Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

ABC Sebuah Anggaran

Menteri pan/wakil ketua bappenas, mengenai siap (sisa anggaran pembangunan) dan mengenai rapbn 1980/1981. (nas)

19 Januari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANYAK soal telah dijawab Menteri PAN/Wakil Ketua Bappenas Dr. J.B. Sumarlin ketika menerima wartawan TEMPO A. Margana dan Susanto Pudjomartono. Beberapa petikan dari wawancara khusus itu: Anda beranggpan, SIAP (Sisa Anggaran Pembangunan) yang mencapai sekitar 25% masih wajar. Kenapa? SIAP ini di mana-mana saja suatu hal yang normal. Di Indonesia, dalam menyusun anggaran kita pakai perkiraan 12 bulan untuk pelaksanaan. Tapi yang benar-benar efektif dalam prakteknya adalah 9-10 bulan. Misalnya RAPBN diundangkan 1 April mulai berlaku -- sama dengan awal tahun fiskal. Selama 1-3 bulan diperlukan untuk persiapan pelaksanaan secara fisik di lapangan. Dengan demikian tiap akhir tahun fiskal ada sisa anggaran yang belum dipakai. Sisa anggaran ini tak berarti hangus. Ia dialihkan ke anggaran berikutnya. Dengan demikian terjamin kontinyuitas suatu proyek. SIAP juga berfungsi orang menjalankan proyek tanpa merasa perlu "ngebut". Tidak lagi seperti dulu kalau menjelang tutup tahun anggaran belum habis, para petugas bikin apa saja untuk menghabiskannya -- seminar di sini, lokakarya di sana, berpindah dari satu hotel ke hotel lain. Maka lahirlah yang disebut "turis-turis abidin", para pejabat yang bepergian untuk workshop atas biaya dinas. Berapa persentase SIAP yang wajar? Sekitar 20-25%. Adakah penurunan dari tahun ke tahun? Dalam Pelita I, rata-rata SIAP sebesar 20-25%. Pelita II agak naik, barangkali sekitar 30%. Pelita III, dalam tahun 1979-80, lebih dari 30%. Apakah bisa disebut, SIAP itu bukti kurangnya efisiensi dan efektivitas para pelaksana? SIAP yang normal, bukan. Tapi kalau sampai 40% atau 50%, harus diteliti. Mungkin perencanaannya yang kurang baik, atau persiapannya kurang matang. Atau ada faktor lain seperti bencana alam, yang berada di luar perencanaan Di tahun 1979-1980 ada SIAP yang 30% karena beberapa Daftar Isian Proyek (DIP) yang harus ditinjau kembali akibat adanya Kenop-15. RAPBN 1980-81 begitu besar, dan sebagian besar -- sampai 80% -- diperoleh dari hasil penjualan minyak ditambah utang atau bantuan dari luar negeri. Bagaimana kalau terjadi sesuatu di luar negeri itu? Sudah diperhitungkan. Dari anggaran Rp 10,5 trilyun itu, bantuan luar negeri yang hanya Rp 1,5 trilyun adalah pelaksanaan bantuan -- termasuk bantuan kredit ekspor -- yang sudah diteken dulu. Dan tentang minyak, yang hasil penjualannya memasukkan uang Rp 6,4 trilyun, diperhitungkan berdasarkan asumsi bahwa harga minyak 198081 rata-rata US$ 30 per barrel. Januari saja sudah naik US $ 27,5. Jadi cukup aman -- mudah-mudahan tak ada faktor luar biasa yang membikin pengaruh besar. Jika kita sudah cukup optimistis dalam hal penerimaan, bagaimana dengan masalah pengeluaran? Sudahkah diperhitungkan pengeluaran yang terlampau besar, karena terlampau optimistis? Tentu harus berdisiplin. Pada prinsipnya, tiap tahun harus tak ada Anggaran Belanja Tambahan (ABT). Dan dalam hal disiplin, pengalaman kita selama ini berjalan baik. Kali ini anggaran rutin lebih besar. Untuk sekitar 2,5 juta pegawai negeri (ditambah keluarganya, hingga total 12,5 juta jiwa) disediakan anggaran rutin sebesar kira-kira Rp 2 trilyun. Bisakah peningkatan daya beli 10% penduduk itu mendorong kegiatan ekonomi secara berarti? Begini. Peningkatan kegiatan ekonomi secara nasional sangat dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah yang begitu besar. Jadi dalam kehidupan ekonomi tak bisa dipisahkan pengaruh dari anggaran yang rutin dan anggaran pembangunan. Misalnya pegawai swasta juga akan meningkat daya belinya. Petani Juga -- yang merupakan sebagian besar rakyat -- mendapatkan subsidi. Misalnya subsidi pupuk, dan juga dinaikkannya harga gabah setiap menjelang musim panen. Bagaimana dengan kemungkinan meningkatnya inflasi? Akankah pemerintah melaksanakan kredit ketat seperti tahun lalu? Tidak, tapi kredit yang terarah. Dalam pada itu pengendalian inflasi bisa dilakukan dengan dua jalan. Yang pertama ialah mengendalikan uang yang beredar di masyarakat. Yang kedua ialah menyediakan barang kebutuhan pokok sehari-hari serta barang lain. Kalau perlu kita impor. Berapa menurut pemerintah perkiraan inflasi tahun ini? Waktu menyusun Repelita III tempo hari, diperkirakan 10%. Tapi itu perkiraan lama. Saya pribadi memperkirakan sekitar 15%. Dalam RAPBN yang akan dibahas DPR sebentar lagi, kami lihat sektor "pengembangan dunia usaha" mendapatkan persentase yang jauh lebih besar dibanding persentasenya di tahun lalu. Bagaimana penggunaannya? Dunia usaha terdiri dari banyak unsur. Yang besar berupa dana untuk memperkuat permodalan perusahaan negara. Misalnya, seperti yang disebut Presiden, PT Nurtanio, Pulau Batam dan lain-lain. Ditambah lagi, juga kredit candak kulak dan kredit lain untuk golongan ekonomi lemah. Sedangkan untuk mengembangkan dunia usaha secara umum, tak hanya dari dana anggaran, tapi juga dari kredit perbankan yang saya sebut tadi. Dalam tahun kedua Repelita III, seperti tercermin dalam RAPBN 1980/1981, sektor industri berkurang alokasinya -- baik dalam persentasenya terhadap jumlah anggaran pembangunan maupun dalam rupiahnya. Kenapa ini? Perlu diingat, sektor industri yang dicantumkan dalam RAPBN itu ialah industri yang ditangani pemerintah. Di luar itu, ada kredit ekspor untuk perusahaan swasta. Jadi tak berarti perhatian untuk industri turun. Kalau turun, tidak sesuai dengan kebijaksanaan pembangunan. Anggaran pembangunan dimaksudkan menunjang pengembangan industri atau kegiatan ekonomi, dengan dana kredit dalam negeri atau pemasukan modal dari luar untuk sektor swasta. Ada yang mendapat kesan seakanakan sektor pendikan dalam RAPBN 1980-1981 yang terbesar alokasinya. Bahkan sektor Hankam turun. Ini mengesankan adanya pergeseran kebijaksanaan. Benarkah? Sebetulnya tak ada pergeseran. Sektor pendidikan tidak mendapatkan bantuan proyek yang besar seperti sektor lain, misalnya pertanian dan pengairan, sektor perhubungan dan pariwisata. Tapi memang pendidikan dapat perhatian besar, karena dalam 1980-81 kita mencoba melaksanakan amanat Garis-Garis Besar Haluan Negara, misalnya pelaksanaan program Wajib Belajar. Kebetulan pertumhuhan ekonomi kita mampu untuk menaikkan sektor itu. Sektor Hankam juga mulai naik, dari Rp 100 milyar jadi Rp 250 milyar. Berapa pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dari 1980-81? Tahun 1979-80 sekitar 6,5%. Tahun depan sekurang-kurangnya sekitar itu. Dan itu bisa dicapai. Dalam buku RAPBN, memang sering orang kacau karena anggaran dibagi secara "sektoral", bukan "departemental". Jika secara "departemental" jelas, siapa penanggungjawab anggaran "sektoral"? Departemen-departemen yang mempunyai sektor itu. Misalnya sektor pendidikan hampir semua departemen mempunyainya. Tapi kebijaksanaan pendidikan umum dan kejuruan menjadi tanggungjawab Menteri P&K. Umpamanya Akademi Industri, milik Departemen Perindustrian, harus tunduk pada ketentuan Menteri P&K dalam hal kurikulum, ijazah dan sebagainya. Peningkatan anggaran jadi tanggungjawab departemen yang merasa memilikinya. Bagaimana proses departemen memperoleh besarnya anggaran berbagai program sektoral untuk departemennya? Pertama-tama, departemen mengajukan usul, yang masih berupa daftar dan penjelasan. Diajukan sekitar September-Oktober. Isinya proyek-proyek yang selama ini mereka lakukan, dan permintaan anggarannya. Juga ada daftar proyek-proyek baru. Berdasarkan itu, Bappenas meneliti seberapa jauh kebutuhan departemen itu, seberapa jauh pula itu sesuai dengan prioritas nasional. Juga dilengkapi bahan dari daerah, dari Bappeda. Melihat peningkatan anggaran, yang berarti peningkatan kerja, mampukah Bappenas menanganinya? Sebagai aparat, harus bisa. Kalau memang kurang tenaga, ya harus ditambah. Kalau kurang sempurna tata cara pengelolaan, ya harus disempurnakan. Proses menyempurnakan aparatur adalah proses yang kontinyu. Kelihatannya penertiban aparatur negara akan ditingkatkan, melihat anggaran yang bertambah untuk sektor ini, mencapai Rp 147 milyar, lebih besar dari untuk sektor Hukum dan Industri sekaligus. Buat apa saja uang itu? Lebih banyak untuk fasilitas kantor, seperti gedung. Misalnya bagi departemen yang direktoratlenderalnya terserak ke mana-mana, bagaimana menterinya bisa mengawasi itu? Nantinya, semua dirjen suatu departemen dikumpulkan dalam satu gedung. Di samping itu, anggaran sektor itu juga untuk peningkatan pengawasan. penyalurannya melalui lembaga pengawasan seperti Inspektor di Jenderal, atau lembaga seperti Badan Pengawas Keuangan. Anggaran untuk Opstib? Itu dari sektor Hankam. Berapa persen target kebocoran yang bisa ditanggulangi? Sukar menentukan persentase kebocoran. Apa yang disebut "kebocoran" itu juga macam-macam interpretasi dan pengertiannya. Bagaimana kebijaksanaan tentang anggaran "non-budgetair"? Kalau sistem anggaran baik, tidak ada anggaran yang "non-budgetair" itu. Semuanya menurut budget. Dalam RAPBN 1980-81, dana untuk proyek Inpres (Instruksi Presiden) besar sekali. Siapa yang bertanggungjawab atas pelaksanaannya? Dana proyek Inpres merupakan bantuan pelaksanaan pembangunan daerah. Dalam pelaksanaannya juga terlibat tanggungjawab pemerintah daerah. Bahkan ada yang 100% tanggungjawab daerah, misalnya proyek Inpres Desa. Dalam hal proyek Inpres untuk penghijauan, misalnya, bibit dan dana disediakan Pusat. Daerah yang melaksanakan. Untuk Inpres SD (Sekolah Dasar), pemerintah pusat menyediakan dananya, daerah tanahnya. Tanggungjawab teknis edukatif di tangan Menteri P&K. Nampaknya dana Inpres yang besar itu belum jelas penanggungjawab dan pengawasannya. Tak perlukah ada satu pejabat yang bertanggungjawab? Sedang dipertimbangkan pens cmpurnaan organisasi Departemen Dalam Negeri. Antara lain di bidang pembangunan daerah, dipertimbangkan adanya satu aparat. Apakah tingkat direktur atau direktur jenderal, sedang digodok. Dulu saya perkirakan akan selesai Januari ini. Tapi mengubah organisasi 'kan tidak mudah. Kembali ke soal aparatur pemerintah. Tahun ini gaji dinaikkan. Berapa besar perbandingan gaji tertinggi pegawai negeri dengan gaji yang terrendah ? Golongan I punya gaji Rp 13.600, dan golongan IVe sekitar Rp 130.000. Kalau nanti yang rendah naik 60% dan yang tertinggi naik 40%, perbandingannya kira-kira jadi Rp 21.700 dengan Rp 190.000. Atau 1 dibanding 8 setengah. Sebelumnya 1 : 10. Jadi, ya, sudah ada perbaikan. Terimakasih, Pak Marlin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus