BILA selama ini sukses mahasiswa yang diterima lewat panduan
bakat atau proyek perintis II cuma diduga lewat pengamatan,
Rahmat Syahni Zakaria, 26 tahun, membuktikannya dengan sebuah
penelitian. Penelitian itu diajukan sebagai tesis di Fakultas
Pasca Sarjana IPB, 16 Juni lalu.
Rahmat, sarjana statistika IPB, membandingkan prestasi mahasiswa
tingkat pertama di IPB, UGM, dan ITB antara yang lewat tes
proyek perintis I dan proyek perintis (PP) II. Dengan melihat,
antara lain, nilai mutu rata-rata, Rahmat menghitung. Di IPB
angka persentase kelulusan mahasiswa PP II dari tahun pertama ke
tahun kedua sekitar 88%. Itu lebih besar 7% dibanding yang lewat
PP I. Di ITB angka selisih itu hampir sama. Di UGM lebih
sedikit: sekitar 8%.
Cuma, bila diambil yang mencapai angka lulus luar biasa,
perbedaan persentase itu membengkak. Mahasiswa IPB lewat PP II,
yang tergolong naik tingkat dengan nilai luar biasa ada sekitar
13%. Yang dari PP I cuma 4%. Di ITB, mahasiswa PP II mencapai
angka 20%. Prestasi itu hanya dicapai oleh 9% mahasiswa yang
lewat tes PP I. Pun di UGM, angkanya ialah hampir 13% untuk PP
II, cuma 5% untuk PP I.
Tapi yang menarik dari penelitian Rahmat, yang kini belajar di
Amerika Serikat untuk memperoleh doktornya, adalah penyimpangan
ramalannya tentang keberhasilan mahasiswa yang lewat tes masuk
PP I dan lewat angka rapor untuk PP Il. Dari nilai tes masuk PP
I, diramalkan keberhasilan mereka naik ke tahun kedua antara 50%
sampai 70%. Sementara untuk mahasiswa PP II, angka itu hanya
menunjuk 40% sampai 50%. Tapi, mengapa persentase keberhasilan
mahasiswa PP II ternyata lebih tinggi?
Rahmat kemudian mencoba mencari sebab penyimpangan ramalannya
itu. Ternyata mahasiswa PP I yang diduga akan memperoleh
persentase keberhasilan tinggi itu, adalah hasil karbitan.
Misalnya, karena mereka telah ikut bimbingan tes. Sementara
mahasiswa PP II yang diduga sebaliknya, pada dasarnya merupakan
bekas pelajar yang pandai semasa SMA-nya. Mereka diramalkan
lebih rendah persentase keberhasilannya, karena nilai rapornya
tidak tinggi. Menurut Rahmat, disebabkan SMA tempat mereka
pernah sekolah, pelit memberi nilai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini