Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SELEMBAR surat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sampai di meja Direktur PT Vista Bella Pratama, Taufik Surya Darma, Juli lalu. Dalam surat itu pemerintah meminta Vista Bella membayar selisih harga pembelian piutang PT Timor Putra Nasional Rp 3,6 triliun lebih.
”Setelah kami mempelajari data dan dokumen yang ada, diketahui bahwa PT Vista Bella termasuk pihak yang berafiliasi dengan PT Timor Putra Nasional,” kata Menteri Mulyani. Karena hubungan afiliasi itu, Vista Bella dinilai melanggar perjanjian jual-beli piutang yang dibuatnya dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional pada 15 April 2003.
Aksi tegas Menteri Keuangan ini adalah strategi pemerintah merebut kembali dana Rp 4 triliun yang dikuasai PT Timor Putra Nasional milik pengusaha Tommy Soeharto. Dana piutang itu dipersoalkan setelah pemerintah dan Komisi Pemberantasan Korupsi mencium indikasi adanya hubungan antara Vista Bella (pembeli aset serta utang Timor di Badan Penyehatan Perbankan Nasional) dan Timor Putra Nasional, perusahaan otomotif milik Tommy.
Angka Rp 3,6 triliun yang harus dikembalikan Vista Bella berasal dari total nilai utang Timor Rp 4 triliun dikurangi pembayaran final yang disetorkan Vista Bella ke Badan Penyehatan Perbankan Rp 444,5 miliar.
”Saudara selaku pembeli harus membayar penuh dan tunai kepada Menteri Keuangan dalam waktu 14 hari kalender setelah surat pemberitahuan tertulis ini,” demikian Sri Mulyani dalam surat itu.
Ketika dihubungi Tempo pekan lalu, Taufik Surya Darma mengaku tak paham maksud surat itu. ”Bukankah proses hukum sedang berjalan di pengadilan?” katanya. Pemerintah memang sedang menggugat Vista Bella, Timor Putra Nasional, dan Tommy Soeharto di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Karena itulah, ketika tenggat dua pekan yang diberikan Departemen Keuangan lewat, Taufik tak berbuat apa-apa. Surat berikutnya pun melayang pada 8 Agustus 2008. Isinya tak kalah keras: ”Sesuai dengan ketentuan Perjanjian Jual-Beli Piutang, kami minta Saudara mengalihkan kembali piutang yang dimaksud kepada Menteri Keuangan secara cuma-cuma dalam waktu empat hari kerja dan kami akan mengakhiri perjanjian secara sepihak.”
Pemerintah sebetulnya sempat memindahkan dana Rp 1,2 triliun yang diklaim milik Timor Putra ke rekening kas negara di Bank Mandiri. Namun kubu Timor berbalik di atas angin ketika Mahkamah Agung memutuskan duit di rekening penampungan itu merupakan milik sah Timor Putra Nasional.
”Berdasarkan putusan kasasi itu, pemerintah harus mengembalikan uang itu kepada Timor,” kata kuasa hukum Tommy Soeharto, Otto Cornelis Kaligis. ”Jika tidak, Menteri Keuangan sama saja dengan perampok.”
Putusan kasasi Mahkamah Agung yang memenangkan Tommy Soeharto muncul tanpa disangka-sangka. Lebih-lebih putusan itu ternyata dibacakan pada 22 Agustus, lima hari sebelum pemerintah memutuskan pencairan dana Timor di Bank Mandiri.
Meski menyangkut obyek sengketa yang sama—rekening Rp 1,2 triliun di Bank Mandiri—putusan Mahkamah ini sama sekali tak menyangkut perseteruan antara pemerintah dan Vista Bella. ”Tidak ada hubungannya,” kata Jaksa Agung Hendarman Supandji, dua pekan lalu. Perkara yang baru diputus itu memang berawal dari gugatan Timor Putra kepada Bank Mandiri pada November 2006.
Jaksa Agung juga tak khawatir putusan itu membuat tindakan Departemen Keuangan mencairkan duit Timor di Bank Mandiri kehilangan dasar hukum. ”Itu sudah jadi kas negara, jadi milik negara, sehingga tidak bisa dieksekusi,” kata Hendarman.
Meski begitu, Direktur Perdata Kejaksaan Agung, Dachmer Munte, memastikan pemerintah tetap akan mengajukan peninjauan kembali. ”Begitu salinan kasasi Mahkamah Agung kami terima, kami akan bergerak,” katanya pekan lalu.
Anggota staf khusus presiden untuk masalah hukum, Denny Indrayana, mendukung penuh strategi Menteri Keuangan. ”Dalam menangani masalah seperti ini, penyelamatan uang negara memang harus jadi prioritas,” katanya.
Taufik Surya Darma sendiri akhirnya bereaksi. Lewat kuasa hukumnya, dia mengirim surat balasan ke Menteri Keuangan, yang ditembuskan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. ”Saya minta agar pemerintah tidak sewenang-wenang,” katanya. ”Mari kita selesaikan masalah ini melalui jalur hukum.”
Wahyu Dhyatmika, Rina Widiastuti, Anton Aprianto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo