Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BEBERAPA hari menjelang wukuf di Padang Arafah pada 25 Oktober 2012, sebagian besar jemaah haji telah berpindah dari Madinah ke Mekah. Semua petugas haji pun mengikuti pergerakan jemaah itu. Para petugas tiba-tiba mendengar instruksi bahwa Menteri Agama Suryadharma Ali, yang berada di Mekah, justru ingin ke Madinah untuk meninjau perumahan dan Balai Pengobatan Ibadah Haji.
"Informasi itu membingungkan karena semua tahu ketika itu sudah tidak ada siapa-siapa di Madinah," ujar seorang petugas haji yang mengikuti perjalanan Suryadharma kepada Tempo, Jumat pekan lalu. "Pada saat itu, jemaah sudah terfokus ke Mekah untuk menjalankan wukuf."
Karena mengikuti kemauan bos besar, petugas-petugas haji segera bersiap kembali ke Madinah. Perlu 8-9 jam perjalanan darat, mereka berangkat menjelang magrib. Perjalanan yang melelahkan. Di tengah jalan, rombongan berhenti di sebuah restoran. Iring-iringan Menteri Suryadharma terdiri atas bus besar dan beberapa mobil. "Bus besar itu diisi rombongan keluarga Menteri," kata petugas tersebut.
Ruang di dalam restoran tidak cukup menampung rombongan besar itu. Jadi mereka mengambil tempat yang lapang di belakang restoran. Di situ, petugas menggelar tikar besar. Anggota rombongan duduk berkeliling di atasnya. Menteri Suryadharma dan istrinya duduk bersandar di sofa ala Timur Tengah di tengah rombongan. Semua anggota rombongan menyantap nasi kebuli dengan lauk ayam, ikan, juga kambing. Setelah itu, mereka melanjutkan perjalanan.
Rombongan tiba di Madinah lewat tengah malam. Seperti sudah diduga, Menteri Agama tidak melakukan peninjauan apa pun di kota itu. Sebab, tempat penginapan jemaah memang telah kosong. Beberapa petugas mendengar, rombongan keluarga Menteri sempat berbelanja di sana. Dua hari kemudian, mereka kembali lagi ke Mekah.
Perjalanan Menteri Agama bersama rombongannya itu rupanya terindikasi korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi, yang menyelidikinya dengan memberangkatkan sejumlah penyelidik ke Arab Saudi, menyimpulkan Suryadharma menyelewengkan kewenangannya sebagai pemimpin jemaah haji. "Sisa kuota haji jadi bancakan pejabat dan keluarganya," ujar Bambang Widjojanto, wakil ketua komisi itu, Kamis malam pekan lalu. "Penunjukan petugas haji juga ada unsur nepotisme."
Rombongan Suryadharma, amirulhaj atau pemimpin jemaah haji Indonesia pada 2012 itu, berangkat paling akhir. Ia diiringi 34 orang yang diangkut tiga bus besar dan beberapa mobil. Selain terdiri atas anak, istri, menantu, adik, dan iparnya, rombongan berisi teman dekat dan kolega teman dekatnya. Dengan berangkatnya rombongan besar itu, penyelidikan KPK menemukan penggelembungan biaya perjalanan pada anggaran Kementerian Agama. Selain ongkos transportasi kelewat mahal, biaya penginapan, pengeluaran untuk makanan, dan harga obat-obatan dikerek. Walhasil, jika biaya itu digabungkan dengan biaya perjalanan haji 2013, uang negara dan jemaah haji yang hilang mencapai Rp 1,8 triliun.
Sama seperti pada 2012, perjalanan dan ibadah jemaah haji Indonesia pada 2013 dipimpin Suryadharma. Itu karena Menteri Agama punya kewenangan penuh menunjuk amirulhaj, empat wakil, dan dua sekretarisnya. Selama memimpin Kementerian Agama sejak 2009, Suryadharma hanya sekali menunjuk pemimpin haji yang bukan dirinya, yakni Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Bahrul Hayat pada 2010.
Pada 2013, pemerintah Arab Saudi mengurangi jumlah anggota jemaah haji yang beribadah di Mekah dari 4 juta menjadi 1,3 juta orang. Alasannya, waktu itu Masjidil Haram sedang direnovasi. Akibat keputusan itu, kuota haji Indonesia juga berkurang 20 persen menjadi 168.800. "Logikanya, biaya perjalanan juga berkurang, tapi ini sama dengan tahun sebelumnya," kata Bambang.
Biaya perjalanan haji berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk rombongan amirulhaj dan penyelenggara haji plus ongkos yang dibayarkan jemaah. Pada 2012, Kementerian Agama dan Dewan Perwakilan Rakyat menyepakati biaya perjalanan sebesar US$ 3.617 atau Rp 33,3 juta per orang. Maka total uang untuk pemondokan di Mekah dan Madinah, pelayanan umum, makanan, serta kebutuhan selama sebulan beribadah haji sebesar Rp 7,3 triliun.
Suryadharma diduga mengongkosi keluarga besar, kolega, dan teman dekatnya ramai-ramai naik haji. Karena itu, dalam surat penetapan tersangka, pelaku korupsi ini disebut "Suryadharma Ali dan lain-lain". "Siapa mereka? Ada unsur keluarga Menteri, keluarga pejabat Kementerian Agama, dan unsur lain di luar itu," ujar Busyro Muqoddas, Wakil Ketua KPK.
Menurut Busyro, Suryadharma diduga merugikan anggota jemaah haji yang kuotanya diambil rombongan Menteri. Mereka yang ikut dalam rombongan Menteri itu, kata Busyro, juga bukan penyelenggara ibadah haji atau yang dibolehkan aturan naik haji atas biaya dinas.
Suryadharma kaget mendengar pengumuman KPK itu, meski sepekan sebelumnya Ketua Komisi Abraham Samad sudah membocorkan bakal ada petinggi yang menjadi tersangka korupsi perjalanan haji. Sebelum menjadi tersangka, Suryadharma sudah diperiksa beberapa kali. "Saya tak menduga menjadi tersangka karena status pemeriksaan saya sebagai pemberi informasi," ujarnya.
Ia sedang menyiapkan tim pengacara untuk membelanya dalam penyidikan KPK. Suryadharma tak merasa bersalah dan menganggap KPK keliru memahami biaya perjalanan dinas naik haji yang diambil dari kas kementeriannya dengan membawa rombongan besar keluarga dan teman-temannya. "Saya tak memahami apa saja yang membuat saya menjadi tersangka," katanya.
Korupsi ini sesungguhnya sudah tercium Inspektorat Jenderal Kementerian Agama, yang juga terjun menyelidiki dugaan korupsi dalam penyelenggaraan dan pelayanan haji. Karut-marut penyelenggaraan haji di Madinah dan Mekah membuat harga tiap satuan proyek menjadi mahal dan merugikan jemaah. "Misalnya, makanan telat dan pemondokan tak layak," ujar Muhammad Jasin, Inspektur Jenderal Kementerian Agama.
Temuan-temuan itu, kata Jasin, sudah dilaporkan ke Menteri Agama agar kekacauan tak berlanjut dan penyelenggaraan haji diperbaiki di musim berikutnya. Perusahaan-perusahaan katering di Madinah dan Mekah yang telat menyediakan makanan dan memberi harga tak wajar sudah direkomendasikan agar tak dipakai lagi. Juga hotel yang pelayanan dan fasilitasnya buruk.
Rustam Sumarna, Ketua Dewan Penasihat Himpunan Muslim Penyelenggara Umrah dan Haji, tak heran terhadap dugaan korupsi haji ini. Menurut dia, biaya mahal terjadi karena tak efisiennya Kementerian mengatur perjalanan jemaah haji, penginapan, hingga pelaksanaannya. "Di sana ada calo yang menghubungkan dengan sindikat dan meneruskannya ke pemilik hotel dan katering," katanya.
Penetapan Suryadharma itu tak urung membuat situasi politik tambah ingar. Sebagai Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan-partai berlambang Ka'bah yang mengklaim diri sebagai rumah besar umat Islam-Suryadharma mendukung Prabowo Subianto dari Partai Gerindra sebagai calon presiden pada pemilihan 9 Juli nanti, bersaing dengan Joko Widodo dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Bagja Hidayat, Yolanda R. Amindya, Riky Ferdianto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo