Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Majalah Tempo edisi 6 Oktober 1984 dalam tulisan berjudul “Kisah-Kisah Oktober 1965” menceritakan bagaimana mengerikannya malam berdarah G30S di rumah Brigadir Jenderal Donald Izacus Panjaitan atau DI Panjaitan yang disaksikan langsung oleh putrinya, Catherine Panjaitan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Saya melihat kepala Papi ditembak dua kali,” Catherine mengisahkan. “Dengan air mata meleleh, saya berteriak, "Papi..., Papi...." Saya ambil darah Papi, saya usapkan ke wajah turun sampai ke dada,” kata Catherine
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 04.30 tanggal 1 Oktober 1965. Catherine saat itu sedang tidur di kamar lantai dua. Ia terbangun karena suara teriakan dan tembakan. Sontak, ia langsung mengintip ke jendela.
Betapa terkejutnya dia ketika melihat banyak tentara berseragam lengkap di pekarangan rumahnya. “Beberapa diantaranya melompati pagar, sambil membawa senapan,” kata Catherine.
Dengan rasa panik, Catherine lari menuju kamar ayahnya dan berkumpul di ruang tengah lantai atas. Saat itu, Catherine melihat ayahnya, mondar-mandir dan sempat mengotak-atik senjatanya. Ketika ditanya apa yang sedang terjadi, ayahnya bergeming.
Suara tembakan terus terdengar dari lantai bawah. Para tentara itu menghancurkan televisi, koleksi kristal Ibu Panjaitan, hingga meja.
Sebelum menyerahkan diri ke tentara, Panjaitan sempat meminta Catherine untuk menelepon Samosir, asisten Jenderal S. Parman. Setelah melakukan apa yang diperintah ayahnya, Catherine kemudian menelepon Bambang, pacar sahabatnya. Belum selesai ia berbicara, kabel telepon diputus oleh para tentara.
Dengan seragam lengkap, Panjaitan kemudian turun ke ruang tamu. Seseorang dengan seragam hijau bertopi baja kemudian menyuruh Panjaitan untuk memberi hormat. Sikap Panjaitan yang hanya mengambil topi dan mengapitnya di ketiak kiri membuat geram para tentara.
Pukulan dengan gagang senapan kemudian melayang ke arah Panjaitan yang membuatnya tersungkur. Setelah itu, terdengar kembali suara tembakan dari pasukan G30S. “Darah menyembur dari kepala Papi,” kata Catherine.
NAUFAL RIDHWAN ALY