Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Baju Hijau Di Meja Hijau

Lima puluh anggota ABRI diadili di Sibolga, sebagian besar karena desersi. Sisanya, kasus salah tembak/pembunuhan, penipuan, dll. Juga terjadi di mahkamah militer Yogyakarta dan Surabaya. (nas)

12 April 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LEBIH dari satu peleton tentara dan polisi ditarik dari Sibolga, pekan lalu. Tapi, tak semuanya dipulangkan ke kesatuan masing-masing. Ada yang langsung dikirim ke rumah tahanan militer. Ada apa? Kehadiran 50 oknum ABRI di Sibolga, sejak akhir bulan lalu, bersangkut paut dengan tindak pidana yang mereka lakukan, sehingga mereka harus dimajukan ke pengadilan militer. "Agar orang tahu, tak ada anggota ABRI yang kebal hukum," ujar Letkol Emli Soehaeli, Kepala Mahkamah Militer Sumatera Utara. Di antara mereka yang diadili Pengadilan Militer di Sibolga adalah Pratu Hoger, anggota Yon Infanteri 123/Rajawali. Ia dituduh berlaku ceroboh dengan senjata api, sehingga mengakibatkan empat korban tewas seketika. Itu terjadi kala dilangsungkan pameran pembangunan di Padangsidempuan, dua tahun lalu. Ceritanya, waktu itu, Yon Infanteri 123 ikut pameran dengan memamerkan sejumlah senjata api - salah satu di antaranya adalah senapan mesiu ringan (SMR) yang digelantungi 250 butir peluru. Meski bukan petugas di stand itu, Hoger datang, dan iseng memainkan senjata yang mengarah ke pengunjung yang lagi ramai. Dan, tiba-tiba senjata itu memuntahkan peluru, dan meminta korban empat nyawa pengunjung. Sekalipun sudah terkatung-katung selama dua tahun, perkara Hoger pekan lalu tak sampai diputus Pengadilan Militer Sibolga. Sebab, beberapa saksi penting tak bisa hadir. Kendati demikian, sepulang dari Sibolga, Hoger tetap mengantungi hukuman 2 bulan penjara. Perkaranya, sewaktu ikut AMD, Hoger ngebut, hingga jip CJ-7 yang dikendarainya terbalik. Kendaraan itu rusak berat untung dari 8 penumpangnya tak ada yang meninggal. Dari 50 kasus yang disidangkan Pengadilan Militer Sibolga, lebih dari 30 persen kasus desersi. Sisanya, pelanggaran lalu lintas, penipuan, perbuatan asusila, dan kejahatan ringan. Para terdakwa berasal dari kesatuan-kesatuan yang bertugas di Kabupaten Tapanuli Selatan Kabupaten Nias, dan Kabupaten Tapanuli Utara. Sibolga dipilih sebagai tempat pengadilan karena letak kota itu strategis - gampang dicapai dari ketiga kabupaten tersebut. "Terdakwa dan saksi lebih dekat datang ke Sibolga daripada ke Medan," ujar Emli. Hingga akhir pekan lalu, Mahkamah Militer Sibolga telah memvonis 17 perkara dari 40 kasus yang diajukan. Angka ini sebenarnya kecil bila dibanding dengan 320 kasus yang ditangani pengadilan militer Sumatera Utara, tahun lalu. Rata-rata kasus yang terjadi di lingkungan ABRI di Sumatera Utara berkisar 300 perkara setahun. Pengadilan juga dilakukan di Mahkamah Militer II - 11/Yogyakarta. Tapi, angkanya tak begitu mencolok. Tahun lalu cuma tercatat 179 perkara, dan sekitar seratus perkara dapat diselesaikan. Tahun ini, sedikit kasus yang bisa divonis karena perkaranya berat-berat. Misalnya, awal tahun lalu, Mahkamah Militer Yogya memutus 1 tahun penjara bagi Capa (Pol) Welas, anggota Polres Klaten, karena terbukti menjadi otak dan sekaligus penadah kendaraan bermotor hasil curian. Selain dihukum badan, Welas juga dipecat dari ABRI. Pada triwulan pertama saja, mahkamah yang mempunyai daerah hukum Banyumas, Kedu, Yogya, dan Surakarta, sudah berhasil menyelesaikan 13 kasus. Bulan lalu, Mahkamah Militer Yogya juga memutuskan kasus berat. Mahkamah itu mengganjar 10 tahun penjara, serta memecat dari ABRI, Serma (AD) Tugiran, yang membunuh bekas lurah Kalangan, Boyolali. Perkara Tugiran, 44, yang pernah menjadi anggota Garuda II di Kongo, sempat menarik perhatian karena melibatkan Kapolsek Klego, Boyolali, Letda Soekirno, bersama tiga anak buahnya. Soekirno diputus 8 tahun penjara, sedangkan anak buahnya diganjar 6 hingga 8 tahun. Selain itu, status militer mereka dicabut. Dari pelacakan TEMPO di berbagai mahkamah militer, tercatat kasus desersi tergolong menonjol. Di Mahkamah Militer Jawa Barat, kasus pelanggaran disiplin, tak termasuk pelanggaran lalu lintas, terekam 40 persen dari 83 kasus kejahatan. Sedangkan di Jawa Timur, perkara desersi lebih menonjol. "Hampir 80 persen dari perkara yang masuk," ujar Kolonel Djoko Rahardjo, S.H., Kepala Mahmil Surabaya, tanpa menyebut angka. Menipisnya disiplin tentara ini, dinilai Letkol Hidayat dari Mahmil Yogya, merupakan penyebab meningkatnya kejahatan yang dilakukan oknum ABRI. Sedangkan penyebabnya, menurut Kolonel Iko Soepriana dari Mahmil Bandung, ada dua faktor, yaitu faktor pendidikan dan lingkungan sosialnya. "Pada dasarnya, prajurit itu tak ada yang jelek," kata Iko. "Tapi, itu menurut pemeo Napoleon."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus