Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

AJI Medan Tolak Penutupan Situs Suara USU yang Angkat Cerpen LGBT

AJI medan menolak penutupan situs Suara USU yang mengangkat cerpen soal diskriminasi LGBT

23 Maret 2019 | 09.41 WIB

Anggota komunitas LGBT Thailand mengikuti Pawai Hari Kebebasan Gay di Bangkok, Thailand, Kamis, 29 November 2018. Hukum Thailand saat ini tidak mengakui pernikahan sesama jenis. REUTERS/Soe Zeya Tun
material-symbols:fullscreenPerbesar
Anggota komunitas LGBT Thailand mengikuti Pawai Hari Kebebasan Gay di Bangkok, Thailand, Kamis, 29 November 2018. Hukum Thailand saat ini tidak mengakui pernikahan sesama jenis. REUTERS/Soe Zeya Tun

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan angkat bicara perihal pemblokiran terhadap situs Suara USU (Universitas Sumatera Utara). Situs tersebut sudah tak bisa lagi diakses sejak 20 Maret 2019 setelah suarausu.co mengunggah cerita pendek yang diduga mengenai kelompok LGBT.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Kami menolak tindakan pencabutan sepihak yang dilakukan oleh rektorat USU terhadap sebuah karya fiksi yang terbit di media kampus," ujar Koordinator Bagian Advokasi AJI Medan Dewantoro melalui keterangan tertulisnya, Sabtu, 23 Maret 2019.

AJI Medan, kata Dewantoro, menilai sikap itu sewenang-wenang karena tidak sejalan dengan nilai demokrasi dan hak kebebasan berekspresi. Ia pun meminta agar pihak rektorat USU kembali mengaktifkan suarausu.co

Perkara ini bermula ketika cerpen berjudul Ketika Semua Menolak Kehadiran Diriku Didekatnya menjadi viral setelah dipromosikan lewat media sosial Suara USU pada Senin malam 18 Maret 2019.

"Kalau posting artikel. Suara USU selalu posting di website dulu, baru promo ke medsos. Waktu di website enggak ada kegaduhan. Waktu di medsos, enggak lebih 1x24 jam, langsung ribut. Suara USU dianggap pro LGBT," ujar Yael Stefany Sinaga, penulis cerpen tersebut saat dihubungi Tempo.

Yael mengatakan penyebab cerpen tersebut menjadi pembicaraan karena ada gambar pelangi yang dianggap sebagai lambang LGBT. Ditambah di salah satu paragraf, tertulis "Bedanya aku tidak menyukai laki-laki tapi aku menyukai perempuan walau diriku sebenarnya juga perempuan".

Padahal menurut Yael, cerita pendek yang dibuat tidak bermaksud mendukung penyebaran kelompok LGBT. Tapi tujuannya menulis cerita pendek tersebut untuk melawan proses diskriminasi yang terjadi terhadap golongan minoritas. Kelompok LGBT diangkat hanya untuk menjadi contoh saja.

AJI Medan mendesak Dewan Pers turut andil dalam penyelesaian kasus ini, mengingat persma termasuk dalam kuadran ke dua yang merupakan kelompok media yang tak terverifikasi di Dewan Pers. "Tapi isi beritanya memenuhi standar jurnalistik dan kode etik jurnalistik," ucap Dewantoro.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus