PADA mulanya adalah Sabda "Ini kalimat pertama Injil Johanes.
Dan Sabda itu rupanya dianggap terlalu panjang.
Setidak-tidaknya, itulah alasan yang mendorong Reader's Digest
menerbitkan Bibel (Perjanjian Lama dan perjanjian Baru yang
sudah disingkat. Kitab itu hanya berisi 450.000 kata. Padahal
aslinya 800.000--dalam bahasa Inggris.
Reader's Digest, yang punya banyak pengalaman meringkas buku
buku tebal selama hampir 32 tahun, berharap bisa menyajikan
kurang-lebih sebuah kitab suci yang "gampang dicerna generasi
kacang goreng" istilah koran International Herald Tribune. Untuk
itu editor telah memotong tak kurang dari 50% bagian Perjanjian
Lama. Serta 25% Perjanjian Baru. Artinya Bibel Reader's Digest,
yang mulai beredar bulan ini di Amerika Serikat, praktis 40%
lebih pendek dibanding Revised Standard Version, versi haku yang
telah direvisi.
Kitab versi Reder's Digest itu bukan sekedar membuang bagian
silsilah nabi dan raja-raja yang berkepanjangan. Atau
menghilangkan cerita pembantaian. Di dapur penerbit, setiap
pasal--bahkan kalimat -- disunat sependek mungkin. Malah
kata-kata Yesus sendiri dibuang sekitar 10%, untuk menghindari
pengulangan. Dan bila Tuhan, dalam Perjanjian Lama, dianggap
"agak terlalu banyak bicara", yah, potong saja.
Maka ribuan kata, pendapat dan penuturan kejadian, disingkirkan.
Juga lukisan letak suatu tempat atau bentuk sebuah bangunan yang
dianggap tidak penting. Wajah kitab itu pun tidak seperti yang
sudah-sudah, dua kolom. Bahkan angka-angka yang menunjukkan
ayat dan pasal sama sekali tak lagi bisa dijumpai. Tatap mukanya
menjadi tidak jauh berbeda dari buku novel. Ukuran alinea
rata-rata lebih panjang. Dan seperti lumrahnya buku novel, Bibel
baru ini punya prakata singkat dan memikat -- yang jarang
dijumpai dalam kitab suci--dan daftar isi, tentunya.
Pendeknya, pembaca diharap tidak bakal jemu menyimah. Dan lagi,
menurut penerbit, isinya "masih asli". "Sekarang anda bisa
membacanya halaman demi halaman," kata pihak penerbit. Tak heran
bila Pat soone, penyanyi yang beken di tahun 1960-an itu,
mencatatkan dirinya dalam deretan pemesan pertama.
Pikiran untuk menyodorkan Bibel secara memikat sebenarnya datang
dari John Beaudoin, 1975. Kepala bagian peringkasan buku dari
Reader's Digest itu, punya gagasan -- yang kemudian mengilhami
penerbitnya. Katanya "Bibel memang paling laris terjual. Tapi
orang yang membacanya paling sedikit." Sifat kitab suci yang
bicara panjang lebar dan berulang-ulang itu, dengan gaya yang
asing bagi pembaca, benar-benar bikin bosan.
Sebenarnya di pasaran buku sudah ada beberapa usaha untuk
menarik pembaca. Untuk edisi Inggris misalnya, ada rhe Living
Bible dan Shorter Oxford Bible. Dalam Gereja Katolik Indonesia
juga pernah diperkenalkan "ringkasan" berjudul Hikayat Suci,
yang lebih banyak menampilkan sifat kesejarahan dan cerita. Tapi
rupanya usaha jenis itu dianggap masih "tambal sulam". Maka
setelah melakukan riset pasar, diputuskan untuk menerbitkan
Bibel "pop" itu.
TIM, yang dipimpin John E. Walsh itu lebih dulu menarik Bruce
Metzger sarjana kitab suci yang beken dari Pnlleeton, sebagai
editor umum. Di samping itu Digestpa minta izin Dewan Gereja
Nasional AS untuk menggunakan Bibel Revised Standard Version
sebagai bahan bakunya. Pilihan pertama mereka sebenarnya Bibel
Yerusalem dan Katolik. Namun seorang editor bilang, seperti
dituturkan Newsweek, dengan mengingat keadaan pembaca,
dikhawatirkan Digest akan "tidak bisa masuk pasar dengan sebuah
Bibel Katolik". Sedang versi Dewan Gereja itu "tergolong akurat
diterima banyak pihak dan punya nama,' kata Walsh.
Hampir 20 kali Walsh melakukan revisi selama tim
bekerja--berikut konsultasi dengan berbagai ahli sibel,
khususnya sebelum menggarap "bagian yang tumpang tindih," kata
Walsh.
Metzger sendiri, si ahli kitab suci yang juga menulis
prakatanya, pertamatama menylsun daftar bagian yang bisa
dipotong. Tapi juga pasal-pasal yang "tidak dapat dijamah"
--seperti Mazmur 23, bagian Doa Tuhan, dan ayat-ayat Sepuluh
Perintah Allah Nabi Musa. Di luar itu "tukang gunting" tim bebas
menyunat.
Beberapa bagian buku memang lebih banyak dipotong dibanding yang
lain. Misalnya Kitab Exodus (Keluaran) dan Tawarikh I. Keduanya
nyaris tinggal 30%. Injil Lukas dipotong 25%, sedang Kitab Ester
dan Maleakhi dipakai 3/5nya. Sementara Injil Yohanes dan Markus
masih bertahan 85%. Menurut Walsh, bagian yang paling sukar
diedit adalah Wahyu dan Samuel 1. "Ini lantaran banyak rangkaian
yang susah dipisahkan dalam cerita," katanya. Juga tergolong
sukar digarap Kitab Obaja dan Yesaya.
Digest masih memakai kata-kata khas kitab suci. Seperti langit
sebagai kata lain dari surga, menghampiri untuk bersetubuh, atau
mengenal, istilah lain dari menikah. Boleh dibilang 5% kata yang
digunakannya termasuk baru, meski sedapat mungkin tim memakai
istilah yang sudah dipakai di kitab itu sendiri.
Ada bagian yang lalu terasa kurang puitis. Misalnya Kitab
Yesaya. Bahkan ada yang jadi kurang menunjukkan keagungan. Tuhan
di situ terasa kurang menekankan perintah, dan bicara dalam gaya
lebih prosais, meski mungkin lebih gampang dimengerti. Misalnya
ritah yang diberikar liepada Nuh. Ditulis, dalam Kejadian 6 :
14, 15 dan 21 (dari Bibel terbitan Lembaga Alkitab Indonesia):
Buatlab bagimu sebuah bahtera dari kayu gofir bahtera itu harus
kau buat berpetak-petak dan harus kau tutup dengan pakal dari
luar dan dtiri dalam. Beginilah engkau harus membuat bahtera itu
tiga ratus hasta panjangnya, lima puluh hasta lebarnya dan tiga
puluh hasta tingginya . . . Dan engkau, bawala bagimu segala
apa yang dapat dimakan kumpulkanlah itu padamu untuk menjadi
makanan bagimu dan bagi mereka.
Dalam Bibel Digest, bila diterjemahkan Engkau harus membuat
sebuah bahtera dari kayu gofir dan membalutnya dengan pakal.
Buatlah dengan ukuran 450 kaki panjang, 75 kaki lebar dan 45
kaki tinggi. Juga bawalah segala macam makanan, cadangkan untuk
kamu dan mereka.
Namun ahli seperti Metzger tidak cemas. Bible baru itu
dimaksudkan sebagai skedar tambahan, bukan pengganti yang
rsmi. "Kami tidak berniat menhalangi orang membaca kitab suci
kata Walsh. "Kami cuma menarik minat mereka yang biasanya tidak
membacanya sama sekali."
HANYA saja, ketika berita tentang proyek itu disebarkan,
penerbit dihujani berbagai surat protes dan kecaman. Di tahun
1979 Rev. Jerry Falwell, tokoh fundamentalis yang banyak
pengikut, menulis surat ke sana dan menyebut rencana itu "sebuah
kesalahan serius". Falwell juga mencela Metzger sebagai telah
melawan Wahyu 22:18-19. yang melarang menambah atau mengurangi
"perkataan-perkataan dari kitab membuat ini." Pihak Digest
sebaliknya mengatakan, ayat di atas itu "sebenarnya hanya
menunjuk pada peringatan hal cipta", pada zaman ketika segala
manuskrip ditulis dengan tangan.
Falwell memang lalu menyatakan akan menulis serangkaian serangan
dalam majalah gerejanya. Toh pujian bukan tak ada--juga dari
kalangan rohaniwan. Tokoh Oral Roberts misalnya menganggap
terbitan baru itu berhasil "memelihara arus umum Bibel."
Untuk menawarkan kitab suci yan "tipis" itu, Reader's Digest
akan berkampanye besar-besaran lewat iklan-yang sedikitnya akan
menelan biaya US$ 100.000. Pembaca sendiri bisa mengukur kantung
untuk mendapatkan buku itu. Ukuran standar, dengan gambar sampul
matahari terbit di atas Gunung Sinai yang diselimuti debu,
berharga US$ 16,95. Edisi mewah dengan sampul kulit US$ 24,95.
Agak mahal memang, misalnya dibanding Bibel Protestan-Katolik
Indonesia terbitan Lembaga Alkitab Indonesia yang Rp 3.000. Akan
masuk ke sini, barangkali?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini