Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Berebut Kursi Ketua DPRD

29 April 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KURSI-KURSI kekuasaan kini tak lagi nyaman. Tak hanya kursi presiden, kursi ketua DPRD pun ramai digoyang. Itulah yang dialami Srie Atidah, Ketua DPRD Lampung yang dicopot dari jabatannya berdasarkan sidang pleno DPRD, Selasa pekan lalu. Tentu saja keputusan itu menyulut amarah yang bersangkutan. "Keputusan itu menabrak aturan. Saya masih memegang SK pengangkatan dari Mendagri," katanya.

Amarahnya tak menyurutkan langkah para anggota DPRD yang menghendaki Atidah lengser. Mereka selangkah lebih maju. Jumat pekan lalu, mereka mengirim surat kepada Menteri Dalam Negeri. Isinya meminta agar pembantu presiden itu segera mengukuhkan Abbas Hadisunyoto sebagai Ketua DPRD Lampung yang baru. "Surat itu juga memuat risalah jalannya sidang pleno," kata Mochtar Hasan, wakil ketua, dari Fraksi Kebangkitan Bangsa.

Lalu, bagaimana dengan SK Menteri Dalam Negeri yang masih di tangan Atidah? Menurut Mochtar, secara sah Atidah sudah lengser meski SK masih berada di tangannya. "Dia tidak berhak lagi mengambil keputusan atas nama dewan. Sidang pleno itu hasilnya sah," ujarnya. Dari 70 anggota dewan—total anggota ada 78—yang hadir, 48 memilih Atidah dicopot.

Pendapat senada dilontarkan Claudius D. Maran dari Fraksi PDI Perjuangan. Mereka berpegang pada keputusan Menteri Dalam Negeri yang menyebut semua urusan dewan diserahkan kepada DPRD. Lagi pula, ujarnya, Menteri Dalam Negeri hanya bertugas atas nama presiden untuk mengesahkan ketua DPRD, sedangkan yang memilih tetap wakil rakyat daerah.

Namun, tidak semua anggota dewan mengamini pendapat itu. Tan Gatot Mahawisnu dari FKB, misalnya, justru menganggap sidang pleno DPRD pekan lalu itu tidak sah karena melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2000 tentang Otonomi Daerah. "Pemilihan ketua DPRD itu dipimpin Mochtar Hasan. Itu ilegal. Atidah saat itu masih sah sebagai ketua," katanya.

Upaya pencopotan itu sendiri bermula dari munculnya mosi tidak percaya 11 anggota DPRD terhadap Atidah. Mereka menganggap kinerja tokoh senior PDI-P Lampung itu semakin tidak beres. Mosi itu lantas ditindaklanjuti dengan rapat pleno tertutup pada 16-17 Mei 2000. Rapat yang dihadiri 66 anggota dewan itu akhirnya menghasilkan voting: dicopot atau dimaafkan. Hasilnya, 38 anggota memilih Atidah dilengserkan saja. Sejak saat itu, kepemimpinan Atidah tidak lagi efektif. "Jika ia memimpin rapat, banyak yang walk out," kata Anshori Yunus, Ketua DPD PDI-P Lampung.

Menanggapi hal tersebut, Atidah menjawab bahwa ia akan menggugat 11 anggota dewan yang pertama kali mengajukan mosi tidak percaya dan juga Ketua DPP PDI-P Lampung. Di sisi lain, istri mantan Ketua DPP PDI-P Lampung itu menduga Sjamsul Nursalim, bos PT Dipasena Citra Darmaja, berada di balik aksi penggoyangan dirinya. Hal itu terkait dengan permintaan Atidah beberapa bulan yang lalu agar utang para petambak diputihkan. "Dia sangat terganggu dengan pernyataan saya. Dan saya dianggap sebagai duri bagi obsesinya memeras para petambak udang," ujarnya.

Tuduhan itu dibantah Agus, juru bicara Dipasena. "Kami malah senang jika utang itu diputihkan karena perusahaan jadi terbebas dari kewajiban menggaransi petani plasma," katanya. Jadi, ujar Agus, tidak ada korelasi sama sekali antara Nursalim dan para anggota dewan untuk mencopot jabatan Atidah.

Terlepas dari siapa yang menjegal, kemelut para wakil rakyat itu tampaknya tidak bakal segera selesai. Saat ini juga mulai muncul rumor akan ada mosi tidak percaya tandingan terhadap wakil ketua DPRD—Mochtar salah satunya. Kelihatannya, acara goyang-menggoyang kursi akan berlanjut. Kendati posisinya terpojok, rupanya Srie Atidah masih punya dukungan massa yang cukup banyak.

Bagaimana babak selanjutnya? Tidak jelas. "Dalam waktu dekat ini akan ada tim investigasi Mendagri datang ke Lampung," kata Tan Gatot Mahawisnu.

Makassar

SEMENTARA di Jawa Istighosah NU disambut gegap-gempita, di Sulawesi Selatan malah diprotes. Rabu pekan lalu, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Universitas 45 Makassar melakukan unjuk rasa menuntut acara doa bersama warga nahdliyin itu dibubarkan.

Saat itu, di Makassar memang sedang diselenggarakan Konferensi Wilayah X Nahdlatul Ulama Sul-Sel. Sedangkan istighosah itu adalah acara pembukanya. Konferensi itu sendiri berlangsung Rabu hingga Sabtu pekan lalu.

Selain minta istighosah dibubarkan, para mahasiswa itu mengajukan empat tuntutan, antara lain meminta agar pengurus NU Sul-Sel tidak membuat pernyataan politik di sana. Mereka juga mendesak agar organisasi NU tetap memosisikan diri sebagai organisasi keagamaan, bukan politik.

Aksi massa itu tertahan 200 meter dari Balai Kemanunggalan ABRI-Rakyat, Jalan Sudirman, tempat istighosah itu dilangsungkan. Sekitar dua kompi aparat polisi melakukan barikade. Setelah membiarkan mahasiswa berorasi sekitar 30 menit, polisi kemudian membubarkan para pengunjuk rasa. Para mahasiswa mencoba bertahan.

Namun, ketika peserta istighosah sudah keluar dari ruangan, termasuk Banser NU, para mahasiswa membubarkan diri. Beberapa polisi mencoba mengejar mahasiswa dan berhasil merampas salah satu spanduk bertulisan "Hanya iblis dan komunis yang mendukung Gus Dur." Mahasiswa tidak bisa menerima perlakuan polisi tersebut. Dalam perjalanan pulang ke kampus, mereka mencopoti bendera dan atribut NU yang ditemukan di sepanjang perjalanan. Sesampai di kampus, atribut itu dibakar.

Polisi segera meluncur ke tempat kejadian. Puluhan aparat keamanan itu berusaha menghalau mahasiswa dan membubarkannya. Tiba-tiba batu melayang. Aparat dan mahasiswa itu pun akhirnya bentrok. Tidak jelas berapa korban yang jatuh.

Kepala Kepolisian Kota Besar Makassar, Komisaris Besar M. Amin Saleh, yang ikut turun ke lokasi, menyayangkan tindakan mahasiswa itu. Kendati demikian, polisi hingga saat ini belum melakukan penangkapan. Akibat aksi mahasiswa itu, penjagaan di tempat konferensi akhirnya diperketat dengan menambah jumlah personel polisi.

Padang

LANGKAH PT Maya Food Industries, produsen ikan sarden kalengan, bisa ditiru perusahaan lain. Akibat ditemukan larva cacing di salah satu produknya, "Kami menarik semua produk yang punya masa kedaluwarsa sampai 2002 dari pasaran Sumatra Barat," kata B. Hartono dari bagian humas perusahaan itu, Selasa pekan lalu, di Padang.

Kasus larva cacing dalam kaleng sarden merek Botan itu sendiri pertama kali terjadi pada Oktober 2000. Saat itu, berdasarkan penelitian Balai Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Sum-Bar pada produksi tertentu Botan, ditemukan larva hewan yang jika dikonsumsi akan membahayakan kesehatan manusia itu.

Penarikan secara berkala itu sendiri dilakukan pihak PT Maya begitu ada peringatan dari POM Sum-Bar soal adanya larva tersebut.

Jambi

POLISI dan tentara kembali tembak-menembak. Sersan Kepala Harno, anggota Komando Rayon Militer Suakkandis, Jambi, tewas diterjang peluru senjata milik polisi dari Polsekta Jambi Timur, Kota Jambi, Kamis pekan lalu. "Harno merupakan sopir Panglima Kodam Sriwijaya jika Panglima melakukan kunjungan ke Jambi," kata Letkol Zasril Susan, Kepala Penerangan Kodam Sriwijaya.

Menurut Zasril, malam itu anggota patroli Polsekta Jambi Timur sedang melakukan patroli di wilayah Kota Jambi. Mereka mendapat laporan dari warga bahwa ada aksi perampokan menggunakan mobil pickup. Dalam waktu yang bersamaan, kata Zasril, Har no melintas dengan menggunakan jenis mobil yang sama. Tidak jelas bagaimana ceritanya sampai polisi itu mengeluarkan tembakan yang kemudian menewaskan Harno dan melukai temannya.

Dari 13 anggota polisi yang berpatroli, enam di antaranya kini ditahan di Detasemen Polisi Militer Jambi. "Yang ditahan adalah mereka yang membawa senjata api," kata Zasril. Anggota polisi yang ditahan itu antara lain Kepala Polsekta Jambi Timur, Febrianto.

Kendati para polisi itu sudah ditahan, berita tewasnya Harno sudah merebak di antara kawan-kawannya. Untuk mencegah aksi balas dendam, Panglima Kodam II Sriwijaya, Mayjen TNI Sutardjo, memerintahkan agar jajaran di bawahnya melakukan antisipasi dan pencegahan. "Pangdam juga mengimbau agar Kepala Polda Jambi melakukan hal yang sama," kata Zasril.

Sangir Talaud

MUSIBAH tidak mengenal sasaran. Hari Minggu pertengahan April lalu, sebuah perahu yang membawa puluhan warga Sensong, jemaat Gereja Pantekosta Indonesia yang hendak melakukan ibadah, terbalik di perairan Sawangulurang, Tabukan Tengah, Sangir Talaud.

Tim penyelamat bentukan Pemerintah Daerah Sangir Talaud, hingga Selasa pekan lalu, berhasil mengevakuasi 21 mayat. Sebanyak 32 jemaat lainnya berhasil menyelamatkan diri. "Kami masih melakukan pencarian korban hilang di sekitar Pulau Sangir Besar," kata Sekretaris Daerah Kabupaten, B. Tilaar.

Musibah terbaliknya perahu model pamo itu terjadi sekitar pukul 13.00 WIT. Menurut kesaksian para penumpang yang selamat, setengah jam setelah bertolak dari Desa Sensong, perahu mulai oleng oleh terjangan angin kencang yang bertiup dari arah tenggara. Dalam situasi seperti itu, tiba-tiba mesin perahu mati dan perahu itu akhirnya terbalik. Rencananya, jemaat tersebut akan melakukan ibadah di Desa Kulur, masih di Kecamatan Tabukan Tengah.

Banda Aceh

DIAM-DIAM konflik berkepanjangan di Aceh punya dampak lain: meningkatnya penderita sakit jiwa. Hal itu diungkap oleh Moh. Idris Ibrahim, Direktur Rumah Sakit Jiwa Banda Aceh. "Selama beberapa bulan terakhir, setiap hari rata-rata kami menerima 60 pasien baru," ujarnya, Rabu pekan lalu, saat menerima kunjungan anggota DPRD Aceh.

Data lain diungkap oleh Sukristoro Wardoyo, ahli penyakit jiwa. "Jika dihitung secara keseluruhan, satu dari lima warga Aceh menderita gangguan jiwa ringan atau stres," katanya. Sedangkan yang tergolong sakit jiwa berat ada 16 ribu orang. Lantas, apa penyebabnya? Menurut Sukristoro, ada beberapa hal, antara lain tekanan ekonomi, perasaan terteror, dan konflik senjata berkepanjangan.

Ketua Komisi E DPRD Aceh, Muhammad Hadis, menyatakan keprihatinannya atas meningkatnya penderita penyakit jiwa di Aceh, khususnya yang sempat dirawat di RSJ Banda Aceh. Sebab, menurut dia, sebagian besar dari mereka berasal dari keluarga miskin.

Johan Budi S.P. dan kontributor daerah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus