Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<Font size=2 color=#FF0000>Studi Banding</font><br />Belajar Imigrasi ke Makam Diana

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat ramai-ramai ke luar negeri. Banyak cerita sontoloyo.

27 September 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RESMINYA, ”studi banding” itu akan mempelajari seluk-beluk keimigrasian ke Inggris. Tapi ada pula jadwal para anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat itu berziarah ke makam Putri Diana, janda Pa­ngeran Charles.

Setelah itu, mereka akan bercengkerama di Trafalgar Square, kawasan alun-alun London, lalu bergeser ke ”jam gadang” Big Ben, gedung parlemen, dan Westminster. Tak lupa mampir ke Harrods, pusat belanja elite di sana. ”Pakai uang pribadi,” seorang anggota komisi itu berkilah kepada Tempo. ”Yang penting jadwal resminya beres.”

Rombongan Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Keimigrasi­an itu terbang ke London pada Senin pekan lalu. Dipimpin Wakil Ketua Komisi, Azis Syamsuddin, rombongan terdiri atas sepuluh anggota plus petugas Sekretariat Jenderal DPR. Rombongan lainnya, juga untuk ”studi banding” keimigrasian, dipimpin Tjatur Sapto Edy dari Fraksi Partai Amanat Nasional, berangkat ke Kanada, akhir pekan lalu. ”Kami masih membicarakan agendanya,” kata anggota Komisi, Didi Irawadi Syamsuddin dari Partai Demokrat, sebelum berangkat.

Sepanjang September-Oktober ini, para anggota Dewan gesit ”belajar” ke luar negeri. Tak mengherankan bila para aktivis antikorupsi menuding pa­ra ”wakil rakyat” itu menghamburkan uang untuk tujuan tak jelas. Komisi lainnya juga tak mau ketinggalan. Sejumlah anggota Komisi Keuangan, misalnya, akan menuju Kanada, Selasa pekan ini. Anggota lainnya berangkat ke Swiss, tiga hari kemudian. Mereka adalah anggota Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Mata Uang dan melakukan ”studi banding” tentang seluk-beluk urusan finansial.

Menurut Achsanul Qosasi, Ketua Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Mata Uang, kunjungan ke Swiss dan Kanada perlu karena informasi tentang peleburan, pencetakan, dan pendistribusian uang sulit didapat. ”Sudah mencoba menggali informasi lewat Internet, tapi tak ada,” kata politikus Partai Demokrat yang memimpin rombongan ke Swiss itu.

Agenda ke Swiss tergolong ajaib. Rombongan tiba pada akhir pekan, dan meninggalkan negara itu pada Selasa. Walhasil, mereka hanya memiliki waktu satu hari, yakni Senin, untuk bekerja. Dalam sehari itu, mereka direncanakan mengunjungi bank sentral, kementerian keuangan, dan parlemen. Tapi Achsanul mengatakan, ”Nggak ada acara nglencer, waktu kami gunakan untuk memperdalam materi dan istirahat.”

Pada hari yang hampir sama, rombongan lain dari Komisi Keuangan dipimpin Emir Moeis juga ke Swiss. Uniknya, tujuan rombongan ini sama persis dengan daftar Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Mata Uang.

Anggota Komisi Bidang Pertanian, Kehutanan, Kelautan dan Perikanan pergi ke Belanda dan Norwegia, ”studi banding” tentang pertanian untuk pembahasan Rancangan Undang-Undang Hortikultura. Komisi Bidang Pendidikan dan Kebudayaan akan ke Afrika Selatan, Korea Selatan, dan Jepang, ”belajar” gerakan kepanduan guna membahas Rancangan Undang-Undang Pramuka.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia Eryanto Nugroho menilai ”studi banding” itu pemborosan. ”Gunakan saja jalur di­plomatik dan peranti canggih teknologi untuk bertukar pikiran,” katanya. Jika terpaksa berangkat, ia menambahkan, anggota Dewan tak perlu gerudukan.

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran menuding para legislator tak transparan memaparkan tujuan. Soalnya, staf ahli mereka telah menyelesaikan daftar inventaris masalah RUU Pramuka dan Hortikultura. ”Apanya yang mau dijadikan bahan studi banding?” kata Uchok Sky Khadafi, Koordinator Investigasi dan Advokasi. Forum itu juga menyorot ketidakmampuan anggota Dewan berbahasa Inggris atau bahasa asing lainnya. ”Malu-maluin,” ujarnya.

Uchok membeberkan, jatah kunjungan Dewan ke luar negeri naik Rp 48 miliar dalam APBN Perubahan 2010, yakni dari semula Rp 122 miliar menjadi Rp 170 miliar.

Setiap anggota Dewan memperoleh uang saku Rp 20-25 juta untuk tujuh hari kunjungan. Lalu ditambah uang representasi Rp 20 juta sekali keberangkatan. ”Padahal tiap orang bisa berangkat ke dua atau tiga negara,” katanya.

Sekretaris Jenderal DPR Nining Indra Saleh membantah tudingan kenaik­an anggaran Rp 48 miliar. Masih pakai APBN 2010. Jumlahnya bukan Rp 170 miliar, melainkan Rp 107 miliar. ”Sekali kunjungan ke luar negeri dipatok Rp 1,7 miliar,” katanya.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie yakin perjalanan ke luar negeri tak melanggar aturan. ”Pramuka itu penting, lho,” katanya. Soal anggaran, dia mengaku tak tahu-menahu karena diurus Sekretariat Jenderal DPR. ”Jangan dilihat borosnya,” kata politikus Partai Demokrat itu.

Toh, bagi banyak anggota Dewan, kunjungan ke luar negeri merupakan kesempatan ideal untuk berbuat semaunya. ”Sudah sejak dulu, turun-temurun,” kata seorang anggota Komisi Keuangan. Selain jalan-jalan, belanja, apa lagi yang digemari para legislator? ”Pokoknya garang di sidang, garang di ranjang, deh,” katanya terkekeh.

Saking garangnya, banyak kisah sontoloyo tercecer. Ketika melawat ke Eropa Timur, ia menuturkan, dua anggota Dewan kongko di kedai malam. Di seberang jalan, wanita paruh baya berambut pirang berdiri di halte. Spontan, keduanya bertaruh, beradu balap mengajak tidur sang cewek.

Dengan gaya mantap, sang legislator mendekat, bermodal bahasa Inggris ”berani mati”. Tiga menit kemudian dia kembali ke kedai, lalu bilang ke temannya, ”Sudah, kamu aja yang pakai. Dia sudah oke, tuh.”

Bagai katak terbang, sang teman menghampiri dan langsung bertanya, ”How much?” Bagai petir menyambar, tangan si perempuan mendarat di muka sang wakil rakyat, ”Plak....” Perempuan itu rupanya pekerja kantoran yang hendak pulang, menunggu jemputan.

Kisah lain muncul dari Korea Selatan. Pada suatu malam, rombongan anggota Dewan ramai-ramai berburu ”kuda putih”, istilah mereka untuk menyebut teman tidur ketika berkunjung ke luar negeri. Seorang anggota Dewan minta menu khusus: kuda putih gemuk. Dari bantuan rekan-rekannya, ia menerima keinginannya.

Untuk urusan ibadah haji pun sama saja. Habeb Mochsin al-Habsy, tokoh masyarakat peduli haji di Jeddah, Arab Saudi, mengatakan prihatin akan perilaku para legislator yang ”memantau” penyelenggaraan haji. ”Tanya semua orang Indonesia di sini, apakah DPR itu pernah mengecek pemondokan, ka­tering, transportasi,” ujarnya. Bermukim 38 tahun di Jeddah, ia hafal perilaku anggota Dewan. Begitu tiba, mereka makan-makan di restoran, belanja di mal, jalan-jalan ke Mekah, lalu kembali ke Indonesia. ”Itu rahasia umum,” kata Mochsin. Tapi, ”Tak semua anggota DPR seperti itu,” kata Zainun Ahmadi, anggota Panitia Kerja DPR Bidang Haji.

Disorot begitu rupa, anggota Dewan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Arif Wibowo, juga berusaha ”meluruskan”. Jumat tengah malam pekan lalu, ia menerima Tempo di rumahnya, Kalibata Indah, Jakarta Selatan. Anggota Komisi II Bidang Pemerintahan Dewan itu sedang menyiapkan bahan kunjungan kerja ke Cina dan India, pekan depan.

Di dua negara itu, anggota Dewan hendak ”studi banding” tentang identitas tunggal kependudukan alias single identity number. Sebelum berangkat, kata dia, anggota rombongan harus belajar sistem administrasi kependudukan negeri ini. ”Please, jangan menuduh saya akan nglencer, kongko, di sana,” kata Arif. ”Saya serius mengabdi pada rakyat.”

Dwidjo U. Maksum, Mutia Resty, Mahardika Satria

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus