Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Akademisi UGM Sepakat Revisi UU Parpol dan UU Pemilu Dilakukan Bersamaan, Ini Alasannya

Akademisi UGM, Mada Sukmajati, menilai UU Pemilu berkaitan erat dengan UU Parpol dan UU MD3.

10 Desember 2024 | 14.35 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warga memasukkan surat suara ke dalam kotak suara saat Pemungutan Suara Ulang (PSU) presiden dan wakil presiden di TPS 005 Desa Durung Banjar, Candi, Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis 22 Februari 2024. Pemungutan suara ulang dilakukan atas rekomendasi Panwascam (Panitia Pengawas Pemilihan Kecamatan) ke Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) karena ditemukan pelanggaran aturan pelaksanaan Pemilu. ANTARA FOTO/Umarul Faruq

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DOSEN Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Mada Sukmajati, mendukung revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik digelar bersamaan dan selaras dengan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum atau UU Pemilu.

“Saya sangat senang jika pembicaraan tentang revisi UU Pemilu itu juga dikaitkan dengan pembicaraan revisi UU Partai Politik dan UU MD3,” ujar Mada dalam webinar bertajuk ‘Agenda Reformasi Sistem Pemilu di Indonesia’ dipantau dari Jakarta, Senin, 9 Desember 2024.

Mada menuturkan UU Pemilu berkaitan erat dengan UU Partai Politik dan UU Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).

Menurut dia, dalam sebuah sistem politik, masukannya berasal dari partai politik, prosesnya berlangsung pada pemilu, dan hasilnya adalah lembaga legislatif atau eksekutif. “Kemudian dampaknya, outcome-nya, yang kita harapkan adalah peningkatan kesejahteraan Indonesia,” ucapnya.

Melihat panjangnya waktu yang dimiliki oleh DPR menuju persiapan Pemilu 2029, Mada menilai momen ini tepat untuk melakukan berbagai perubahan yang lebih sistematis untuk perpolitikan Indonesia. Dengan mengaitkan revisi UU Pemilu dengan revisi UU Parpol dan UU MD3, dia menilai perbaikan yang akan terjadi pada perpolitikan di Indonesia dapat lebih komprehensif dan tidak parsial.

“Rekayasa atau pengaturan yang kemudian kita akan lakukan untuk menata lembaga-lembaga politik bisa sifatnya orkestratif, bersamaan, tidak hanya parsial, tidak hanya pemilunya,” ujarnya.

Dia berharap langkah tersebut dapat berdampak pada transformasi sistem politik Indonesia ke depan. Mada juga meminta DPR secara aktif melibatkan masyarakat dalam merevisi berbagai undang-undang tersebut.

“Revisi Undang-Undang Pemilu ini perlu lebih partisipatif. Meskipun memang pembuat undang-undangnya adalah DPR, kami berharap ada nuansa partisipasi yang lebih kuat,” tuturnya.

DPR akan Merevisi Paket Undang-Undang Perihal Politik

Sebelumnya, Anggota Komisi II DPR sekaligus Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Ahmad Doli Kurnia mengatakan ada delapan undang-undang perihal politik yang dipertimbangkan untuk direvisi dengan metode omnibus law. Mulai dari adalah UU Pemilu, UU Pilkada, UU Partai Politik, UU MD3, UU Pemerintah Desa, dan UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Namun belakangan Ketua Komisi II DPR Muhammad Rifqinizamy Karsayuda menyebutkan komisinya akan mengevaluasi pelaksanaan pemilu melalui revisi terhadap paket UU yang berkaitan dengan politik. Rifqinizamy mengungkapkan setidaknya ada tiga paket UU politik yang dipertimbangkan, yaitu UU Pemilu, Pilkada, dan Parpol.

“(Omnibus law ini mencakup) ketentuan-ketentuan terkait dengan sengketa pemilihan umum yang sekarang terserak dan belum ada Kitab Undang-Undang Hukum Acara-nya," kata Rifqinizamy dalam rapat kerja dan rapat dengar pendapat bersama Kementerian Dalam Negeri dan sejumlah pejabat kepala daerah, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 20 November 2024.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Iqbal Kholidin, mengusulkan omnibus law politik bisa menjabarkan persoalan etika dalam pelaksanaan pemilu. Iqbal menilai permasalahan etika dapat berdampak buruk pada hasil pemilu, dalam hal ini menghilangkan legitimasi atau pengakuan masyarakat terhadap calon yang terpilih.

“Penting sekali untuk menjabarkan secara jelas masalah etika. Jangan hanya sekadar menggabungkan (undang-undang),” ujar Iqbal dalam seminar bertajuk ‘Dinamika Politik Keamanan Jelang Pilkada dan Bayang-Bayang Jokowi dalam Rezim Prabowo’ yang digelar di Jakarta, Senin, 25 November 2024.

Mendagri: Omnibus Law UU Politik Bisa Jadi Opsi Mengevaluasi Sistem Pemilu dan Pilkada

Adapun Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan usulan DPR untuk membuat omnibus law UU Politik bisa menjadi opsi mengevaluasi sistem pemilu sekaligus pilkada. Pemerintah, kata Tito, akan terlebih dulu mematangkan kajian untuk menyatukan tiga undang-undang pemilu, pilkada, dan parpol, sebelum membahas wacana ini dengan Presiden Prabowo Subianto.

“Itu kan opsi, tawaran, bisa diterima bisa tidak. Kita juga nanti mengundang para akademisi, lembaga pemerhati pemilu, civil society, untuk diskusi mana yang terbaik,” kata Tito usai mencoblos di TPS 001 Widya Chandra, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 27 November 2024.

Mantan Kapolri itu sepakat dengan Presiden Prabowo yang menilai sistem demokrasi di Indonesia sangat melelahkan dan memakan biaya. Hal itu juga sempat disampaikan Prabowo saat memberi sambutan dalam Mandiri Investment Forum 2024 di Fairmont Hotel, Jakarta, Selasa, 5 Maret 2024.

“Ada dampak positif demokrasi, tapi kan ada dampak negatif juga yang kita tidak boleh menutup mata. Otomatis tidak ada yang free. Semua politik biaya tinggi. Para kandidat mengeluarkan biaya yang tidak murah. Yang kalau dibandingkan dengan pemasukannya nanti ketika menjabat mungkin tidak ketutup,” kata Tito.

Mendagri menilai keadaan ini jadi salah satu akar masalah pidana korupsi dan keterpecahan di kalangan masyarakat. Namun Tito menegaskan terlebih dahulu dia akan mengumpulkan pemangku kepentingan di pemerintah maupun kelompok sipil untuk kekurangan dan kelebihan ide omnibus law politik itu. Dia mengatakan pemerintah tidak menutup solusi lain untuk mengatasi masalah-masalah yang muncul dalam penyelenggaraan pemilu.

Daniel A. Fajri, Annisa Febiola, Eka Yudha, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Alasan Wakil Ketua Komisi II DPR Usul Pemilu Dibagi dalam Tiga Babak

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus