PELABUHAN Meulaboh di Aceh Barat boleh merasa masygul melihat
dirinya belum juga terbenahi. Bagaikan anak perawan kampung, ia
tentu selalu tersipu bila dibicarakan. Nasibnya memang kurang
mujur, walaupun selalu berharap mendapat sebutan pelabuhan
samudra. Sebab yang ditunjuk sebagai pelabuhan samudera di
pantai Aceh bagian barat itu ternyata pelabuhan Susoh di Aceh
Selatan. Begitu keputusan Pemerintah Daerah Aceh dan
Bappeda-nya.
Hal itu juga diungkapkan Gubernur Muzzakir Walad. Bahwa ada 4
pelabuhan di daerahnya yang mendapat pengembangan sebagai tulang
punggung dari kabupaten-kabupaten di mana pelabuhan itu berada.
Nomor satu, Langsa di Aceh Timur. Lalu Lhok Seumawe untuk Aceh
Utara, Tengah dan sebagian Pidie. Kemudian Krueng Raya
M31ahayati yang diresmikan Presiden Soeharto bulan lalu sebagai
penunjang bagi Aceh Besar, sebagian Pidie dan sebagian Aceh
Selatan. Akhirnya Susoh untuk sebagian Aceh Barat dan Aceh
Selatan. "Ini sudah dirumuskan dall menjadi keputusan serta
mendapac persetujuan dari Bappenas", kata salah seorang staf
Bappeda Aceh kepada TEMPO.
Melalui sebuah penelitian yang agaknya cukup matang, pelabuhan
Meulaboh tampaknya punya harapan tipis untuk dikembangkan lebih
lanjut dalam waktu dekat ini. Walaupun Yusuf Rasyid, Kepala
Pelabuhan Meulaboh, mencoba membentangkan angka-angka ekspor
seperti rotan, karet, minyak kelapa sawit dan balok. Untuk kayu
balok saja, menurut Yusuf, mencapai 49.752 ton, ditambah ekspor
tradisionil rotan sawit dan getah sebanyak 3.398 ton di tahun
lewat. Yusuf optimis bahwa angka-angka itu akan terus membengkak
pada tahun berikutnya jika fasilitas pelabuhan memadai.
"Ini memang kenyataan", tambah Bupati Aceh Barat, Syamsunan. Ia
menunjuk beberapa potensi daerahnya yang akan lebih meyakinkan
di tahun-tahun mendatang bila sarana jalan selesai dibenahi.
"Kegairahan petani akan meningkat apabila jalan sudah banyak
yang baik", ucapnya. Yusuf Rasyid pun belum mau berhenti
berdalih. "Fasilitas pelabuhan yang tersedia lebih kecil dari
volume barang", tambahnya "di samping kegiatan di dermaga
sering tersendat akibat tak bisa tersedotnya arus barang karena
minimnya fasilitas"
Tapi syahbandar pelabuhan Meulaboh, Usman Husein, ingin pula
memperkuat. "Rata-rata 40 buah kapal jenis lokal maupun samudera
menyinggahi Meulaboh setiap bulannya", katanya. Dan karena semua
ini pula jantung Bupati Syamsunan berdegup keras tahun lampau
ketika mendengar berita bahwa pelabuhan Tapaktuan di Aceh
Selatan menerima dana untuk perbaikan. Padahal, katanya, hasil
Aceh Selatan taklah sebanyak Aceh Barat. Apalagi, tambahnya,
pelabuhan Meulaboh tetap menduduki angka paling atas dalam
perkara kesibukn bongkar muat di kawasan pesisir Aceh bagian
barat.
Karena itu Bupati Syamsunan buruburu mendekati pusat, yaitu
Ditjen Perhubungan Laut. Ia minta perhatian akan nasib
gudang-gudang yang hampir roboh, kantor yang bocor dan dermaga
yang tak memadai. Pihak Ditjen Perhubungan Laut mengangguk
setuju akan adanya perbaikan. Tapi dalam Pelita III nanti. Sebab
pada Pelita I di tahun 1973 pelabuhan Meulaboh sudah pernah
mendapat perbaikan dermaga sepanjang 27« meter dengan lebar 10
meter. Namun harus diingat, dermaga ini hanya sebagai tempat
pemuatan barang-barang ke tongkang, bukan sebagai tempat merapat
kapal-kapal. Sebab kedalaman laut di hidung dermaga hanya 1
meter, sedangkan muatan tongkang sandar cuma 10 ton bobot mati.
Kapal-kapal harap berlabuh 200 meter dari dermaga.
Bila gelombang angin barat muncul, acara bongkar muat antar
dermaga ke kapal dan sebaliknya bisa kualat. Ini terutama karena
pelabuhan Meulaboh yang ciptaan alam itu amat terbuka untuk
tiupan angin. Dan barangkali bertolak dari ini pula pelabuhan
feri Meulaboh-Sinabang di pulau Simeulue yang direncanakan akan
digarap tahun ini memilih tempat di Lhok Geudong. Berjarak 1 Km
dari dermaga lama, Lhok Geudong punya kedalaman laut yang cukup
memuaskan. Juga terlindung dari jilatan angin barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini