Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tepat hari ini 53 tahun lalu Majalah Tempo terbit perdana pada 6 Maret 1971. Sebelumnya, pada Februari 1971, terbit edisi perkenalan majalah Tempo tanpa tanggal dengan cover berjudul “Tragedi Minarni dan Kongres PBSI” menampilkan atlet bulu tangkis Minarni Soedarjanto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selanjutnya, 6 Maret 1971 edisi perdananya terbit dengan cover berjudul “Film Indonesia: Selamat Datang, Sex.” Dalam masthead terbitan awal tertera Yayasan Jaya Raya, Jaya Press sebagai penerbit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tempo didirikan oleh enam wartawan yakni Goenawan Mohamad (GM), Harjoko Trisnadi, Fikri Jufri, Lukman Setiawan, Usamah, dan Christianto Wibisono. Mereka berunding dengan Ciputra selaku pendiri atau ketua Yayasan Jaya Raya, serta Eric Samola yang menjabat sebagai sekretaris. Rapat dilaksanakan di kantor Ciputra, di kawasan Proyek Senen yang kemudian menghasilkan dibentuknya majalah Tempo bermodal dari Yayasan Jaya Raya.
Sebelum bernegosiasi dengan Ciputra, asal-usul berdirinya Tempo sebenarnya dimulai secara tidak langsung pada 1969. Saat itu sekelompok pemuda bermimpi untuk membuat majalah berita mingguan. Upaya ini menghasilkan terbitnya majalah bernama Ekspres, dengan beberapa tokoh seperti GM, Fikri Jufri, Christianto Wibisono, dan Usamah menjadi bagian dari pendiri dan pengelola awal.
Namun, terjadi perpecahan karena perbedaan prinsip antara redaksi dan pemilik modal utama. Goenawan dan rekan-rekannya keluar dari Ekspres pada 1970. Di tempat lain di Jakarta, Harjoko Trisnadi menghadapi masalah dengan Majalah Djaja, yang dikelola oleh Pemerintah DKI sejak 1962 dan mengalami kesulitan terbit.
Dalam menghadapi situasi ini, karyawan Djaja menulis surat kepada Gubernur DKI saat itu, Ali Sadikin, meminta agar majalah tersebut diswastakan dan dikelola oleh Yayasan Jaya Raya, yang merupakan yayasan di bawah Pemerintah DKI. Ini kemudian memicu pertemuan tiga pihak dan akhirnya melahirkan Majalah Tempo.
Asal Usul Nama Tempo
Nama "Tempo" dipilih karena empat alasan. Pertama, singkat dan mudah diucapkan oleh orang Indonesia dari berbagai daerah. Kedua, terdengar netral tanpa mengejutkan atau merangsang. Ketiga, tidak melambangkan golongan tertentu. Keempat, arti "Tempo" sederhana, yaitu waktu, yang umum digunakan oleh banyak penerbitan jurnalistik di seluruh dunia.
Tiga tahun kemudian, pada 4 Februari 1974, Yayasan Jaya Raya dan PT Pikatan mendirikan PT Grafiti Pers, dengan kepemilikan saham bersama 50 persen masing-masing. PT Pikatan dibentuk oleh pendiri Tempo agar karyawan memiliki kesempatan memiliki saham. Sejak saat itu, PT Grafiti Pers juga tercantum sebagai penerbit majalah Tempo.
Majalah Tempo pada awalnya menampilkan artikel tentang seni, gaya hidup, dan perilaku yang terasa segar dan baru. Meskipun mulai diterima di pasaran, majalah ini menghadapi sejumlah tantangan selama perjalanannya.
Berkali-kali MajalahTempo Dibredel Masa Orde Baru
Tempo pertama kali dibredel pada 1982 ketika Orde Baru berkuasa. Saat itu, Tempo dibredel karena dianggap terlalu tajam mengkritik rezim Orde Baru dan kendaraan politiknya, Partai Golkar. Pembredelan itu dilakukan Pemerintah terhadap Majalah Tempo terkait Pemilu 1982.
Pembredelan kedua terjadi pada 21 Juni 1994, ketika Majalah Tempo dibredel oleh pemerintah melalui Menteri Penerangan Harmoko. Alasan pembredelan ini adalah karena Tempo dianggap terlalu kritis dalam mengkritik Habibie dan Soeharto terkait pembelian kapal bekas dari Jerman Timur. Setelah Soeharto lengser pada 21 Mei 1998, mantan karyawan Majalah Tempo melakukan pertemuan ulang. Hasilnya, disepakati bahwa Majalah Tempo harus kembali terbit. Sejak 6 Oktober 1998, majalah ini kembali diterbitkan di bawah manajemen PT Arsa Raya Perdana.
Selama perjalanan majalah ini, berbagai ujian datang, termasuk serangkaian teror. Salah satunya adalah pelemparan bom molotov ke kantor redaksi Majalah Tempo di Jalan Proklamasi 72, Menteng, Jakarta Pusat, pada dini hari setelah majalah tersebut menerbitkan laporan tentang Rekening Gendut Para Jenderal.