Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Magelang - Pemerintah Kota, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Magelang bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan gencar menangani 52 anak tidak sekolah (ATS) yang tersebar di tiga kecamatan dan 17 kelurahan di Kota Magelang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pamong Belajar Ahli Muda Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Magelang Ali Makhrus mengatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi anak tersebut enggan bersekolah lagi. "Faktor yang mempengaruhi anak-anak tersebut putus sekolah, yakni keterbatasan fisik atau disabilitas, trauma, ekonomi," kata dia saat ditemui Tempo, Sabtu, 8 Juli 2023,
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Ali, 52 ATS tersebut merata tingkatannya, yakni SD hingga SMA di kategori usia 7-21 tahun. "Kami terus melakukan pendekatan masif kepada ATS agar mereka bersedia bersekolah lagi, meskipun itu dalam bentuk pendidikan non formal," kata dia.
Sebagai bentuk penanganan ATS, Ali mengatakan pihaknya mewajibkan setiap sekolah, negeri maupun swasta kini harus siap menerima ATS. "Meskipun persentasenya hanya sedikit. Selain itu, disdikbud juga mengupayakan agar siswa yang belum memiliki Kartu Indonesia Pintar (KIP), bisa segera memilikinya," ujarnya.
Cara tersebut dilakukan agar ATS yang memiliki kendala ekonomi tetap mau bersekolah dan tidak terbebani oleh biaya.
Sementara itu, untuk faktor trauma, Ali mengatakan hal tersebut bisa dipengaruhi karena adanya perundungan atau bullying. Tak hanya itu, faktor trauma bisa disebabkan karena adanya masalah antara anak dengan guru atau orang tuanya.
"Sedangkan penanganan anak disabilitas ringan akan kita assessment kerja sama dengan RSJ Prof dr Soerojo dan RSUD Tidar bagian tumbuh kembang anak. Sehingga nanti tidak salah dalam mendidik," kata Ali.
Ali mengatakan upaya penanganan ATS menjadi bagian dari upaya Pemerintah Kota Magelang dalam pemerataan pendidikan di wilayahnya tanpa terkecuali. "Setelah diberikan assessment, mereka akan dikelompokkan. Barulah ditangani oleh guru pendamping khusus," ujarnya.
Ketika mereka tidak mau kembali ke sekolah formal, menurut Ali, tidak menutup kemungkinan bisa dilakukan dengan homeschooling. Dengan demikian, siswa tersebut tetap berhak mendapatkan ijazah sesuai dengan pendidikan yang ditempuh.
"Nantinya, fasilitator yang datang ke rumah ATS atau bisa juga dikelompokkan ke Balai Belajar agar anak merasa lebih nyaman," kata Ali.
Ada pamong belajar
Ali juga menuturkan Kota Magelang mempunyai pamong balai belajar yang ditempatkan. Setiap kelurahan memiliki dua pamong.
"Sehingga totalnya ada 34 pamong yang tersebar di 17 kelurahan," kata Ali.
Terlebih, Ali menilai sektor pendidikan menjadi satu indikator untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dengan begitu, ATS memang perlu dientaskan dengan memberikan fasilitas kepada mereka agar mau bersekolah lagi.
"Harapannya pak Wali Kota Magelang, IPM kita bisa naik. Kami juga berharap, Kota Magelang zero ATS," kata Ali.