Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di kantor presiden, Rabu pekan lalu, Aburizal Bakrie memimpin rapat terbatas membahas masalah lumpur Lapindo. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang setengah jam sebelumnya memimpin rapat, siang itu harus menerima Menteri Luar Negeri Jerman, Frank-Walter Steinmeier.
”Saya minta perintah Bapak Presiden tadi segera dilaksanakan,” kata Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat itu, seperti ditirukan Soenarso, Kepala Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo yang mengikuti rapat, kepada Tempo.
Sebelum meninggalkan rapat, Presiden memerintahkan pembayaran ganti rugi dengan duit negara untuk penduduk di tiga desa yang ikut tertelan lumpur: Besuki, Pejarakan, dan Kedung Cangkring. Tiga desa itu tidak termasuk dalam wilayah yang harus diberi ganti rugi dari Lapindo berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo.
Aburizal semula duduk di samping Presiden pada meja rapat yang melingkar itu. Di sebelah kanannya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, juga Gubernur Jawa Timur Imam Oetomo. Di sebelah kiri Presiden ada Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa dan Menteri Dalam Negeri Mardiyanto.
Menurut Soenarso, kurang dari satu jam Aburizal memimpin rapat. Ia, antara lain, mendengarkan rincian skema pembayaran yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Di situ, antara lain, Menteri menyampaikan kebutuhan Rp 700-an miliar untuk para korban.
Keluarga Aburizal merupakan pemilik PT Lapindo Brantas, perusahaan yang melakukan pengeboran di sumur eksplorasi gas Banjarpanji-1, Desa Renokenongo, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Di situlah lumpur panas mulai menyembur 29 Mei 2006. Kini lumpur menenggelamkan tujuh desa di dua kecamatan.
Rapat Rabu itu adalah lanjutan pertemuan sehari sebelumnya di tempat yang sama. Namun, pada rapat pertama Aburizal tidak hadir. ”Pak Aburizal bukan anggota Dewan Pengarah Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo, jadi tidak ikut menghadap Presiden,” kata Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto.
Dewan Pengarah merupakan satu unsur dalam Badan Penanggulangan Lumpur, selain Badan Pelaksana. Ketuanya Menteri Pekerjaan Umum, dengan wakil Menteri Sosial. Anggotanya antara lain Menteri Keuangan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Perhubungan, dan Panglima Komando Daerah Militer V Brawijaya.
Presiden menggunakan putusan pengadilan atas dua gugatan perdata terhadap Lapindo sebagai dasar mengambil keputusan. Pada 27 November 2007, Pengadilan Jakarta Selatan menolak gugatan legal standing Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) terhadap pihak-pihak yang dinilai bertanggung jawab atas menyemburnya lumpur panas. Hakim menyatakan munculnya lumpur akibat fenomena alam.
Sebulan sebelumnya, Pengadilan Jakarta Pusat menolak gugatan korban yang diajukan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Hakim beralasan, Lapindo sudah mengeluarkan banyak dana untuk mengatasi semburan lumpur dan membangun tanggul. Bulan lalu, Mahkamah Agung juga menolak permohonan uji materi atas Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007.
Namun, ”bonggol” kasus ini, yakni dugaan Lapindo menyebabkan semburan lumpur, belum diajukan ke pengadilan. Berkas perkaranya bolak-balik antara kepolisian dan kejaksaan Jawa Timur. Akhir tahun lalu, Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur, Inspektur Jenderal Herman Surjadi Sumawiredja, bahkan berencana menghentikan penyidikan kasus ini.
Sumber Tempo yang dekat dengan lingkungan kabinet menyatakan, ruwetnya kasus itu membuat pemerintah gamang. Awalnya, Yudhoyono setuju mengubah Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 agar desa-desa yang baru terkena dampak bisa memperoleh ganti rugi dari Lapindo. Persetujuan itu disampaikan saat Yudhoyono memimpin rapat di Departemen Keuangan, Kamis tiga pekan lalu.
Djoko Kirmanto dan Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pengarah, pun sempat berbeda pendapat. Djoko mengatakan, Presiden berencana mengubah peta daerah terkena dampak yang dicantumkan pada Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007. Adapun Bachtiar Chamsyah berpendapat Peraturan Presiden tak bisa diubah-ubah. Dia mengusulkan agar desa di luar peta peraturan itu mendapat bantuan dari anggaran negara. ”Yang mendapat ganti rugi Lapindo adalah desa yang masuk peta,” tuturnya.
Rapat yang dipimpin Presiden, Selasa pekan lalu, berpihak pada usulan Bachtiar. Seusai rapat, Djoko Kirmanto mengatakan, pemerintah akan membayar ganti rugi penduduk dua desa di luar peta: Besuki dan Pejarakan. Badan Pelaksana sebelumnya mengusulkan empat desa baru, yakni dua desa itu plus Mindi dan Kedung Cangkring.
Para petinggi negara itu memutuskan Mindi dan Kedung Cangkring aman sehingga belum layak menerima ganti rugi. Baru pada rapat Rabu, yang dihadiri Aburizal, Kedung Cangkring dianggap sudah terkena dampak lumpur. ”Sedangkan Mindi tetap dianggap aman,” kata Soenarso.
Sri Mulyani mengatakan, pemakaian anggaran negara untuk membayar korban lumpur Lapindo itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2007. ”Di luar peta yang kena dampak memang menjadi konsekuensi negara,” ujarnya.
Pemerintah memasukkan alokasi Rp 700 miliar itu pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan. Tapi, usulan ini belum tentu mulus, sebab sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempersoalkan langkah ini. ”Keputusan pemerintah ini mengagetkan,” kata Djoko Susilo, anggota Fraksi Partai Amanat Nasional yang mewakili Daerah Pemilihan Sidoarjo.
Lapindo, menurut Sri Mulyani, akan mengeluarkan dana sekitar Rp 5,5 triliun untuk, antara lain, membayar ganti rugi korban dan pembuatan tanggul. Perusahaan itu kini baru mengeluarkan separuhnya untuk membayar sebagian ganti rugi dan upaya penyumbatan semburan. Mei 2008, Lapindo harus membayar 80 persen sisa ganti rugi untuk korban.
Di luar politik anggaran, posisi Aburizal di kabinet juga cukup mempengaruhi arah penanganan lumpur Lapindo. Soalnya, menurut sumber Tempo yang dekat dengan Yudhoyono, pengusaha itu kerap menjadi andalan Istana untuk menaklukkan Senayan. ”Misalnya, jika Dewan mengajukan interpelasi, Aburizal akan turun tangan,” kata sumber itu.
Aburizal sendiri, seusai rapat di Istana yang dipimpinnya, mengatakan, Lapindo telah ”berbaik hati” kepada korban semburan. Ia menambahkan, ”Meski pengadilan memutuskan tidak bersalah, Lapindo tetap membayar dan tidak menagihnya ke pemerintah.”
Budi Setyarso, Gunanto ES, Muh Syaifullah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo