Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font size=2 color=#FF0000>Patung Obama</font><br />Obama Cilik di Taman Menteng

Patung Barack Obama berdiri di Jakarta. Ada protes. Agar anak-anak berani bermimpi.

21 Desember 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA bersaudara itu, Usman Muhammud dan Ali Muhammud, tampak puas setelah dipotret ibunya di depan sebuah patung perunggu di Taman Menteng, Jakarta Pusat. Kamis siang pekan lalu itu, mereka dibawa ke sana oleh sang ibu, Sussan,­ karena penasaran ingin menyaksikan Barack Obama kecil—seka­lipun hanya patung.

Usman kelas lima sekolah dasar di bilangan Matraman, Jakarta Pusat. Adiknya kelas satu di sekolah yang sama. Mereka tinggal di Menteng, tempat Obama pernah menjalani masa kecilnya. Setelah menjepretkan kamera, Sussan duduk di depan ”Barry Dream Statue” itu. Obama kecil tersenyum, memandang kupu-kupu hinggap di jempol tangan kirinya.

Obama mengenakan kaus dan cela­na pendek, sepatunya kets. Tapi, di lehernya menggelayut medali Nobel­ Per­damaian. Patung 110 sentimeter itu beratnya 30 kilogram, disangga pualam­ hitam semeter persegi. Tegak di sisi barat daya taman seluas 3,5 hektare itu, ia diresmikan Wali Kota Jakarta Pusat Sylviana Murni, Kamis dua pekan lalu.

Di penyangga patung ada prasasti: ”Si kecil Barry bermain bersama ibunya, Ann, di daerah Menteng ini. Dia tumbuh dewasa menjadi presiden ke-44 Amerika Serikat dan penerima Nobel Perdamaian. Barack Obama”. Kalimat itu ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Sussan, perempuan berjilbab berusia 40, menganggap patung Obama tak pantas berada di Taman Menteng. Menurut dia, banyak pahlawan Indonesia lebih pas di situ, dan dulu tinggal di Menteng. ”Mengapa bukan patung mereka?” Apalagi, katanya, Obama juga tak lama bermukim di Menteng. Cuma empat tahun, 1967-1971.

Sussan seperti mewakili banyak orang. Sebagian dari mereka meng­ung­kapkan rasa risau mereka lewat jeja­ring Facebook, dengan membentuk kelompok ”Turunkan Patung Obama di Taman Menteng”. Penggagasnya Heru Nugroho, warga Jatinegara. ”Saya tidak benci dan tidak juga mengidola­kan Obama,” katanya. ” Kami hanya ingin tegak sebagai bangsa.”

Heru menganggap patung itu menyinggung harga diri bangsa karena dipasang di ruang khalayak. Ia menyarankan patung itu ditempatkan saja di sekolah atau rumah yang punya konteks sejarah dengan Obama. Hingga Jumat pagi pekan lalu, grup ini sudah menggalang hampir 30 ribu anggota.

Ron Mullers, Ketua Yayasan Friends of Obama, menyayangkan sikap menolak ini. Ron memohon masyarakat melihat sisi positifnya. Patung ini, katanya, menggugah anak-anak agar ”bermimpi”, bukan soal apa yang dibuat Obama di Indonesia.

Ron bercerita, gagasan mendirikan patung lahir dari teman-teman sekelas Obama di Sekolah Dasar Negeri 01 Menteng. Mereka ingin mengapresiasi sebagian dari penggalan hidup Obama. Sejumlah pebisnis lalu menyumbang. Ongkos mendirikan patung ini Rp 100 juta. ”Tak ada uang pemerintah,” kata Ron.

Di sisi kanan penyangga patung tertulis nama pengusaha dan lembaga penyokong. Antara lain Rudy Pesik, Mien R. Uno, dan Judith Soeryadjaya, putri bungsu William Soeryadjaya. Ada juga Hashim Djojohadikusumo, Prananda Surya Paloh, pengacara Benny Suyudono, dan Adisatrya Sulisto. Tak ketinggalan pengusaha industri kesehatan Hong Kong, Norman Chen, televisi B Channels, dan Yayasan Partner for Compassion.

Di sisi kiri penyangga tertulis, dalam bahasa Inggris, patung ini didedikasikan untuk anak-anak Indonesia oleh Gubernur Fauzi Bowo, Yayasan Friends of Obama, Ron Mullers, dan Dalton Tanonaka, yang pernah bekerja untuk televisi CNN. Di sisi belakang tercantum kata-kata Eleanor Roosevelt, ”Masa depan milik mereka yang percaya pada keindahan mim­pinya.”

Ron menjelaskan, desain dibuat Leo Angelo, sedangkan pembentuknya Edi Chaniago. Izin pendirian patung diberikan Wali Kota Sylviana, dan diketahui Dinas Pertamanan Daerah Khusus Ibu Kota. ”Kami memfasilitasi lahan,” kata Kepala Dinas Pertamanan Ery Basworo.

Sunudyantoro, Ricky Ferdianto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus