Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

63 Tahun Lalu, Soekarno Keluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Bubarkan Dewan Konstituante

63 tahun lalu, Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sebagai tanda peralihan demokrasi liberal menjadi demokrasi terpimpin.

5 Juli 2022 | 18.31 WIB

Soekarno Presiden pertama Indonesia di Jakarta, saat para fotografer meminta waktu untuk memfotonya Presiden Sukarno tersenyum, dengan mengenakan seragam dan topi, sepatu juga kacamata hitam yang menjadi ciri khasnya. Sejarah mencatat sedikitnya Tujuh Kali Soekarno luput, Lolos, Dan terhindar dari kematian akibat ancaman fisik secara langsung, hal yang paling menggemparkan adalah ketika Soekarno melakukan sholat Idhul Adha bersama, tiba tiba seseorang mengeluarkan pistol untuk menembaknya dari jarak dekat, beruntung hal ini gagal. (Getty Images/Jack Garofalo)
Perbesar
Soekarno Presiden pertama Indonesia di Jakarta, saat para fotografer meminta waktu untuk memfotonya Presiden Sukarno tersenyum, dengan mengenakan seragam dan topi, sepatu juga kacamata hitam yang menjadi ciri khasnya. Sejarah mencatat sedikitnya Tujuh Kali Soekarno luput, Lolos, Dan terhindar dari kematian akibat ancaman fisik secara langsung, hal yang paling menggemparkan adalah ketika Soekarno melakukan sholat Idhul Adha bersama, tiba tiba seseorang mengeluarkan pistol untuk menembaknya dari jarak dekat, beruntung hal ini gagal. (Getty Images/Jack Garofalo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Tepat 63 tahun lalu di hari yang sama, Presiden Pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dekrit ini menandai perubahan sistem pemerintahan di Indonesia dari demokrasi liberal menjadi demokrasi terpimpin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Bermula saat Bung Karno mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959. Melansir dari Majalah Tempo 19 Mei 2008, dekrit ini merupakan keputusan Presiden Sukarno membubarkan lembaga tertinggi negara konstituante sebagai hasil Pemilu 1955. Pembubaran itu lantaran lembaga dianggap gagal menghasilkan konstitusi baru untuk menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kemudian, pada 5 Maret 1960 Presiden Soekarno membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan menggantinya dengan DPR-GR. Bukan tanpa alasan, terdapat sejumlah sebab yang membuat Presiden Soekarno membubarkan DPR hasil Pemilihan Umum (Pemilu) saat itu.

Mengutip dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, dekret ini dikeluarkan sebagai akibat dari kegagalan Badan Konstituante dalam menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) Pengganti UUD Sementara 1950. Selain itu, dorongan sosial dan tensi politik kala itu menunjukkan kecenderungan adanya pendesakan untuk kembali pada UUD 1945.

Sebagai informasi, sebelum Dekret Presiden 5 Juli dikeluarkan, sistem pemerintahan di Indonesia menggunakan model demokrasi liberal dengan berlandaskan UUD Sementara 1950. Namun, di dalam panitia perumus Dewan Nasional muncul usulan tertulis yang diajukan oleh Mayor Jenderal AH Nasution untuk kembali menggunakan UUD 1945 sebagai dasar negara.

 Alhasil, berdasarkan usulan tersebut dan desakan politik yang muncul, Soekarno akhirnya mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959. 

Setidaknya, terdapat tiga poin penting dalam dekrit presiden ini, meliputi:

  1. Pembubaran Dewan Konstituante;
  2. Tidak berlakunya UUD Sementara 1950 dan pemberlakuan kembali UUD 1945; dan
  3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Sementara (MPRS) yang terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), utusan daerah dan golongan, serta Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).

Dekrit presiden ini setidaknya membawa tiga dampak langsung bagi kehidupan pemerintahan di Indonesia. Pertama, kehadiran dekrit ini memberhentikan segala tugas kabinet, parlemen, dan periode sistem parlementer. Kedua, dekrit ini menjadi penanda berakhirnya sistem pemerintahan parlementer. 

Ketiga, dekrit ini meminimalisasi peranan parlemen dan partai politik dalam dinamika pemerintahan di Indonesia sehingga kepemimpinan dipegang langsung oleh Soekarno. Kemudian, sistem pemerintahan pada masa itu dikenal dengan istilah demokrasi terpimpin.

ACHMAD HANIF IMADUDDIN 

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus