakil presiden sebesar Rp 1,2 miliar ke kas negara. Keputusan itu diambil setelah Komisi bertemu dengan Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat. ”Agar tidak ada pendanaan ganda, cukup Sekretariat Jenderal MPR saja yang menganggarkan,” kata anggota Komisi, Syamsulbahri.

Sebelumnya, Komisi menganggarkan biaya tersebut karena berpatokan pada Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum. Peraturan itu mewajibkan Komisi melaksanakan semua tahapan pemilihan, termasuk pelantikan dan pengucapan sumpah janji presiden dan wakil presiden terpilih pada 20 Oktober mendatang.

Namun Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD menyatakan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih dilaksanakan oleh MPR. ”Jadi cukup satu saja yang menganggarkan. Karenanya, uang pelantikan kami kembalikan,” kata Syamsul.

Anggaran pelantikan oleh Komisi sebelumnya dikritik karena dinilai terlalu besar. Koordinator Divisi Hukum dan Politik Anggaran Indonesia Budget Center, Roy Salam, menilai biaya tersebut kelewat mahal karena Komisi tak mampu menyusun anggaran dengan baik. ”Perhitungan kami hanya perlu biaya Rp 160 juta,” ujarnya.

Tiga Tersangka Baru Kasus Perpeloncoan

KEPOLISIAN Bogor, Jawa Barat, pekan lalu menetapkan tiga tersangka baru kasus tewasnya Wisnu Anjar Kusumo, 17 tahun, mahasiswa Sekolah Tinggi Sandi Negara. Wisnu meninggal dua pekan lalu setelah mengikuti dua hari perpeloncoan di sekolahnya. Otopsi menemukan lebam di telinga, punggung, dan lutut Wisnu.

Ketiga tersangka adalah mahasiswa Sekolah Tinggi Sandi Negara yang menjadi anggota panitia program orientasi pengenalan kampus. Sebelumnya, polisi telah menetapkan Neo Fahrial, 21 tahun, juga mahasiswa sekolah itu, sebagai tersangka pelaku.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Bogor Ajun Komisaris Muhammad Santoso menjelaskan, penetapan tiga tersangka ini dilakukan setelah polisi memeriksa 33 saksi dan rekaman peristiwa pemukulan Wisnu. Polisi yakin keempat tersangka terlibat menganiaya dan melalaikan perawatan kesehatan korban.

Santoso tidak menutup kemungkinan jumlah tersangka bertambah. ”Jika ada bukti yang melibatkan mahasiswa senior lain, bisa saja,” katanya. Ketua Sekolah Tinggi Sandi Negara Kolonel Tuhu Trimurnianto mengaku akan menyiapkan bantuan hukum untuk keempat mahasiswanya yang ditetapkan sebagai tersangka.

Ayat Tembakau UU Kesehatan Raib

AYAT yang mengatur tembakau dalam Undang-Undang Kesehatan menghilang setelah disahkan dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat. Sebelumnya, dalam rapat Panitia Khusus Undang-Undang Kesehatan, ayat tersebut terdapat dalam ayat 2 pada pasal 113. Bunyinya, ”Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan atau masyarakat sekelilingnya.”

Wakil ketua panitia khusus pembahasan undang-undang ini, Umar Wahid, mengatakan pembahasan ayat tersebut cukup alot dan banyak yang meminta ayat itu dicoret. Umar menegaskan ayat tersebut tidak boleh hilang karena sudah disepakati semua fraksi.

Indonesia Corruption Watch meminta pemerintah dan DPR tak menutup-nutupi hilangnya ayat tersebut. Menurut peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch, Abdullah Dahlan, mereka yang terlibat dalam proses pembuatan undang-undang, mulai DPR hingga Sekretariat Negara, harus diperiksa agar ketahuan siapa yang menghendaki penghilangan ayat tersebut. Departemen Kesehatan membantah ayat tembakau tersebut raib. ”Ayatnya ada, kok,” kata Ketua Tim Pembahasan Undang-Undang Kesehatan Departemen Kesehatan Faiq Bahfen.

Kasus Pembunuhan Wartawan Bali Disidangkan

KASUS pembunuhan wartawan Radar Bali, Anak Agung Narendra Prabangsa, mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis pekan lalu. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bangli terpilih, Nyoman Susrama, duduk di kursi terdakwa. Dia dituduh menjadi otak pelaku pembunuhan.

Kehadiran Susrama dalam sidang dikawal ketat polisi. Mengenakan kemeja putih dan celana hitam, adik Bupati Bangli ini tampak tenang. Senyumnya terus terkembang. Dalam persidangan, jaksa penuntut umum Abraham Cholis menguraikan temuan polisi dalam kasus ini. Motif Susrama, menurut jaksa, adalah balas dendam setelah sejumlah proyeknya yang berkaitan dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bangli dibongkar Narendra.

Aksi pembunuhan dilakukan pada 11 Februari 2009. Susrama ikut mengawasi penganiayaan yang berlangsung di rumahnya. Atas keterlibatannya itu, dia didakwa melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati.

Seusai sidang, Susrama sempat memperingatkan jurnalis agar berhati-hati memberitakan kasus itu. ”Semua itu tidak benar. Saya tidak membunuh,” katanya setengah berteriak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus