Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berjilid-jilid Aksi Gejayan Memanggil, Terakhir Kritisi Pemerintahan Jokowi dan Kemunduran Demokrasi

Sebelum Aksi Gejayan Memanggil di pertigaan Gejayan, Yogyakarta pada Senin 12 Februari 2024 telah berjilid-jilid aksi mahasiswa, pelajar, dan jurnalis

13 Februari 2024 | 11.37 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah elemen masyarakat menggelar Gerakan Gejayan Memanggil di pertigaan Gejayan, Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta pada Senin 12 Februari 2024. Dalam beberapa kurun waktu terakhir, aksi-aksi dengan nama serupa juga digelar di bilangan ini. Aksi Gejayan Memanggil antara lain dilakukan pada 2019, 2020, dan 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gerakan Gejayan Memanggil merentang sejak era Presiden Soeharto. Tradisi unjuk rasa di bilangan Gejayan, Yogyakarta ini bermula pada 8 Mei 1998. Kala itu, lokasi tersebut menjadi tempat demonstrasi mahasiswa menuntut segera dilakukan reformasi. Peristiwa ini jadi kenangan kelam lantaran berakhir bentrok dengan aparat. Ratusan orang luka dan Moses Gatutkaca meninggal dalam tragedi itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berikut sejumlah aksi Gejayan Memanggil:

1. Peristiwa Gejayan

Krisis moneter melanda perekonomian Indonesia pada 1997. Dilansir uny.ac.id, krisis tak kunjung surut dan justru semakin memuncak pada awal 1998. Mahasiswa pun mulai merapatkan dan merapikan barisan. Mereka membulatkan niat untuk menyelamatkan bangsa dengan menuntut reformasi, termasuk mahasiswa di Yogyakarta.

Tapi aksi di Yogyakarta berakhir menjadi tragedi. Demonstrasi tertib yang digelar pada 8 Mei 1998 itu berubah bentrok berdarah. Ratusan petugas keamanan membubarkan massa yang berkumpul di Pertigaan Gejalan secara paksa dengan melakukan penyerbuan. Massa pun melawan aparat dengan batu, petasan, dan bom molotov.

Kericuhan meluas membentang dari perempatan Jalan Padjajaran hingga perempatan Jalan Adi Sutjipto dan Jalan Urip Sumoharjo. Tempat ini pun menjadi ajang pertarungan. Tanpa rasa kemanusiaan, aparat main tubruk memukuli setiap orang yang ada di lokasi, termasuk pedagang kaki lima dan warga setempat.

Kekerasan aparat saat mahasiswa menuntut reformasi di Yogyakarta ini menyebabkan ratusan korban luka dan satu orang bernama Moses Gatutkaca meninggal dengan kondisi menyedihkan. Hampir sebagian besar korban aksi Peristiwa Gejayan ini ditolong oleh petugas PMI untuk dilarikan ke Rumah Sakit Panti Rapih dan beberapa titik posko PMI daerah sekitar.

2. Aksi Gejayan Memanggil 2019

Aksi Gejayan Memanggil digelar pada 2019 untuk memperingati 20 tahun Peristiwa Gejayan dan Peristiwa Semanggi. Serangkaian aksi dari mahasiswa dan sejumlah elemen mewarnai September tahun itu. Mereka mendesak pemerintah membatalkan revisi UU KPK, menunda pengesahan RKUHP, segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, dan tuntutan lainnya.

Rangkaian unjuk rasa ini diawali pada 23 September di daerah Gejayan, Yogyakarta. Pantauan Tempo, aksi Gejayan Memanggil itu diikuti mahasiswa berbagai kampus di Yogyakarta. Mereka terus datang bergelombang menuju bundaran UGM dengan berbagai almamater. Dari UGM mereka bergerak menuju Jalan Gejayan.

Di bundaran UGM mahasiswa membentangkan spanduk besar bertulis Aliansi Rakyat Bergerak. Dalam aksi yang dijaga ratusan aparat kepolisian itu, mahasiswa memenuhi sepanjang jalan menuju Graha Saba UGM. Setiap elemen yang tergabung membentangkan poster bertulis kecaman atas upaya pelemahan lembaga KPK oleh pemerintah dan DPR.

Selanjutnya: Gejayan Memanggil 2020 dan 2021, Ini yang mereka suarakan

3. Aksi Gejayan Memanggil 2020

Aksi Gejayan Memanggil kembali bergelora pada Kamis, 8 Oktober 2020. Kali ini, aksi yang digelar oleh kelompok yang menamakan diri Aliansi Rakyat Bergerak tersebut menyuarakan penolakan terhadap Undang-undang atau UU Cipta Kerja (Omnibus Law) yang disahkan pada Senin, 5 Oktober 2020.

“Eskalasi aksi meningkat dari Gejayan Memanggil menjadi Jogja Memanggil,” kata salah satu peserta aksi, Ardy Syihab kepada Tempo, Rabu malam, 7 Oktober 2020.

Ardy mengatakan aksi hari ini akan berlangsung di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan kantor Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta di Jalan Malioboro. Ini berbeda dari sebelum-sebelumnya manakala aksi digelar di Jalan Gejayan. Ardy mengatakan eskalasi dan tensi aksi hari ini akan lebih tinggi ketimbang aksi-aksi Gejayan Memanggil sebelumnya. Menurut dia, mereka menuntut agar UU Cipta Kerja dibatalkan.

“Kami buat mosi tidak percaya di kantor gubernur yang merupakan simbol kuasa di provinsi,” kata dia.

4. Aksi Gejayan Memanggil 2021

Aksi Gejayan Memanggil juga digelar pada 2021. Namun kali ini aksi protes bukan dilakukan dengan turun ke jalan. Aksi ditaja dengan membuat mural kritikan kepada penguasa di tembok-tembok pinggir jalan. Kegiatan itu dilakukan sebagai bentuk protes lantaran kepolisian gemar menghapus mural bernada kritik terhadap pemerintah.

Kepolisian mengecat ulang tembok-tembok yang menjadi kanvas karya seni jalanan itu serta mencari para seniman pembuatnya pada Juli hingga Agustus. Merespons fenomena tersebut, akun media sosial Gejayan Memanggil pun mengumumkan ‘Lomba Mural Dibungkam’. Karya yang dihapus aparat akan mendapat penilaian lebih dalam sayembara yang berlangsung pada 23 hingga 31 Agustus 2021.

“Perlombaan ini respons terhadap situasi makin reaktifnya aparat saat ini,” kata Humas Gejayan Memanggil yang meminta disebut sebagai Mimin Muralis, kepada Tempo pada Rabu malam, 25 Agustus 2021.

Mimin mengatakan, lomba ini menjadi ruang bagi masyarakat yang cemas dan marah dengan kebijakan pemerintah, khususnya dalam penanganan pandemi Covid-19 sekarang. Masyarakat, kata dia, berhak menyatakan ekspresi mereka atas persoalan yang dihadapi di tengah pagebluk ini. Mimin menyebut aparat tak semestinya bertindak sewenang-wenang menyikapi mural-mural yang mengkritik pemerintah.

Ia merujuk pada tindakan polisi mencari-cari pembuat mural, seperti yang terjadi terhadap pembuat mural Jokowi ‘404: Not Found’ dan ‘Tuhan Aku Lapar’ di Tangerang, Banten. Aparat sempat memburu pembuat mural ‘404: Not Found’ lantaran dinilai memuat penghinaan terhadap lambang negara. Menurut Mimin, ini menandakan ketidakpahaman aparat terhadap hukum, sebab presiden bukanlah lambang negara.

Sejak dimulai pada 23 Agustus 2021, Gejayan Memanggil menyebut ada lebih dari seratus foto karya mural yang dikirimkan ke mereka. Beberapa mural sengaja dibuat untuk ikut lomba, namun banyak juga yang memfoto mural di jalanan. Hampir semua mural dan seniman mural yang menyuarakan suara perlawanan diberikan penghargaan.

“Pada akhirnya negara akan terus berlomba membungkam kita, namun suara perlawanan akan terus bergema dan tembok-tembok yang menjadi saksinya akan terus berdiri tegak,” kata mereka.

Selanjutnya: Gejayan Memanggil 2024 kuliti rezim dan capres-cawapres

5. Aksi Gejayan Memanggil 2024

Teranyar, Aksi Gejayan Memanggil digelar sejumlah elemen masyarakat di pertigaan Gejayan, Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta pada Senin 12 Februari 2024. Massa aksi sebagian besar mahasiswa memakai jaket almamater. Mereka berangkat dari Bundaran UGM dengan long march ke pertigaan Gejayan yang jaraknya sekitar tiga kilometer.

Massa bergerak membawa sejumlah spanduk hingga poster berisi kritikan terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Dalam aksi itu, mereka menguliti dosa atau rekam jejak hitam rezim Jokowi dan tiga pasangan calon presiden-wakil presiden (capres-cawapres) yang bertarung pada Pemilu 2024.

“Hari ini para elite oligarki menggaungkan bahwa kita sedang berada dalam pesta demokrasi dan kontestasi pemilu, mereka mulai menebar berbagai janji untuk mengait hati dan mendapatkan suara rakyat,” kata Juru Bicara Jaringan Gugat Demokrasi (Jagad), Sana Ulaili, yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak, Gejayan Memanggil, hingga Forum Cik Ditiro itu.

Jagad pun mempertanyakan apakah demokrasi yang dicita-citakan rakyat adalah demokrasi borjuis seperti hari ini.

“Hanya partai politik dari kaum pemodal yang kaya raya lah yang bisa maju dalam pemilu, sehingga mempersulit bagi partai-partai alternatif dari rakyat kecil untuk ikut berpartisipasi dalam pemilu,”

“Kita dipaksa memilih pada pilihan yang sudah ditentukan oleh lingkaran oligarki itu sendiri, dan bahkan pilihan yang tersedia tidak layak untuk dipilih,” kata dia.

Jagad pun mengajak publik kembali melihat kualitas para pasangan capres-cawapres dan partai-partai pengusungnya. Dimulai dari capres nomor urut 01 Anies Baswedan, kata dia, yang pada pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2017 silam terindikasi memainkan politik identitas dan rasisme untuk bisa menang.

“Partai pengusungnya (Anies) yaitu PKS, yang jelas-jelas konservatif dan menolak pengesahan RUU PKS (Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual),” kata dia.

Selanjutnya, capres nomor urut 02, Prabowo Subiyanto. Menurutnya merupakan pelaku penculikan para aktivis yang belum diadili sampai sekarang. “Cawapres Prabowo, Gibran Rakabuming Raka, menjadi anak haram konstitusi, serta partai pengusungnya yang merupakan kroni-kroni sisa rezim militer orde baru,” kata Jagad.

Begitupun dengan capres nomor urut 03, Ganjar Pranowo yang disebutnya merupakan sosok pemimpin yang merusak lingkungan. “Partai pengusungnya (Ganjar) adalah salah satu partai yang mengusulkan dan mengesahkan UU Omnibuslaw dan UU Minerba, yang telah merampas hak buruh dan tani serta merampas ruang hidup dan menghancurkan lingkungan,” kata dia.

Pada akhirnya, kata Jagad, walaupun saat ini para elite oligarki terlihat terpecah dalam berbagai kubu, tapi sejatinya mereka akan kembali terkonsolidasi dalam satu kekuasaan dan akan membagi-bagi porsi kekuasaan dan jabatan.

“Mereka akan kembali mengabaikan tuntutan dan hak rakyat. Oleh sebab itu kita tidak bisa lagi untuk mempercayai dan menggantungkan nasib kita kepada penguasa, sudah saatnya kita bersatu dan membentuk kekuatan politik alternatif dari gerakan rakyat itu sendiri, dan merebut demokrasi yang seadil-adil nya yaitu demokrasi kerakyatan,” kata dia.

HENDRIK KHOIRUL MUHID  | PRIBADI WICAKSONO | RACHEL FARAHDIBA REGAR | BUDIARTI UTAMI PUTRI | EGI ADYATAMA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus