Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SYAIR lagu ciptaan Sudharnoto itu menggema di aula Balai Pelatihan Guru, Aceh Besar, siang itu. Tak lama berselang, Indonesia Raya dan Padamu Negeri dikumandangkan bersama. Mengenakan topi dan sepatu seragam bak anak sekolah, wajah mereka tampak ceria, menyanyi penuh semangat. Padahal mereka baru saja dijejali berbagai pelajaran. Duduk di lantai memegang pulpen dan buku tulis, mereka tekun menyimak kalimat demi kalimat yang disampaikan instrukturnya. Program Kejar Paket A? Barangkali itu pertanyaan sebagian orang melihat tampang para murid yang rata-rata sudah balig, berkumis, bahkan mulai uzur itu. Ternyata bukan. Mereka juga bukan guru atau calon pegawai negeri sipil yang memang biasa ditatar di tempat itu. Para "siswa" ini tiada lain daripada anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan simpatisannya yang telah menyerahkan diri selama darurat militer digelar di Aceh. Sejak 18 Agustus lalu, Balai Pelatihan Guru, yang terletak di pinggir Jalan Krueng Raya, Aceh Besar, 14 kilometer dari pusat Kota Banda Aceh, resmi menjadi balai pelatihan GAM. Ruang kelas yang dibangun di atas lahan lima hektare itu berderet rapi. Balai ini memiliki 8 asrama berdaya tampung 288 orang, 7 ruang kelas, dan 7 mes dengan daya tampung 36 orang. Ada juga ruang laboratorium, klinik kesehatan, lapangan olahraga, dan sebuah musala. Menurut Mayor CPM Jimmy Yusuf M., Kepala Pembinaan Anggota dan Simpatisan GAM , saat ini ada 381 bekas anggota GAM dan simpatisannya—6 wanita dan 375 pria—yang disekolahkan di balai ini. Mereka dibagi dalam lima kelompok. Tiap kelompok dibagi lagi menjadi tiga grup. Rencananya, hingga lima bulan mendatang mereka akan digembleng menjadi "manusia Indonesia seutuhnya". Untuk pengawasan, penguasa darurat militer menempatkan sejumlah personel TNI, Brimob, dan Polisi Militer. Aktivitas mereka dimulai sejak pukul 05.30 dengan salat subuh, dilanjutkan senam pagi. Usai sarapan, tepat pukul 08.00 mereka masuk aula, dibekali beragam pengetahuan oleh sejumlah instruktur dari berbagai instansi. Pada malam hari diselenggarakan pengajian Al-Quran dan pelajaran baca tulis. Setelah itu mereka dibekali pengetahuan keterampilan meliputi pertanian, perikanan, peternakan, perbengkelan, menjahit, dan pertukangan. Ketika membuka pelatihan, Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, Abdullah Puteh, sempat mengatakan bahwa setiap anggota GAM yang dibina akan dibekali uang Rp 2 juta. Ia tak menyebut jumlah konkret anggaran yang disediakan pemerintah daerah. "Itu tergantung kebutuhan di lapangan," katanya. Namun sebuah sumber di Pemerintah Provinsi Aceh mengatakan, dana yang disediakan senilai Rp 1,4 miliar. Menurut Puteh, para siswa sebagian besar menjadi anggota GAM karena alasan ekonomi. Karena itu, diharapkan, usai pelatihan mereka tak lagi berpikir memberontak. Memang, hampir semua siswa bukan pentolan, tokoh, apalagi panglima GAM. Hamid Ibrahim, 63 tahun, misalnya. Hanya karena pernah diajak ikut ceramah GAM, dia dihantui rasa takut mendengar pemerintah bertekad menumpas GAM sampai ke akar-akarnya. Karena itu, pada 26 Mei lalu, ia dan sejumlah kawannya menyerahkan diri di Sabang. Mansuriadi, 16 tahun, ditangkap Kopassus pada 16 Juni lalu ketika sedang mengutip pajak dari pemilik kendaraan di kawasan Simpang Surabaya. Ia mengaku diancam bunuh GAM jika tak bersedia melakukan itu. Malahayati, 20 tahun, menyerah Juli lalu. Bekas anggota pasukan wanita GAM atau Inong Balee ini cuma pernah ikut latihan baris-berbaris di pegunungan Siron, Aceh Besar. "Saya masuk GAM ketika orang ramai-ramai meneriakkan referendum," katanya. Uniknya, pemerintah seolah tak punya kriteria jelas mengenai standar keinsyafan para peserta. Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Letjen Sudi Silalahi, pun mengaku tak tahu sampai ke detail evaluasinya. Tapi ia yakin, para "siswa" pelatihan ini mudah berubah. "Mereka harus dirangkul, diberi perhatian," katanya. Hanibal W.Y. Wijayanta, Sudrajat, Yuswardi A. SuudGaruda Pancasila
Akulah pendukungmu
Patriot proklamasi…
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo