Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mediasi Prita Gagal
UPAYA perdamaian antara Prita Mulyasari dan Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutera, Banten, terbentur jalan buntu. Dalam pertemuan yang dimediasi Departemen Kesehatan, Senin pekan lalu, "Belum ada titik temu," ujar kuasa hukum Prita, Slamet Yuwono.
Slamet mengatakan, Rumah Sakit Omni tak mau menanggapi permintaan Prita dalam perkara pidana. Omni hanya mau menyelesaikan urusan perdata. Dua pekan lalu, Pengadilan Tinggi Banten memutuskan Prita membayar Rp 204 juta kepada Omni. Slamet mengatakan, perkara pidana dan perdata merupakan satu paket yang tak bisa dipisahkan.
Pengadilan Negeri Tangerang akan memutuskan perkara pidana pada 29 Desember. Dalam perkara pidana, Slamet meminta dua dokter penggugat menghadap majelis hakim dan meminta Prita dibebaskan dari segala tuntutan. "Tapi mereka tak mau," kata Slamet.
Kuasa hukum Rumah Sakit Omni, Risma Situmorang, mengatakan gugatan perdata dan pidana merupakan dua perkara berbeda. Dalam perkara perdata, penggugat berhak mencabut gugatan sewaktu-waktu. Sedangkan perkara pidana menjadi kewenangan hakim dan jaksa. Risma mengatakan, kalau permintaan Prita dipenuhi, dokter yang melaporkan akan mendapat masalah. "Kami bisa dituduh memberikan keterangan palsu," katanya.
Tokoh Papua Merdeka Tewas
PEMIMPIN Organisasi Papua Merdeka, Kelly Kwalik, diduga tewas ditembak polisi di satu rumah di kawasan Gorong-gorong, Timika, Papua, Rabu pekan lalu. "Ia terpaksa ditembak karena menodongkan pistol," kata Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar Agus Rianto.
Kelly adalah Panglima Komando Daerah Pertahanan III Organisasi Papua Merdeka. Ia menguasai daerah Mimika sampai ke lokasi tambang emas Freeport dan Pegunungan Tengah. Ia diduga melakukan serangkaian serangan ke Freeport. Oktober lalu, Panglima Komando Daerah Militer Cenderawasih Mayor Jenderal A.Y. Nasution memutar video pengakuan Kelly sebagai dalang teror ke perusahaan tambang emas itu.
Juru bicara Markas Besar Polri, Inspektur Jenderal Nanan Soekarna, mengatakan penyerbuan tim khusus ke rumah itu sesuai prosedur. Menurut dia, polisi memberikan peringatan lebih dulu agar penghuni rumah menyerah. Tapi peringatan tak dihiraukan. Tim itu terdiri atas Detasemen Khusus 88 Antiteror, Brigade Mobil, serta Badan Intelijen dan Keamanan Kepolisian.
Nanan mengatakan, Kelly melakukan teror sejak Agustus 2002. Polisi menemukan bukti dokumen yang menyatakan Kelly pemimpin Organisasi Papua Merdeka. Polisi juga menemukan tiga peluru kaliber 5,56 milimeter dan 28 peluru revolver 0,38, serta revolver Smith&Wesson.
Rekaman Antasari Diputar
JAKSA penuntut umum memutar rekaman percakapan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar dengan Rhani Juliani di kamar 803 Hotel Gran Mahakam, Jakarta, pada pertengahan 2008. Suara direkam dari telepon seluler Nasrudin Zulkarnaen, suami Rhani. "Nasrudin menelepon ketika Rhani bersama Antasari," kata ahli digital forensik, Ruby Z. Alamsyah, dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa pekan lalu.
Antasari menjadi terdakwa kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, Direktur PT Putra Rajawali Banjaran. Menurut Ruby, pembunuhan diduga direncanakan Antasari, mantan Kepala Kepolisian Resor Jakarta Selatan Komisaris Besar Wiliardi Wizar, dan pengusaha Sigid Haryo Wibisono. Hal itu didasarkan atas analisis percakapan yang direkam Sigid. Sidang juga memutar rekaman kamera keamanan rumah Sigid, yang berdurasi tujuh detik. Antasari terlihat duduk di satu ruangan.
Rekaman itu menjadi dasar jaksa, yang mendakwa Antasari, Sigid, dan Wiliar di melakukan pembunuhan berencana bermodus perampokan. "Ada yang merampok, ada yang mengeksekusi," kata jaksa Cirus Sinaga. Dalam rekaman juga terdengar pembicaraan tentang promosi Wiliardi menjadi Direktur Reserse Umum Kepolisian Daerah Jakarta Raya.
Pengacara Antasari Azhar, Juniver Girsang, menolak rekaman itu dijadikan barang bukti. Menurut dia, rekaman itu tak bisa dipertanggungjawabkan. "Rekaman terdengar seperti orang berkumur-kumur," katanya.
Kasus Lapindo Dilaporkan ke KPK
WAHANA Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mempersoalkan penerbitan surat perintah penghentian penyidikan kasus lumpur Lapindo oleh Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur. Mereka melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi, menganggap penerbitan surat pada Agustus 2009 itu menyalahgunakan jabatan. "Bukti-bukti korupsi dan penyalahgunaan jabatan Kepolisian Daerah Jawa Timur dan Kejaksaan Agung kami sampaikan," kata Erwin Usman, juru bicara Walhi, Selasa pekan lalu.
Ada lima dokumen yang diserahkan Walhi, di antaranya hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan 2007 mengenai aliran dana Rp 4 triliun dari anggaran negara yang dikucurkan tak tepat. Pasalnya, saat itu kasus perdata masyarakat sipil dan Lapindo masih berjalan. Para ahli geologi juga masih berdebat tentang apakah kasus Lapindo bencana alam atau bukan.
Kedua, rekomendasi KPK tentang pengucuran dana APBN terhadap suatu kegiatan berisiko tinggi harus menggunakan jaminan. Dokumen ketiga, penelitian PT Medco yang berisi 12 kesalahan pengeboran oleh Lapindo. Keempat, dokumen Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang menemukan 18 pelanggaran dan 1 pelanggaran berat hak asasi manusia.
Juru bicara KPK, Johan Budi S.P., mengatakan bahwa lembaganya akan menelaah laporan itu. Kepala Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Jawa Timur Komisaris Besar Pudji Astutik mengatakan siap diperiksa KPK. Adapun Wakil Presiden Bidang Hubungan Masyarakat Lapindo Yuniwati Teryana mengatakan polisi telah melakukan kajian panjang. Mahkamah Agung, katanya, juga telah memutuskan semburan lumpur merupakan kejadian alam.
Pendiri Abu Sayyaf Ditangkap
POLISI menangkap pendiri kelompok gerilyawan Abu Sayyaf Filipina, Abdul Bashir Latip, di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Cengkareng, pertengahan bulan lalu. Bashir diserahkan ke kepolisian negara itu, Rabu pekan lalu.
Juru bicara Markas Besar Kepolisian RI, Inspektur Jenderal Nanan Soekarna, mengatakan Bashir ditangkap pada 19 November, ketika transit dalam penerbangan dari Yordania menuju negaranya. "Dari Jakarta ia dibawa ke Filipina untuk diekstradisi ke Amerika," kata Nanan.
Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror menangkap Bashir dari informasi polisi federal Amerika. Bashir diduga terlibat kasus penculikan warga negara Amerika, Charles Walton, di Filipina Selatan, pada 1993. Walton diculik ketika bekerja sebagai guru di Pulau Jolo. Ia akhirnya bebas setelah membayar uang tebusan.
Komandan Antiteror, Penyelidik Nasional Filipina, Ricardo Diaz, mengatakan penangkapan Bashir merupakan permintaan Amerika Serikat. Diaz mengatakan Bashir merupakan pendiri kelompok Abu Sayyaf yang bertugas mencari dana. Ia juga menjadi penghubung ke kelompok Al-Qaidah melalui Muhamad Jamal Khalifa, ipar Usamah bin Ladin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo