Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Ristek Nadiem Makarim telah mencabut permendikbud yang menetapkan Pendidikan Kepramukaan sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib di sekolah. Lewat kebijakan terbaru yang diterbitkannya bulan lalu, yakni Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024, Nadiem menghapus segala hal tentang Pramuka yang bersifat wajib di sekolah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebijakan itu memicu beragam tanggapan dari berbagai kalangan hingga Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, menegaskan kalau kementerian saat ini tidak pernah berniat menghapus Pramuka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia mengatakan peraturan tersebut hanya merevisi bagian Pendidikan Kepramukaan dalam Model Blok yang mewajibkan perkemahan, menjadi tidak wajib. Lebih lanjut, menurutnya jika satuan pendidikan akan menyelenggarakan kegiatan perkemahan, maka tetap diperbolehkan. Keikutsertaan murid dalam kegiatan ekstrakurikuler-nya juga bersifat sukarela--senapas dengan Kurikulum Merdeka yang kini diterapkan.
"Sejak awal, Kemendikbudristek tidak memiliki gagasan untuk meniadakan Pramuka," kata Anindito menegaskan, dikutip dari keterangannya yang dibagikan di situs web Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan hari ini, Senin 1 April 2024.
Lantas, seperti apa sejarah gerakan Pramuka di dunia dan Indonesia? berikut penjelasannya.
Sejarah Pramuka
Gerakan pramuka bermula di Inggris di bawah kepemimpinan Robert Baden Powell, seorang Letnan Jenderal Inggris yang menyelenggarakan perkemahan pada 25 Juli 1907. Sebagai seorang prajurit, Baden Powell telah terbiasa menjelajahi alam sejak kecil. Setelah pengalaman perangnya, ia memutuskan untuk memimpin gerakan kepanduan, yang diawali dengan perkemahan delapan hari di Pulau Brownsea pada 1907.
Setahun setelah itu, Baden Powell menulis buku "Scouting for Boys" yang merangkum prinsip dasar kepramukaan. Gerakan kepanduan ini awalnya hanya diperuntukkan bagi laki-laki, dikenal dengan sebutan Scouting for Boys. Buku tersebut kemudian diterjemahkan ke berbagai bahasa dan menyebar ke seluruh dunia.
Pada 1910, Baden Powell pensiun dari militer dan sepenuhnya mengabdikan dirinya pada Gerakan Pramuka. Bersama adiknya, Agnes, ia membentuk Pramuka untuk perempuan yang disebut Girls Guides, atau dikenal dengan nama Girl Scouts. Kemudian, empat tahun berselang, kelompok Pramuka Siaga dibentuk dengan nama CUB (Anak Serigala), terinspirasi dari buku "The Jungle Book" karya Rudyard Kipling.
Perkembangan Gerakan Pramuka terus berlanjut, termasuk pembentukan Rover Scout untuk pemuda berusia 17 tahun pada 1918. Pada 1920 diadakan Jambore Dunia pertama di Olympia Hall, London, yang dihadiri oleh pramuka dari 27 negara. Baden Powell diangkat sebagai Bapak Pandu Sedunia (Chief Scout of The World) pada acara tersebut.
Tidak lama setelah dilaksanakannya Jambore, dibentuklah WOSM atau World Organization of the Scout Movement (Organisasi Gerakan Pramuka Sedunia). Pada 1968, kantor sekretariatnya pindah ke Jenewa, Swiss. Sebelumnya kantor sekretariat itu berada di London, Inggris, dan pada 1958 pindah ke Ottawa, Kanada.
Pramuka di Indonesia
Dilansir dari laman Museum Sumpah Pemuda, sejarah Pramuka di Indonesia dimulai dengan munculnya kepanduan Belanda, NPO (Netherlandesche Padvinders Organisatie), pada 1912. Pada 1916, NPO berganti nama menjadi NIPV (Netherland Indische Padvinders Vereeniging).
Pada tahun yang sama, Mangkunegara VII mendirikan JPO (Javaansche Padvinder Organisatie). Kemunculan JPO kemudian memicu pembentukan organisasi pramuka lainnya seperti HM (Hizbul Wahton) pada 1918 dan JJP (Jong Java Padvinderij) pada 1923.
Berkembangnya organisasi Pramuka di Indonesia memunculkan beberapa federasi. Namun untuk memperkuat kesatuan, dibentuklah PERKINDO (Persatuan Kepanduan Indonesia) pada masa setelah kemerdekaan. Pada 1960, pemerintah dan MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) berusaha untuk menyatukan organisasi kepramukaan di Indonesia.
Pada 9 Maret 1961, Presiden Soekarno mengumpulkan tokoh-tokoh Pramuka Indonesia dan membentuk panitia pembentukan Gerakan Pramuka yang terdiri dari Sultan Hamengkubuwono XI, Prof. Prijono. Dr. A. Aziz Saleh, serta Achmadi. Hasilnya adalah dikeluarkannya lampiran Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961 tentang Gerakan Pramuka, yang menandai Hari Permulaan Tahun Kerja.
Pada 30 Juli 1961, di Istora Senayan, tokoh-tokoh kepanduan Indonesia menyatakan bergabung dengan Gerakan Pramuka, yang dikenal sebagai Hari Ikrar Gerakan Pramuka. Pada 14 Agustus 1961, dilakukan MAPINAS (Majelis Pimpinan Nasional) yang menandai hari lahir Pramuka di Indonesia di mana Presiden Soekarno menyerahkan panji-panji Pramuka kepada tokoh-tokoh Pramuka.
Pada 26 Oktober 2010, Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka, yang mengizinkan organisasi profesi untuk menyelenggarakan kegiatan kepramukaan selain Pramuka.
RIZKI DEWI AYU DARI BERBAGAI SUMBER