Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Pemerintah akan membentuk lembaga tunggal penjaga perairan Indonesia.
RUU Keamanan Laut juga disiapkan untuk mengurai tumpang-tindih kewenangan penjagaan laut.
Bakamla berharap jadi lembaga tunggal yang mengkoordinasi semua aspek penjagaan laut.
RENCANA pemerintah membentuk sea and coast guard (penjaga laut dan pesisir) atau lembaga yang mengurus keamanan kawasan perairan membuat Laksamana Madya Irvansyah semringah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Badan Keamanan Laut atau Bakamla itu menilai rencana tersebut bisa memperkuat peran lembaganya dalam menjaga keamanan kawasan laut. “Bakamla itu embrio sea and coast guard Indonesia,” katanya kepada Tempo, Kamis, 13 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Irvansyah, selama ini Bakamla tak bisa menegakkan hukum di laut meski kerap menggelar patroli keamanan dan keselamatan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan serta Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun 2014 tentang Badan Keamanan Laut membatasi peran Bakamla pada pengawasan, penjagaan, dan pencegahan pelanggaran hukum.
Di Indonesia, sejumlah lembaga memiliki fungsi menjaga keamanan di kawasan perairan. Selain Bakamla, ada Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut; Satuan Polisi Air dan Udara; Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP), yang berada di bawah Kementerian Perhubungan; serta Direktorat Jenderal Bea-Cukai.
“Ini berdampak buruk pada efektivitas patroli dan penegakan hukum di laut kita,” ujar Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra saat rapat dengan Komisi I DPR yang membidangi pertahanan, Selasa, 11 Februari 2025.
Irvansyah pun mengakui ketidakefektifan pengamanan laut. Ia mencontohkan kapal Bakamla acap bertemu dengan kapal TNI Angkatan Laut. Pun kapal yang melintasi kawasan perairan Indonesia bisa diperiksa oleh Bakamla ataupun lembaga lain yang punya kewenangan serupa. Dampaknya, satu kapal yang melintas bisa diperiksa berkali-kali oleh lembaga yang berbeda.
Salah satu akar persoalannya adalah tumpang-tindih peraturan. Yusril mengatakan ada lebih 20 aturan soal keamanan laut. Pemerintah pun menyusun Rancangan Undang-Undang Keamanan Laut untuk membenahi tumpang-tindih aturan itu. Pembentukan lembaga tunggal penjaga laut bakal dimasukkan dalam rancangan aturan tersebut. RUU Keamanan Laut disepakati masuk dalam Daftar Program Legislasi Nasional jangka panjang 2024-2029.
Wakil Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Lodewijk Freidrich Paulus mengatakan selama ini setiap lembaga berpegang pada aturan soal tugas dan wewenang masing-masing. Karena itulah pemerintah mengusulkan pembentukan sea and coast guard. “Perlu ada satu lembaga yang menjadi koordinator untuk mengatasi persoalan tersebut,” ujarnya.
Yusril mengatakan lembaga tunggal urusan laut yang direncanakan pemerintah akan berwenang menegakkan hukum sembari mengkoordinasi lembaga-lembaga dengan tugas serupa. “Sifatnya nonmiliter,” kata Yusril melalui pesan pendek, Kamis, 13 Februari 2025.
Komando Pasukan Katak TNI AL membongkar pagar laut di Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, 18 Januari 2025. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
Menurut Yusril, lembaga tunggal itu akan dibentuk terpisah dari Bakamla atau lembaga lain. Ia menyebutkan kementerian dan lembaga yang menjaga laut akan tetap menjalankan fungsi masing-masing. Termasuk menjaga pertahanan dan keamanan laut dalam menghadapi ancaman, seperti terorisme. Yusril pun memastikan lembaga baru itu tak menghapus keberadaan Bakamla.
Meski begitu, peluang Bakamla menjadi lembaga tunggal penjaga laut masih tetap terbuka. Anggota Komisi I DPR, Frederik Kalalembang, mengatakan Bakamla sebenarnya cocok untuk menjadi lembaga koordinator.
Secara struktur, Bakamla memiliki tiga kedeputian yang dapat menampung unsur militer, kepolisian, dan kementerian. “Tapi sekarang, dari ketua sampai deputinya, semua dari Angkatan Laut,” kata politikus Partai Golkar tersebut kepada Tempo, Kamis, 13 Februari 2025.
Posisi tersebut dinilai Frederik justru membuat Bakamla tidak strategis. “Sea and coast guard idealnya diisi oleh semua unsur, tidak bisa hanya TNI," kata dia.
Menurut anggota lain Komisi I, Tubagus Hasanuddin, bila Bakamla didapuk menjadi sea and coast guard, perlu ada pembenahan organisasi terlebih dulu. “Supaya semua tugas bisa dijalankan secara integratif,” kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut.
Co-founder Institute for Security and Strategic Studies Khairul Fahmi mengingatkan sea and coast guard memerlukan unsur penyidik dari kepolisian ataupun lembaga nonmiliter yang memiliki kapasitas menegakkan hukum. “Kalau dijalankan oleh unsur militer saja, bisa problematik dan memunculkan ego sektoral yang lebih besar,” ucapnya.
Polisi Khusus Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dari Kementerian Kelautan dan Perikanan memasang papan penghentian kegiatan pemagaran laut di pesisir Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, 11 Februari 2025. ANTARA/Fakhri. Hermansyah
Khairul juga menilai pembentukan lembaga baru bertentangan dengan semangat efisiensi anggaran yang tengah dikoar-koarkan pemerintahan Prabowo Subianto. Ia mendorong pemerintah lebih berfokus merevisi dan menyelaraskan regulasi yang ada agar tak ada lagi tumpang-tindih kewenangan. “Nanti ditunjuk saja satu institusi yang menjadi coast guard dan memiliki payung hukum yang jelas dalam menjalankan tugas sehingga tumpang-tindih itu tidak ada lagi,” kata Khairul pada Kamis, 13 Februari 2025.
Pengajar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, khawatir peran militer kian menjadi-jadi jika Bakamla ataupun lembaga tunggal penjaga laut didominasi oleh tentara.
Apalagi ada kecenderungan Presiden Prabowo lebih mempercayai kelompok tentara di berbagai jabatan strategis. “Jangan sampai pembahasan RUU Keamanan Laut atau pembentukan sea and coast guard malah menjadi upaya perluasan militer ke berbagai jabatan pemerintahan,” tuturnya.
Adapun Irvansyah mengatakan lembaganya amat terbuka bagi unsur di luar militer. Ia menegaskan bahwa dominannya unsur tentara dalam struktur organisasi Bakamla bukanlah upaya TNI untuk menguasai lembaga tersebut. ●
Alfitria Nefi Pratiwi berkontribusi dalam penulisan artikel ini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo