Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENDARAT di Los Angeles International Airport, Amerika Serikat, setelah terbang 22 jam menggunakan maskapai EVA Air berbendera Taiwan, Muhammad Sohibul Iman tak bisa langsung melanjutkan perjalanan ke Washington, DC. Seorang petugas bandara memintanya ikut ke ruang interogasi, awal Agustus lalu.
Setelah menunggu dua jam, akhirnya Iman, calon anggota legislatif Partai Keadilan Sejahtera nomor urut satu untuk daerah pemilihan dua DKI Jakarta, yaitu Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, dan luar negeri, baru dipanggil.
Tanya-jawab pada pukul sebelas malam itu ternyata cuma sepuluhan menit. ”Pertanyaannya ternyata biasa saja, soal nama dan tujuan kedatangan,” kata Iman. Cuma, akibat lama menunggu, esoknya Iman terpaksa merogoh sekitar Rp 1 juta tambahan untuk membeli tiket penerbangan ke Washington.
Safari Iman, yang juga salah satu Ketua Partai Keadilan Sejahtera, ke Amerika Serikat memang bukan sekadar pelesir. Ia mempromosikan diri kepada warga Indonesia di sana terkait dengan pencalonannya sebagai anggota legislatif pada Pemilihan Umum 2009. Selama lima hari ia melakukan konsolidasi dengan perwakilan partai di Washington dan New York.
Di New York, Iman menyambangi sebuah masjid yang biasa dikunjungi warga Indonesia dan menghadiri pengajiannya. Seusai pengajian, selama sekitar dua jam ia pun bercuap-cuap soal visi dan misinya sebagai anggota Dewan kelak, lalu menggelar dialog. ”Banyak yang menyoroti soal kesejahteraan,” katanya,
Seorang hadirin yang telah tinggal 30 tahun di Amerika mengeluh kepada Iman. ”Kalau bisa sejahtera di Tanah Air, saya juga tidak mau jauh-jauh ke sini cari makan,” katanya. Ia mengaku bekas aktivis Malari—singkatan Malapetaka 15 Januari 1974—unjuk rasa mahasiswa menentang kedatangan Perdana Menteri Jepang Tanaka yang berakhir rusuh.
Iman bukan satu-satunya calon yang mulai sibuk menjaring suara dari seberang. Fayakhun Andriadi, calon anggota legislatif nomor urut dua dari Partai Golkar, juga menyusun siasat. Menantu Muladi, salah satu Ketua Partai Golkar, yang juga anak Haditirto—pernah menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar pada 1980-an—ini mulai menggarap suara di Malaysia.
Menurut Fayakhun, suara luar negeri terbilang besar untuk memuluskan langkah ke Senayan. Ia mengutip data Komisi Pemilihan Umum: total suara yang masuk pada Pemilihan Umum 2004 sekitar 185 ribu, dari wilayah Asia sekitar 120 ribu dan luar Asia 65 ribu. Jumlah ini terutama berasal dari Malaysia, Hong Kong, Taiwan, Arab Saudi, Eropa, dan Amerika Serikat.
Adapun total suara domestik, Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan, sekitar 1,9 juta suara. Dengan bilangan pembagi pemilih sekitar 277 ribu suara, maka 30 persennya sekitar 83 ribu suara. Jika mencapai jumlah suara ini, peluang masuk Senayan aman di kantong.
Suara dari luar, menurut Fayakhun, penting digarap karena persaingan domestik, khususnya Jakarta Selatan, bakal seru. Banyak partai politik berkantor pusat di sini, yang tentu akan mati-matian mencoba menyendok suara. ”Ini daerah pemilihan paling susah,” katanya.
Baik Fayakhun maupun Iman mengakui daerah pemilihan ”terluas” ini bukan favorit mereka sejak awal. Dalam penggodokan calon untuk wilayah DKI Jakarta, yang dikoordinasi Muladi, sang mertua, Fayakhun menclok di Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Ia bahkan sempat ”berinvestasi” membagikan telepon seluler ke sekitar 300 camat dan lurah bekerja sama dengan ”vendor” tertentu.
”Tapi Pak Kalla menelepon Pak Muladi, saya dibutuhkan partai di sini,” katanya. Kepada Tempo beberapa waktu lalu, Muladi mengatakan telah menyemangati sang menantu. ”Coba berjuang saja,” katanya. ”Kan, masih muda, jadi masih banyak kesempatan.”
Melihat ketatnya persaingan, Fayakhun telah menyambangi sejumlah pekerja perkebunan Indonesia di Selangor, Malaysia, sejak Juli lalu. Sebelumnya, ia mengontak perwakilan Partai Golkar di negeri jiran itu untuk memfasilitasi. ”Kami cari mandor yang mau menerima kedatangan saya,” katanya.
Pertemuan biasanya digelar di lokasi perkebunan dan dihadiri 30-50 pekerja. Pada pertemuan awal ini, ia mengaku memilih strategi memperkenalkan diri, sekaligus menjelaskan pentingnya mereka mengikuti pemilihan umum. ”Saya tidak langsung meminta mereka memilih saya,” katanya. ”Nanti dipikir, baru kenal kok sudah minta dipilih.”
Kepada para mandor perkebunan sawit, Fayakhun juga meminta para pekerja diberi kesempatan mencoblos jika ada kiriman surat suara pada hari pemilihan. ”Mereka sih tampaknya bisa memahami.”
Untuk menggelar pertemuan-pertemuan ini, Fayakhun mengaku tidak banyak mengeluarkan dana. Ia hanya menyediakan kue kotak dan air mineral, yang jika dinilai per kotak hanya sekitar Rp 15 ribu. Ia juga tak membawa spanduk atau bendera partai selama pertemuan. ”Tapi saya mengenakan baju berwarna kuning sebagai identitas.”
Suara dari Malaysia, menurut Iman, memang perlu digarap serius. ”Sebab, potensi suaranya terbanyak,” kata doktor bidang teknologi pencitraan lulusan Japan Advanced Institute of Science and Technology itu. Menurut data perwakilan partai, potensi suara itu bisa mencapai 1,2 juta. Iman sendiri telah mengunjungi Kuala Lumpur, Agustus lalu, dan akan datang dua kali lagi. ”Mereka rata-rata pekerja konstruksi,” katanya.
Untuk menggarap ”pasar suara” di Amerika Serikat, Fayakhun memanfaatkan teknologi maya. Ia mengaku telah mendaftar sekitar 20 ribu alamat surat elektronik. ”Saya menyewa saluran Internet 1,5 megabyte per second selama 24 jam dengan biaya Rp 1 juta per bulan,” katanya. Toh, ia tetap berencana ke New Jersey dalam waktu dekat, bersamaan dengan peresmian kantor perwakilan partai di sana.
Sebagian ekspatriat mau membalas jika dikirimi surat perkenalan. Namun banyak juga yang adem-ayem. Peserta program doktor bidang politik di Universitas Indonesia ini, yang juga salah satu pentolan Partai Golkar untuk menyusun kampanye lewat dunia virtual, berencana membuat situs pribadi atau Facebook menjelang pemilihan, seperti yang dilakukan Barack Obama, calon Presiden Amerika Serikat.
Mengenai pengeluaran, baik Iman maupun Fayakhun mengaku bakal menguras kocek. ”Itu kalau harus mendatangi semua negara,” kata Iman. Itu sebabnya 17 perwakilan partai di luar negeri akan dimaksimalkan untuk mencukur biaya ”marketing politik” ini.
Menurut perhitungan Fayakhun, untuk memenangi seratus ribu suara, seorang calon di daerah pemilihan ini harus merogoh tak kurang dari Rp 8 miliar. Tapi ia sudah menyusun siasat. ”Saya akan mengeluarkan dana untuk kampanye, ibaratnya, untuk sepuluh ribu orang, tapi efeknya bisa menjaring seratus ribu,” katanya.
Budi Riza
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo