Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<Font size=2 color=#FF0000>Majelis Rakyat Papua</font><br />Majelis Menjelang Masa Akhir

Bulan depan masa tugas anggota Majelis Rakyat Papua berakhir. Peraturan pemilihannya belum beres.

27 September 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIANG itu, kantor Majelis Rakyat Papua lengang. Dua anggota staf di bagian hubungan masyarakat asyik bergunjing. Seorang anggota Majelis, Erna Mahuze, terlihat santai. Tapi ada satu tamu yang bikin ramai. ”Kalian ini bikin apa saja?” dia menyergah. D. Aronggear, tokoh masyarakat Jayapura itu, ingin bersua dengan Ketua Majelis. Dia merasa cukup lama menunggu.

Erna Mahuze seperti tak peduli. ”Kami sudah mau berakhir,” kata Ketua Kelompok Kerja Agama Majelis Rakyat Papua itu. Oktober ini, masa tugas para anggota lembaga yang dibentuk lima tahun silam itu memang usai. Tapi pemilihan anggota baru belum dimulai. ”Lagi pula, kami sudah dianggap tidak ada, kok,” Erna menambahkan.

Keputusan dan rekomendasi lembaganya yang kadang menimbulkan kontroversi kerap berlalu bak angin sepoi. Padahal lembaga ini salah satu pilar penyelenggaraan pemerintahan Provinsi Papua, bersama pemerintah provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua.

Misalnya keputusan tentang calon bupati atau wali kota yang mensyaratkan orang Papua asli, yang dikeluarkan tahun lalu. Juga hasil Musyawarah Besar Masyarakat Adat, Juni lalu, yang merekomendasikan 11 poin, di antaranya pembebasan tahanan politik, penutupan tambang Freeport, pengembalian otonomi khusus ke pusat, dan referendum di Papua.

”Memang, dari rekomendasi itu, ada beberapa yang menimbulkan kontroversi,” kata Erna. ”Tapi, intinya, kami bertanggung jawab, dan aspirasi rakyat harus disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Papua.” Cuma, karena tak punya wewenang, hasil kerja Majelis sulit dilaksanakan.

Ketika masa tugas Majelis di ambang akhir, tak terlihat pula upaya bergegas mengurus pemilihan anggota baru. Erna menyalahkan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua, yang tak segera membuat peraturan daerah untuk pemilihan.

Ketua Democratic Center Universitas Cenderawasih Muhammad Abu Musa’ad juga menilai keterlambatan pemilihan anggota Majelis disebabkan oleh kelalaian Dewan Perwakilan Rakyat Papua dan pemerintah provinsi. ”Saya tidak melihat alasan lain,” katanya. Tapi, ”Kami sudah berkirim surat untuk mengingatkan,” kata Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.

Akhir Agustus lalu, Gamawan mengirim surat ke pemerintah dan DPR Papua, mengingatkan penyelesaian regulasi pemilihan anggota Majelis perio­de 2010 2015 dan pengisian 11 anggota DPR Papua sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 116 Tahun 2009. Hingga kini peraturan daerah untuk kedua hal tersebut belum maujud.

Pemerintah provinsi dan DPR Papua malah saling menyalahkan. ”Kami maunya cepat,” kata Ketua Komisi A DPR Papua Ruben Magai. ”Tapi, jika gubernur telat, ya kita juga lambat.” Sekretaris Daerah Papua Constan Karma berkelit. ”DPRP sendiri telat membuat Badan Legislasi,” katanya. Badan Legislasi Dewan memang baru dibentuk pada 23 Agustus lalu.

Menurut Constan, Pemerintah Pro­vinsi Papua dan Papua Barat telah bersepakat membentuk satu Majelis Rakyat Papua. ”Hal ini sekaligus untuk terus mempersatukan masyarakat adat di Papua,” kata Sekretaris Provinsi Papua Barat M.L. Rumadas.

Sebelumnya, Gubernur Papua Bar­nabas Suebu mengundang Gubernur Papua Barat Abraham O. Atururi untuk membahas masalah Majelis Rakyat ini. Barnabas melampirkan draf peraturan pemilihan anggota Majelis Rakyat Papua. Salah satu isinya, Majelis beranggota 75 orang: 42 dari Papua dan 33 dari Papua Barat. Majelis sekarang ini beranggota 42 orang.

Dari Papua Barat, Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat Papua Barat Soleman Sikirit mengusulkan jumlah anggota Majelis lebih dari seratus orang. ”Supaya bisa mengakomodasi semua suku, yang berjumlah sekitar dua ratus,” katanya. Dari Jakarta, ”Kementerian Dalam Negeri sedang membahas draf yang diajukan,” kata Gamawan Fauzi.

Purwani Diyah Prabandari, Jerimias Michael Omona (Jayapura)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus