Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Aturan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang awalnya hanya bagi PNS menuai protes dari sejumlah pihak. Pada 20 Mei 2020 Jokowi mengubah aturan tersebut melalui PP Nomor 21 Tahun 2024 di mana peserta yang termuat dalam Tapera termasuk pekerja swasta dengan usia paling rendah 20 tahun, sudah menikah, dan memiliki penghasilan sedikit sebesar upah minimum gaji akan dipotong 2,5 persen tiap tanggal 10 dan 0,5 persen dibayarkan tempat kerja.
Jokowi pun menanggapi sejumlah kritik yang dilayangkan pengamat serta masyarakat atas kebijakan baru ini, kebijakan ini sudah melalui tahap perhitungan yang telah disesuaikan atas kemampuan masyarakat. Sama seperti BPJS, Tapera juga nantinya masyarakat akan merasakan manfaatnya. Pro dan kontra sangat wajar terjadi selama kebijakan belum berjalan. Berikut 4 buntut soal aturan terbaru Tapera yang diberlakukan di Indonesia dengan melibatkan pekerja swasta.
1. Ketua MPR Minta Aturan Tapera Dikaji Ulang
Dikutip dari Antara, merespons aturan Tapera bagi pekerja swasta, Bambang Soesatyo selaku ketua MPR meminta pemerintah untuk mengkaji ulang aturan tersebut. Pria yang akrab disapa Bamsoet tersebut mengungkapkan kebijakan tersebut cukup memberatkan pekerja, terutama pegawai swasta. Bambang juga menyarankan adanya dialog keterbukaan antara pemerintah dengan para pekerja serta ahli terkait untuk penerapan regulasinya. Seharusnya kebijakan pemerintah diputuskan tidak gegabah apalagi hal ini berkaitan dengan ekonomi masyarakat Indonesia.
2. DPR Akan Panggil Pemerintah untuk Evaluasi Kebijakan Tapera
Muhaimin Iskandar selaku wakil ketua DPR ikut menyuarakan kontranya atas kebijakan baru Tapera yang memotong 2,5 persen gaji pekerja swasta. Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut berencana memanggil pemerintah untuk menjelaskan bagaimana regulasinya serta akan mengevaluasi kebijakan.
Ia menilai pemotongan gaji untuk Tapera bagi pekerja swasta dirasa kurang tepat mengingat saat ini ekonomi masyarakat Indonesia sedang tidak berdaya. Selain itu Muhaimin juga akan memanggil kelompok buruh dan industri perbankan yang terlibat dalam program tersebut.
3. APINDO Tolak Tapera Karena memberatkan
Kebijakan baru Tapera yang baru saja diteken Jokowi pada 20 Mei lalu tampaknya menyulut Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) untuk menolak keras aturan tersebut. Shinta Khamdani selaku ketua umum APINDO berujar program Tapera terbaru memberatkan baik dari sisi pekerja maupun pemberi kerja. Terlebih pekerja telah menanggung iuran BPJS mencapai 18,24 persen hingga 19,74 persen. Jika ditambah iuran Tapera tentu semakin berat, menurut Shinta fasilitas perumahan pekerja bisa memanfaatkan Manfaat Layanan Tambahan (MLT) dari sumber dana program Jaminan Hari Tua (JHT).
4. Pakar Sebut Tapera Bertentangan dengan UUD 1945
Tamil Selvan sebagai Komunikolog Politik dan Hukum Nasional menyampaikan PP Tapera bisa batal karena menyalahi amanah Pasal 28H Ayat 1 yang mendasari lahirnya UU 4/2016 tentang Tapera. Pasal 28H ayat 1 berisi hak warga negara untuk mendapatkan perumahan yang layak, tetapi menurut Tamil pemerintah seolah 'memaksa' aturan ini sebagai bentuk kewajiban untuk ikut program Tapera. Secara hukum harusnya sudah cacat syarat dan dikatakan batal jika Indonesia masih menjunjung tinggi hukum konstitusi.
MELINDA KUSUMA NINGRUM | RIRI RAHAYU
Pilihan Editor: Ragam Program Serupa Tapera
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini