Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Cassa, Merintis Dan Merintih

Presiden memenuhi janjinya mengoperasikan penerbangan perintis di Riau. Tapi penumpang kurang berminat naik pesawat cassa yang disediakan, hingga pesawat itu sering terbang kosong.

28 Mei 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETIKA berkunjung ke Batam akhir Nopember 1976 lalu, Presiden Suharto memang ada janji. Bahwa untuk membuka kontak hubungan udara antara proyek Otorita itu dengan beberapa kota penting di Riau dan Jakarta, akan dioperasikan penerbangan perintis kemari. "Twin Otter atau Cassa" begitu Kepala Negara menggambarkan jenis pesawatnya. Janji itu, 3 bulan kemudian, memang dipenuhi. Pilihan jatuh pada Cassa-212, pesawat hasil rakitan PT Nurtanio, Bandung. Dan terhitung 7 Maret 1977, resmi sudah melayang-layang di angkasa Riau. Buat Riau sendiri, meskipun bukan pertama -kali menikmati rahmat proyek penerbangan perintis, narnun bukan tak menggembirakan. Sebab, dengan hadirnya Cassa ini, ada beberapa kota penting yang secara tetap disinggahi. Seperti Dumai, Sungai Pakning, Rengat. Ini berarti menambah sarana hubungan yang ada, yang selama ini hanya mengandalkan jalan laut atau darat. Padahal, kontinuitas hubungan laut sulit dipegang. Maklum, kapal-kapal yang melayari perairan Riau umumnya kapal barang yang lebih banyak bergantung kepada selera para pemiliknya, bukan suatu jadwal perjalanan tetap. Sementara hubungan darat bukan kepalang sulitnya. Sebab kondisi jalan di Riau masih terhitung parah. Seperti dari Rengat ke Pekanbaru, misalnya. Di lain pihak, beroperasinya perintis ini, dapat pula mengisi kekosongan yang ditinggal CIA untuk jurusan Palembang Tanjung pinang-Pekanbaru, sejak perusahaan itu menghentikan sama sekali penerbangannya dengan F-27 kemari. Meskipun ada perusahaan penerbangan swasta "Sempati" yang membuka jaringan penerbangan jurusan ini, namun karena bersifat carteran, sulit dipegang. Di samping, "harga karcisnya seenak perut" begitu gerutu penumpang-penumpang di Tg. Pinang. Sering Kosong Tapi apa mau dikata, sampai 3 bulan terakhir ini, tampaknya sang Cassa yang mampu membawa 18 penumpang itu belum begitu berhasil mengutik selera para penumpang. Pihak perwakilan MNA mengakui pesawat itu masih sering terbang kosong. "Paling banyak separun kursi yang terisi" seperti dikelullkan perwakilan MNA di Tg. Pinang. Padahal biasanya untuk jurusan ini (Tg. Pinang Pekanbaru) penumpang terhitung lebat. Rata-rata 200 orang per minggu. Kurangnya minat penumpang terbang dengan Cassa, ternyata bukan cuma jurusan Tg. Pinang-Pekanbaru yang bersaing dengan Sempati yang punya F-27. Tapi jurusan lain pun tampak melempem. Seperti Pekanbaru-Batam atau Batam-Tg. Pinang. Yang tampak sedikit hidup dan bergairab hanya jurusan Rengat-Pekanbaru, Dumai-Pekanbaru dan Sungai Pakning-Pekanbaru. Apa sebenarnya yang menjadi soal kurangnya minat terhadap Cassa ini? Sebab kalau soal tarip, ternyata jauh lebih enteng. Untuk Tg. Pinang-Pekanbaru misalnya, Rp 3000 lebih rendah dari tarip Sempati. Kalangan MNA di Riau sendiri masih ragu buat memberi jawab. Cuma mereka mengakui kalau penerbangan perintis dengan Cassa ini, dianggap sementara penumpang "kurang nyaman". Ini misalnya menyangkut servis di pesawat, dan suasana tempat duduk. Para penumpang itu, tampaknya rada lemas karena dengan duduk saling berhadapan, ditambah kondisi tempat duduk yang bak rajutan keranjang buah-buahan itu, terasa bagai serdadu yang akan pergi perang. Tapi terlepas dari perkara enak tak enak terbang dengan Cassa, nyatanya jaringan udara perintis tetap penting buat Riau. Sebab sampai saat ini, Riau terhitung daerah yang belum semua kota kabupatennya dijamah pesawat terbang penumpang. Seperti Kampar, Bengkalis dan Tambilahan. Dalam daftar jatah lapangan udara perintis yang 3 tahun terakhir ini sudah lebih 43 lapangan yang dibangun, memang Riau belum kebagiaul sebijipum Tapi bukan berarti tak banyak lapangan terbang di daerah uni. Seperti Rengat, Dumai. Sungai Pakning atau Singkep. Cuma itu dan dibangun oleh pengusaha minyak. Itu sebabnya, ada yang berpendapat bahwa, jaringan penerbangan perintis ini supaya menjamah juga Bengkalis. Soalnya, kota kabupaten yang terkenal dengan sagu dan ikan itu, kini hampir-hampir terlupakan. Apalagi sejak gagasan memindahkan ibukota kabupaten itu ke Dumai. Meskipun gagal, dan Dumai bakal dijadikan Kotamadya administratif, namun sebagian usaha pembangunan kantor-kantor pemerintah Tingkat II sudah keburu numpuk di Dumai. Sampai-sampai seorang pejabat dari Bengkalis pernah mengumpamakan kalau Bengkalis kini tak ubah "kota kecamatan" saja. Terpencil dan terbuang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus