Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta – Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) menduga ada pola repetisi rezim Orde Baru di balik penarikan lagu bertajuk “Bayar Bayar Bayar” yang liriknya mengkritik polisi oleh band Sukatani. Ketua PBHI Julius Ibrani berpandangan ada kemungkinan kuat anggota Polri mengintimidasi dan memaksa band tersebut untuk meminta maaf atas lagunya.
“PBHI mengingatkan pembatasan dan pembredelan terhadap kebebasan berekspresi dalam bentuk karya seni adalah ciri khas dari rezim otoriter Orde Baru,” kata Julius dalam keterangan tertulis pada Jumat, 21 Februari 2025.
Menurut penilaiannya, intimidasi yang diduga dilakukan oleh anggota Polri terhadap Sukatani melanggar jaminan hak kebebasan berekspresi, dalam hal ini lewat karya seni. PBHI berpandangan tindakan itu melanggar Pasal 28E ayat (2) dan (3) Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, serta Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR).
Selain itu, PBHI menilai intimidasi yang diduga terjadi pada Sukatani tergolong dalam kategori pelanggaran HAM sistematis dan terstruktur. “Ada unsur negara sebagai pelaku, yakni Polri, di mana Polri merupakan bagian dari fungsi pertahanan dan keamanan negara serta di bawah struktur dan instruksi Presiden,” ujar Julius.
Di sisi lain, Polri membantah pihaknya meminta Sukatani untuk menarik lagu “Bayar Bayar Bayar” dari platform streaming dan media sosial. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan kepolisian tidak pernah memerintahkan hal tersebut.
Trunoyudo mengeklaim bahwa Polri tidak antikritik dan terus berupaya menjadi organisasi yang modern. “Komitmen dan konsistensi, Polri terus berupaya menjadi organisasi yang modern yaitu Polri Tidak Anti Kritik,” kata Trunoyudo kepada Tempo melalui pesan tertulis, Kamis, 20 Februari 2025.
Sebelumnya, grup band bergenre punk asal Purbalingga, Sukatani, mengumumkan penarikan lagu berjudul “Bayar Bayar Bayar” dari semua platform pemutar musik. Salah satu lagu yang dirilis dalam album Gelap Gempita itu berisi kritikan terhadap polisi.
Pengumuman penarikan lagu itu disampaikan oleh personil band Sukatani di akun media sosial @sukatani.band pada Kamis, 20 Februari 2025. Dalam unggahan itu, dua personil Sukatani, Muhammad Syifa Al Lufti (gitaris) dan Novi Citra Indriyati (vokalis) menyatakan permintaan maafnya kepada Kapolri dan institusi kepolisian.
Mereka tampil tanpa topeng, sesuatu yang tidak pernah dilakukan sebelumnya. Kedua personil Sukatani memang memilih untuk jadi anonim di depan publik.
“Kami memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Bapak Kapolri dan institusi Polri atas lagu ciptaan kami dengan judul Bayar Bayar Bayar, yang dalam liriknya (ada kata) bayar polisi yang telah kami nyanyikan sehingga viral di beberapa platform media sosial,” kata Lutfi.
Dalam pernyataan itu, dia mengatakan lagu itu diciptakan sebagai kritik terhadap anggota kepolisian yang melanggar aturan. “Lagu itu saya ciptakan untuk oknum kepolisian yang melanggar peraturan,” ujarnya.
Berikut lirik lagu Sukatani berjudul Bayar Bayar Bayar yang dinyatakan ditarik peredarannya.
Mau bikin SIM bayar polisi
Ketilang di jalan bayar polisi
Touring motor gede bayar polisi
Angkot mau ngetem bayar polisi
Aduh aduh ku tak punya uang
Untuk bisa bayar polisi
Mau bikin gigs bayar polisi
Lapor barang hilang bayar polisi
Masuk ke penjara bayar polisi
Keluar penjara bayar polisi
Aduh aduh ku tak punya uang
Untuk bisa bayar polisi
Mau korupsi bayar polisi
Mau gusur rumah bayar polisi
Mau babat hutan bayar polisi
Mau jadi polisi bayar polisi
Aduh aduh ku tak punya uang
Untuk bisa bayar polisi
Nandito Putra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini