Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini, 50 tahun Tempo. Peristiwa kelam yang terjadi dalam sejarah pers Indonesia terjadi pada 21 Juni 1994 dengan dibredelnya majalah Tempo. Peristiwa itu terjadi 27 tahun silam di masa Orba.
Sebelumnya, Tempo juga pernah dibredel pada 1982 dikarenakan majalah Tempo yang mengkritik rezim Orde Baru dengan kendaraan politik barunya yaitu, Partai Golkar. Setelah melakukan negoisasi akhirnya Tempo dapat terbit kembali.
Setelah berusia 12 tahun dari pembredelan yang pertama, majalah Tempo kembali dibredel beserta media lainnya yaitu majalah Editor dan tabloid Detik. Saat itu Tempo melayangkan kritikan yang ditujukan kepada pemerintah, terkait Menteri Riset dan Teknologi B. J. Habibie yang melakukan pembelian 39 kapal perang bekas dari Jerman Timur.
Pemberitaan Tempo yang juga mengaitkan terjadinya indikasi korupsi pada kasus tersebut dianggap mengganggu stabilitas nasional oleh pemerintahan Orde Baru. Pembredelan ini diumumkan Direktur Jenderal Pembinaan Pers dan Grafika Kementerian Penerangan, Subrata, atas nama Menteri Penerangan Harmoko.
Baca: Malam Ini, Peringatan 50 Tahun Tempo Digelar
Salahsatu evaluator sikap pemberitaan Tempo dan aktivis yang masuk kedalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), (alm) Rahman Toleng, mengatakan bahwa dengan pembredelan saat itu menunjukkan eksistensi Tempo sebagai media yang memiliki sikap kritis kepada penguasa.
Baca: 50 tahun Tempo, Kebebasan Pers dan Bolak Balik Kena Bredel
Menukil dari memoar Goenawan Mohamad, pendiri Tempo tentang sekelumit kisah pemberedelan tahun 1994, ketika masa itu sudah tidak ada tanda lagi bahwa surat kabar ini akan terbit kembali. Ditambah Rezim Soeharto mengingatkan untuk mengganti nama baru jika ingin terbit kembali.
Erik Samola, Pemimpim Umum Tempo saat itu mendapatkan undangan dari Hashim Djojohadikusumo, adik Prabowo Subianto, jenderal dan menantu Presiden Soeharto kala itu. GM sapaan akrab Goenawan dan teman lainnya menduga bahwa pertemuan antara Erik dan Hashim bukan pertemuan biasa, sebab Hashim tidak mengenal Erik.
Erik yang saat itu didampingi Istrinya, Doke, dan dua anggota pemimpin Tempo lainnya, Haryoko Trisnadi dan Mahtum. Hal ini dikarenakan Erik sedang sakit dan tidak bisa berbicara.
Ketika itu Hashim melayangkan ultimatum kepeda mereka, yang menyatakan apabila Tempo ingin menerbitkan kembali medianya harus memberikan shareholder penuh kepadanya dan berhak menyeleksi jajaran pemimpin Tempo sesuai kriterianya. Namun ultimatum tersebut ditolak oleh seluruh jajaran Tempo saat itu, termasuk GM di dalamnya.
GM juga menuliskan ketika ia bertemu dengan Sarwono Kusumaatmadja, (Menteri Negara Lingkungan Hidup), salah satu menteri yang menunjukkan simpati kepada majalah Tempo sepekan setelah ultimatum yang dilayangkan oleh Hashim, Sarwono bertanya mengapa GM melawan keras tindakan pembredelan tersebut, “It is about self-respect,” kata GM dalam memoar yang pernah diupload di akun Facebooknya. Setelah lengsernya Soeharto pada 1998, majalah Tempo kembali terbit hingga hari ini, 50 tahun Tempo kini berusia.
GERIN RIO TEMPO
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini