Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

"Tak ada mayat dibungkus tikar"

Keterangan pemerintah mengenai peristiwa jember. jumlah korban menurut versi yusuf hasyim dan yang berdasarkan keterangan resmi pemerintah. sudah 118 orang yang ditangkap berwajib.(nas)

7 Maret 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA dua versi tentang "kasus Jember". Pertama versi Yusuf Hasyim dkk, yang lain berdasarkan keterangan resmi pemerintah. Menurut Yusuf Hasyim dkk, jumlah korban yang meninggal 45 orang. Di antaranya guru mengaji dan kiai. Ada pula korban yang dihanyutkan di sungai. Tapi menurut Laksusda Ja-Tim, jumlah korban hanya 27 orang: 12 orang tukang santet dan 15 lainnya bromocorah. Tak seorang di antara mereka guru mengaji atau kiai, juga tidak ada yang mayatnya dibuang ke sungai Mayang dan Bedadung. "Juga tidak ada mayat yang dibungkus tikar atau dikubur sendiri oleh penduduk secara diam-diam," kata Pangkopkamtib Sudomo di Balai Wartawan Hankam, Jakarta, Jumat pagi pekan lalu. "Dan semuanya lengkap dengan visum," sambung Mayjen Pol. Hartawan Kadapol X Ja-Tim. Soedomo menyarankan agar ketiga anggota DPR-RI itu "mengecek masalahnya ke lapangan dan kepada penguasa setempat." Ia juga menyebut cara pengungkapan "kasus Jember" oleh Yusuf Hasyim dkk sebagai usaha "mencari popularitas murahan". Lebih keras lagi, Pangkopkamtib menyebut hal itu mempunyai latarbelakang politik buat kampanye pemilu 1982. Bahkan, katanya, "untuk mendiskreditkan pemerintah." Dua dari ketiga anggota F-PP itu Sabtu pekan lalu menjawab penilaian Soedomo tersebut. Menurut Hizbullah Huda dan Soewardi, mereka sudah berkonsultasi dengan Muspida Jember, juga melaporkannya kepada Kores 1033 Jember. Mengenai perbedaan jumlah korban, Hizbullah mengatakan: "Alhamdulillah kalau korban ternyata hanya sedikit. Apalagi kalau korban hanya lima orang, lebih alhamdulillah lagi." Sejak semula ketiga anggota DPR-RI itu menyarankan dibentuknya sebuah Komisi Pencari Data untuk menangani kasus Jember". Tapi menurut Soedomo, hal itu tidak perlu. "Nanti sebentar-sebentar bikin komisi seperti itu," katanya. Menurut Laksusda Ja-Tim, pembunuhan, penganiayaan dan pengrusakan itu antara lain terjadi di Kecamatan Jenggawah, Tanggul, Bangsalsari, Panti, Tempurejo, Mumbulsari, Sukorambi. Selain yang meningal, ada lima tukang santet luka-luka berat. Sedang kerugian harta-benda: lima rumah tukang santet rusak ringan, sebuah gudang tembakau terbakar, sebuah sepeda motor dan sepeda biasa rusak. Tak kurang dari 118 orang telah ditahan. Di antara mereka 19 orang kemudian dilepas karena dianggap hanya ikut-ikutan. Dari sisanya yang 99 orang, 31 orang di antaranya telah selesai diproses perkaranya. "Dan sisanya lagi masih dalam pemeriksaan," kata Witarmin, Pangdam VIII/Brawijaya. Akhirnya Witarmin berkesimpulan bahwa huru-hara tersebut berlatar-belakang balas-dendam. Artinya, belum nampak adanya latar-belakang politik. Tapi ia juga mengakui kurang lancarnya pelaksanaan tugas pengamanan, karena "terbatasnysa sarana komunikasi dan kendaraan." Soalnya peristiwa tersebut terjadi di pedukuhan atau desa yang jauh dari kota kecamatan. Jalan menuju ke tempat peristiwa juga agak jauh dan berat, "hingga bantuan keamanan sering mengalami hambatan." Tapi baik Witarmin maupun Hartawan menolak kesan seolah-olah aparat keamanan tidak bertindak, berpangkutangan, hingga kecolongan. "Dalam sebulan ini saja sudah 225 orang yang diduga mencuri ternak sapi ditahan. Dan sebagai barang bukti ada 87 ekor sapi yang disita," kata Hartawan. Witarmin juga menegaskan bahwa aparatnya tidak tinggal santai. Ia mengeluarkan tiga buah buku laporan stensilan ukuran folio bersampul merah muda dan kuning dari tasnya. "Ini proses verbal dari peristiwa yang terjadi di tiga tempat pada akhir November 1980," katanya sambil membalik-balik buku dan dilengkapi foto-foto itu. Dua di antara tiga tempat itu -- Surabaya dan Kalisat (Jember) -- mirip pengrusakan seperti peristiwa anti-Cina di Ja-Teng "Sudah 100 orang yang ditangkap," katanya. "Bayangkan betapa pedihnya petugas yang merasa sudah berbuat dengan baik tapi lantas disebut berpangku-tangan. Tanpa dicek lagi, tuduhan itu dijeplakkan (diomongkan) begitu saja," tambahnya dengan nada tinggi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus