Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Beda universitas, beda negara beda universitas, beda negara

Mahasiswa ui & unpad menolak wadah senat mahasiswa perguruan tinggi. dianggap tak memenuhi kebutuhan dalam meningkatkan integritas mahasiswa. tanggapan direktur kemahasiswaan ditjen pendidikan tinggi.

1 September 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

USIA organisasi mahasiswa, Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT) memang baru sebulan. Tapi, pekan-pekan ini sudah mulai digoyang. Lihat saja apa yang dilakukan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung. Lewat memorandumnya, mereka terang-terangan menolak wadah SMPT yang tercantum dalam SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan Perguruan Tinggi. Memorandum yang mereka teken tepat 17 Agustus 1990 lalu mencantumkan berbagai alasan. Lewat Forum Komunikasi Senat Mahasiswa dan Badan Perwakilan Mahasiswa (SM-BPM), UI menolak SMPT. Alasannya, antara lain, tugas pokok SMPT hanya mewakili mahasiswa, mengkoordinasikan organisasi kemahasiswaan dan memberikan pendapat. "Artinya, SMPT tak dipersiapkan sebagai lembaga eksekutif," kata Himawan Satyaputra, Sekjen SM-BPM UI. Dalam pertimbangan lain, SM-BPM UI menganggap keleluasaan yang diberikan tak tercapai dengan adanya dua organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi, yaitu SMPT dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Karena itu, menurut mereka, SMPT tak memenuhi kebutuhan sebagai wadah untuk meningkatkan integritas mahasiswa. Yang dikehendaki, SMPT seharusnya merupakan lembaga kemahasiswaan satu-satunya yang menjalankan fungsi eksekutif di tingkat universitas. Dalam menjalankan fungsinya, lembaga itu hanya bertanggung jawab pada lembaga legislatif mahasiswa. "Yang ingin kami tawarkan dalam pernyataan itu, sebenarnya, adalah konsep akomodatif," kata Asep Rahmat, Ketua SM Fakultas Teknik UI. Sikap mahasiswa UI itu membuat rektor menganggap perlu minta penjelasan. Jumat pekan lalu, Rektor UI mengadakan pertemuan dengan pengurus SM-BPM UI. Dan, masalahnya kemudian menjadi jelas. "Sikap mereka itu sebenarnya dapat menerima dan tak secara apriori menolak SMPT. Tapi mereka merasa perlu untuk menyampaikan pandangannya," kata Prof. Sujudi. Tentang keberatan yang sempat mereka kemukakan, Rektor berpendapat, "Saya kira mereka keceplosan." Sebab, menurut Sujudi, sebanarnya aturan SMPT tak berbeda dengan yang dijalankan UI selama ini. "SK tersebut hanya melegalisasi apa yang sudah ada," katanya. Pada hari yang sama, 17 Agustus, di Bandung juga ada "aksi mempersoalkan SMPT". Semua ketua SM dan BPM Unpad menandatangani kebulatan tekat, menolak SMPT. Mereka menilai SMPT tak sesuai dengan kedudukan, tugas, dan fungsi mahasiswa, seperti yang dikehendaki civitas academica. "SMPT merupakan rekayasa dari atas yang tak berbeda dengan NKK/BKK. Ini jelas tak sesuai dengan organisasi kemahasiswaan di universitas yang harus diselenggarakan dari, oleh, dan untuk mahasiswa," demikian bunyi pernyataaan itu. Menurut Erfan Faryadi, Ketua Senat Fakultas Ilmu Komunikasi, menjelang lahirnya SMPT, Unpad telah mendiskusikannya sejak setahun lalu. Karenanya, mahasiswa Unpad lantas membentuk organisasi tandingan, Senat Mahasiswa Universitas Padjadjaran (SMUP) yang antara lain untuk "menghadang" lahirnya SMPT. Memang ada perbedaan antara SMUP dan SMPT. SMUP beranggotakan mahasiswa. Bukan sekadar para ketua organisasi di universitas. Juga dalam hal pertangungjawaban. SMUP bertanggung jawab pada Badan Musyawarah Mahasiswa Unpad (BMMU) yang juga terdiri dari mahasiswa. "Jadi, SMUP itu benar-benar organisasi dari, oleh, dan untuk mahasiswa," kata aktivis kampus Unpad itu. Suara dari Institut Teknologi Bandung secara tak terang-terangan juga menolak SMPT. Nada itu muncul, misalnya, dari Ketua Himpunan Mahasiswa Geologi, Betha. Mahasiswa ITB, katanya, kurang sreg dengan sistem kepengurusan SMPT. "Kenapa pengurus SMPT harus bertanggung jawab pada rektor," katanya. Lain halnya dengan mahasiswa Universita Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. "Kami tak menolak, tapi juga tak menerima SMPT," kata Nur Hidayat Aqam, Ketua Senat Fakultas Teknik UGM. Mereka menyodorkan konsep baru. Yakni bentuk SMPT itu dikombinasi dengan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM). MPM itulah, menurut konsep UGM, yang akan memberikan mandat pada organisasi mahasiswa. Menurut Rizal Malarangen, bekas aktivis kampus UGM, materi SMPT yang baru tetap tak melepaskan mahasiswa dari kaitan dengan sistem birokrasi pemerintah. Memang tak semua mahasiswa gegap-gempita menolak SMPT. Bagi tokoh-tokoh mahasiswa Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, lahirnya SMPT justru disambut dengan gembira. "Sekarang kegiatan mahasiswa akan lebih terkoordinasi," kata Arief Himawan, anggota Senat FE Unair. Saat ini SMPT di Unair sudah terbentuk dan akan dilantik awal bulan depan. "Nampaknya, semua senat mahasiswa di Unair akan setuju dengan SMPT," kata Dwi Bambang, Ketua Senat Farmasi Unair. Menanggapi berbagai reaksi keras mahasiswa terhadap SMPT, Drs. Enoch Markum, Direktur Kemahasiswaan Ditjen Pendidikan Tinggi, masih bersikap tak panik. Dalam penjelasan kepada pers Senin pekan ini, Enoch menangkis konsep mahasiswa yang tak setuju SMPT. "Universitas bukan sebuah negara. Universitas adalah badan pendidikan. Setiap badan di universitas tentunya selalu bertanggung jawab kepada rektor," katanya. Penegasan itu agaknya dilemparkan untuk menjawab desakan mahasiswa yang ingin membentuk lembaga eksekutif dan legislatif dalam organisasinya, mirip lembaga di suatu negara. Soal tak adanya bentuk BPM atau MPM dalam organisasi kemahasiswaan, menurut Enoch, itu pun memang disengaja. "Kita kan tidak mau kuliah terganggu gara-gara aksi demonstrasi," katanya. Gatot Triyanto (Jakarta) dan Laporan Biro-biro

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus