PEMALSUAN nilai bukan hanya dilakukan oleh murid SMA atau mahasiswa di perguruan tinggi. Dosen pun bisa menyulap nilainya agar cepat lulus. Paling tidak, itulah yang dituduhkan pada Bakhtiar Syarif Rahim, dosen Fisipol Universitas Hasanuddin, Ujungpandang. Menurut berita yang sempat tersiar, Bakhtiar dianggap telah memalsukan sejumlah nilai ketika mengikuti program S-2 untuk memperoleh gelar magister di Universitas Gadjah Mada, Yogya. Dengan ''nilai palsu'' tersebut, ia bisa lebih cepat merampungkan kuliah pascasarjananya hingga diwisuda 20 Februari lalu. Karena wisuda itulah kelulusan Bakhtiar mulai dipersoalkan. Bermula dari foto dan namanya yang terpasang di buku wisuda. Adalah John Suprihanto, dosen pascasarjana UGM yang pernah mengujinya, yang ''menangkap basah''. Untuk meyakinkan kecurigaannya, John yang merasa belum meluluskan tesis Bakhtiar mengecek tanda tangan di kertas nilai. Dan ia pun lantas yakin bahwa tanda tangannya, dan dua dosen penguji lain, Teguh Budiarto dan Prakosa Hadi, palsu. ''Ejaan nama saya tertulis Jonh, bukan John. Ini ganjil,'' katanya. ''Dari sini saja, jelas ada pemalsuan.'' Dengan bekal temuannya itu John menghubungi kedua rekannya yang tanda tangannya juga dipalsukan. Setelah itu mereka meneruskan persoalan tersebut ke Direktur Pascasarjana dan Rektor UGM. John merasa perlu melacaknya karena tahu persis bahwa Bakhtiar, yang membuat tesis berjudul ''Analisa Perilaku Konsumen terhadap Pembelian Pakaian Sutra Alam Sebagai Strategi Pengembangan Pemasaran di Sulawesi Selatan'' itu, belum lulus. ''Bagaimana mau diluluskan kalau ia tak dapat menjelaskan materi yang ditulisnya sendiri dalam pendadaran,'' kata John, yang mengujinya 16 Desember 1992. Bahkan, katanya, Bakhtiar tak paham akan alat analisa yang dibuatnya. Untuk itu, penguji meminta calon magister itu memperbaiki tesisnya dan maju ujian lagi. Tapi dari ujian tesis yang belum lulus itu, di daftar nilai tertulis B alias lulus. Selain itu, konon juga ditemukan ada nilai yang dikatrol. Mata kuliah Manajemen Keuangan III, misalnya, dari C dinaikkan menjadi B. Manajemen Pemasarn II yang semestinya B disulap menjadi A. Inilah yang diungkap Suratmin, staf administrasi yang mengurus transkripsi nilai program pascasarjana UGM itu. Benarkah tuduhan itu? Ini yang lagi diusut di kampus Bulaksumur Yogya maupun Universitas Hasanuddin, Ujungpandang. Rektor Unhas Basri Hasanuddin minta komisi disiplin universitas menelitinya. Sedangkan Prof. Sadly, dekan Fisipol Unhas yang menjadi atasan Bakhtiar, juga terbang ke Yogya untuk minta maaf dan memberi penjelasan. ''Saya membawa pesan khusus permintaan maaf dari Rektor atas masalah ini,'' katanya kepada TEMPO. Selain menemui rektor UGM Muhammad Adnan, ia juga bersua pihak-pihak yang berkaitan dengan kelulusan Bakhtiar, termasuk staf administrasi Suratmin itu. Sebab yang disebut terakhir itulah yang tahu banyak soal transkripsi atau daftar nilai. Suratmin sendiri mengaku tak menyulap nilai. Versinya berbunyi: ''Selepas ujian tesis Desember lalu, Bakhtiar mengaku lulus dengan nilai B, dan minta tolong agar dibuatkan transkripsi nilai''. Bakhtiar, tambahnya, bahkan menjanjikan uang Rp 200.000. ''Saya tak mau karena ini akan merusak karier saya,'' kata Suratmin. Ia kemudian melempar tuduhan ke temannya Wusono Aji yang mengurus adminstrasi mahasiswa pascasarjana itu. Namun Aji pun mengelak, mengaku tak tahu-menahu bahwa daftar nilai yang disodorkan padanya sudah dipalsukan. Kiat mengelak serupa juga datang dari Bakhtiar ketika ditemui di Ujungpandang. ''Semua berkas nilai yang dituduhkan saya palsukan itu saya dapat dari Suratmin,'' katanya. Bahkan, kata Bakhtiar, yang mengikuti program pascasarjana itu mulai 1990, sejak awal Suratmin telah menawarkan ''tarif'' perbaikan nilai. Suratmin pula, kata Bakhtiar, yang mengatakan untuk wisuda tak perlu revisi tesisnya yang belum lulus. ''Saya pikir wisuda itu formalitas saja dan tak mempengaruhi kelulusan saya,'' kata Bakhtiar. Dengan alasan itu, dosen yang diwisuda sebagai sarjana dari Fisipol Unhas 1985 itu mendaftarkan diri ikut wisuda magister. Ia pun lantas pulang ke Ujungpandang setelah wisuda. Soal tuduhan menjanjikan uang, Bakhtiar mempunyai jawaban lain. Malah, katanya, Suratmin yang menyodorkan tarif Rp 25.000 untuk menaikkan nilai D menjadi B, dan Rp 50.000 untuk nilai C menjadi A. Demi jernihnya soal, ia pun siap dihadapkan dengan berbagai pihak yang berurusan dengan nilainya itu di Yogya. ''Ini menyangkut pencemaran nama,'' katanya. Ia mengaku siap memperkarakan mereka ke pengadilan. Siapa biang keladi, memang belum ditemukan. Jumat lalu Dekan Fisipol Unhas Sadly mengadakan pertemuan dengan Rektor UGM Adnan. ''Tujuan pihak Unhas adalah untuk mendengarkan penjelasan langsung dari kami,'' kata Adnan kepada Marcelino Ximenes Magno dari TEMPO. Juga dicapai kesepakatan untuk mempertemukan Bakhtiar dan para pengujinya. ''Kalau terbukti memalsu tanda, pihak Unhas yang akan menjatuhkan sanksi,'' tambahnya. Namun Direktur Pasca-Sarjana UGM Soenardi Prawirohatmodjo sempat mengancam sanksi lebih berat. Tindakan itu dianggapnya sebagai penghinaan terhadap dunia pendidikan, di samping, katanya, merugikan negara. Sebab, untuk meraih gelar magister atau S-2, paling tidak telah dikeluarkan biaya Rp 10 juta lebih. Agus Basri dan Waspada Santing
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini