Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM KM UGM), Gielbran Muhammad Noor, mengatakan sebanyak 62,6 persen mahasiswa baru jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi atau SNBP 2023 merasa keberatan dengan uang kuliah tunggal atau UKT yang harus dibayarkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal itu berdasarkan survei Forum Advokasi UGM pada 17-25 Mei lalu yang diikuti oleh 1.066 responden. Dari survei itu pula sebanyak 64,4 persen mahasiswa baru merasa UKT yang diperoleh tidak sesuai dengan kemampuan ekonomi. Sedangkan 35,6 persen mengatakan UKT yang diperoleh sudah sesuai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dalam penetapan UKT ini kampus tak transparan bagaimana rumus perhitungannya. Banyak mahasiswa terbebani karena mendapat kelompok UKT yang tinggi,” ujar Gielbran kepada Tempo pada Selasa, 4 Juli lalu.
Adapun kampus telah menetapkan besaran UKT untuk mahasiswa baru jalur SNBP 2023 pada Mei lalu. Namun, dari hasil penetapan UKT itu, kata Gilbran, banyak yang tak sesuai dengan kemampuan ekonomi mahasiswa. Karena mendapat UKT tinggi, mereka berusaha mengajukan banding agar mendapat penurunan UKT.
Menurut data BEM UGM, jumlah mahasiswa yang mengajukan banding tahun ini lebih banyak dibanding tahun lalu. Mahasiswa yang mengajukan banding tersebar di berbagai fakultas.
Di Sekolah Vokasi UGM, mahasiswa yang mengajukan banding diketahui paling banyak mencapai 124 orang. UKT di Sekolah Vokasi untuk program studi Manajemen Informasi Kesehatan, Teknologi Veteriner, Teknologi Rekayasa Mesin, dan Pengembangan Produk Agroindustri misalnya, dimulai dari Rp 13,3 juta untuk UKT Pendidikan Unggul non-subsidi. Sedangkan UKT subsidi 25 persen Rp 9.975.000, subsidi 50 persen Rp 6.650.000, subsidi 75 persen Rp 3.325.000 dan subsidi 100 persen Rp 0.
Di Fakultas Kehutanan, sebanyak 40 mahasiswa baru jalur SNBP mengajukan banding tahun ini. Tahun lalu jumlahnya 49 mahasiswa. Sedangkan di fakultas lain Ilmu Politik dan Sosial, mahasiswa yang mengajukan banding tahun ini mencapai 44 orang, lebih banyak dibanding pada 2022 yang jumlahnya hanya 10 orang.
Tak semua banding diterima. Dari 44 mahasiswa baru yang mengajukan banding di Fakultas Ilmu Politik dan Sosial itu, 28 mahasiswa diterima dan 16 mahasiswa ditolak.
Kampus Disebut Tak Transparan dalam Penetapan UKT
Gilbran mengatakan dalam penetapan UKT tahun ini, kampus menghitung dengan sistem Indeks Kemampuan Ekonomi atau IKE. Menurut dia, kampus tak terbuka mengenai rumus penghitungan IKE. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, rumus penetapan UKT dibuka.
Sebelumnya, penetapan UKT dilakukan melalui penghitungan dari penghasilan kotor ditambah penghasilan tambahan orang tua. Di beberapa fakultas jumlah tanggungan bahkan juga ikut dipertimbangkan. Formula itu dipublikasikan di laman um.ugm.ac.id meskipun sekarang sudah dihapus.
"Tahun ini detail rumus sistem IKE tidak dipublikasikan. Rektorat mengklaim menggunakan AI, tapi tidak mau menunjukan rumusnya," ujarnya. "Ini sama saja melukai nama kampus yang selalu digadang-gadang sebagai Kampus Kerakyatan".
Ketika dimintai tanggapan pada Rabu, 5 Juli lalu, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian Masyarakat dan Alumni, Universitas Gadjah Mada,Arie Sujito, belum merespons hingga sekarang.
Namun, sebelumnya Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia dan Keuangan Supriyadi menerangkan penetapan UKT didasarkan pada kemampuan ekonomi orang tua atau penanggung jawab biaya pendidikan mahasiswa.
Kemampuan ekonomi dievaluasi berdasarkan dokumen-dokumen yang diunggah oleh calon mahasiswa setelah dinyatakan diterima dan melakukan pendaftaran ulang. Skema ini, menurut Supriyadi, lebih berkeadilan bagi para calon mahasiswa baru.
“Selain itu tentunya program beasiswa lain masih kami kawal agar kami dapat memberikan berbagai tambahan keringanan kepada mahasiswa. Baik melalui program kerja sama dengan mitra maupun program beasiswa dari pemerintah akan selalu kami fasilitasi agar para mahasiswa nanti bisa dengan nyaman mengikuti perkuliahan di UGM,” katanya.
UGM, kata dia, menerapkan skema UKT Pendidikan Unggul bagi mahasiswa baru dari keluarga yang mampu secara ekonomi. Sedangkan, kelompok mahasiswa lainnya akan menerima UKT Pendidikan Unggul Bersubsidi dengan besaran subsidi sebesar 25 persen, 50 persen, 75 persen, hingga 100 persen.
Rektor UGM Ova Emilia mengatakan UGM berpihak kepada mahasiswa yang berasal dari keluarga dengan kemampuan ekonomi lemah dengan memberikan skema pembebasan UKT serta berbagai jenis beasiswa yang tersedia.
"Orang yang kurang tentunya harus kami bantu, jangan sampai ada kata-kata orang bisa DO (drop out) gara-gara tidak punya uang,” katanya pada Maret lalu.
Adapun biaya UKT UGM mengalami perubahan akibat perubahan sistem yang baru diterapkan di tahun ini. Golongan UKT UGM yang awalnya ada delapan dipersempit menjadi lima kelompok subsidi. Kelompok subsidi dihitung dengan kelipatan 25 persen menjadi subsidi 100 persen, 75 persen, 50 persen, 25 persen, dan 0 persen (UKT Pendidikan Unggul).
Jumlah UKT di masing-masing fakultas berbeda-beda. Misalnya, biaya UKT di program studi Kedokteran Hewan, Kedokteran Gigi, dan Kedokteran untuk non-subsidi Rp 24,7 juta. Untuk subsidi 25 persen Rp 18.525.000, subsidi 50 persen Rp 12.350.000, subsidi 75 persen Rp 6.175.000, dan subsidi 100 persen Rp 0.
Dari aturan baru ini juga mahasiswa UGM jalur mandiri yang memperoleh UKT Pendidikan Unggul non-subsidi wajib membayar uang pangkal atau yang disebut Sumbangan Solidaritas Pendidikan Unggul sebesar Rp30 juta bagi bidang Saintek dan Rp 20 juta bagi bidang Soshum.
Catatan: Terjadi perubahan di paragraf ke-2 pada Sabtu, 8 Juli 2023 pukul 11.14 WIB sebelumnya tertulis: Hal itu berdasarkan survei BEM UGM, diralat menjadi Hal itu berdasarkan survei Forum Advokasi UGM. Terima kasih.
Terdapat pula kekeliruan data yang diinput oleh Forum Advokasi UGM, sebelumnya tertulis data mahasiswa yang mengajukan banding di di Fakultas Kehutanan sebanyak 80 mahasiswa baru, namun diralat menjadi 40 mahasiswa baru.