Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Cerita Sukses Anas Malik

Langkah-langkah penertiban anas malik sebagai bupati pariaman dilakukan tanpa kenal lelah, a.l: jaringan air minum dan listrik, pembangunan jalan desa, pelabuhan dan jamban keluarga.

3 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETIKA masih menjadi Jubir Laksusda Kodam V/Jaya ia gampang ditemui wartawan. Tapi kini, setelah pulang kampung dan menjadi bupati di Padang Pariaman (Sumatera Barat), Anas Malik sulit dijumpai di kantornya setelah pukul 9 pagi. "Bapak masuk kantor pukul 6 pagi. Setelah menyelesaikan beberapa tugas langsung meninjau ke daerah-daerah," kata seorang petugas piket di kantornya. Begitu ia bertugas di kampung halamannya itu Anas Malik segera berkeliling ke desa-desa. Lalu turunlah anjurannya: baiknya masyarakat meninggalkan kebiasaan meminta uang jemputan dan uang hilang dalam perkawinan. Keluarga pengantin wanita biasanya meminta hal itu dari keluarga pria. "Kebiasaan itu tidak sesuai dengan ajaran Islam dan tidak cocok lagi dengan perkembangan zaman," kata Anas Malik. Gagasan bupati itu lantas disampaikannya kepada DPRD Tk.II Padang Pariaman. Para ulama, ninik-mamak dan tokoh-tokoh masyarakat pun segera bermusyawarah. Kesimpulannya: "uang jemputan" itu hal biasa, tapi "uang hilang" memang menyimpang dari adat dan agama. Hasil musyawarah itu lantas diumumkan. DPRD belum dapat membuat Perda (peraturan daerah) mengenai hal itu. Tapi hasilnya sudah mulai nampak orang tak berani lagi minta uang hilang secara terang-terangan. "Mereka sudah malu," ujar Anas Malik. Anas Malik melanjutkan gebrakannya. Ia melarang penduduk membuang hajat besar di pantai. Selama ini, setiap pagi, penduduk memang terbiasa berak beramai-ramai di pantai yang memanjang di sebelah selatan ibukota kabupaten. Anas Malik yang rajin hadir di masid-masjid menghimbau agar kebiasaan itu ditinggalkan. Tapi anjurannya kali ini kurang mempan -- sebab mungkin masih banyak penduduk yang tidak punya kakus sendiri. Bupati tak kurang akal. Ia menugaskan sepasukan hansip mengintip orang berhajat besar di pagi subuh itu. Yang tertangkap ditahan. Setelah diberi penjelasan baru dilepas siang harinya. "Siapa yang tak malu pulang siang hari dengan celana dalam," kata penduduk dekat pantai. Seperti Preman Bupati lalu memaklumkan pantai itu sebagai DBB alias daerah-bebas-berak. Kawasan DBB sepanjang 3 km itu kini nampak bersih. Sebuah restoran siap dibangun di sana dan kawasan itu sudah pula ditanami pohom jambu mete dan kelapa. Adapun penduduk yang tak mampu dibantu membuat jamban keluarga, Langkah Anas Malik berikutnya menuju penertiban lalulintas dan pemakaian jalan umum. Jalan-jalan kelas empat, misalnya, tak diizinkannya dilalui kendaraan besar seperti truk. Ketika suatu saat bupati memergoki sebuah truk melanggar larangannya, ia langsung turun tangan. Sang sopir langsung ditamparnya. "Cara tentara" seperti itu ternyata juga berlaku untuk hal-hal kecil. Di bulan Ramadhan lampau misalnya, ketika pulang kantor Anas Malik melihat beberapa pemuda bergerombol di jalan sambil merokok. Malah ketika pak bupati lewat kabarnya ada seorang yang berani menyemburkan asap rokoknya. Anas Malik turun dan: plak, plak! "Untuk membangun daerah ini kita harus berbuat banyak. Kadang-kadang saya harus bertindak sebagai dubalang pagar nagari, menjaga keamanan dan ketertiban. Kadang-kadang sebagai guru yang mendidik. Kadang-kadang sebagai bapak yang menyayangi anak-anaknya," katanya. "Dan kalau perlu saya juga harus bertindak keras seperti preman," tambahnya. Kota Pariaman, ibukota Kabupaten Padang Pariaman, 110 km dari Padang memang hampir-hampir tak mengalami kemajuan. Tak ada bangunan perkantoran yang baru, pasarnya pun sudah keropos. Ternak berkeliaran di jalanjalan, jemuran pakaian nampak di mana-mana. Pendeknya kota itu semrawut dan kotor. "Daerah ini tak punya rencana induk. Kalau pun ada, tidak jalan," kata bupati. Dalam waktu dekat Anas Malik segera menyelesaikan jaringan air minum di kota yang bersumber dari sumur bor di sudut kota. Begitu pula jaringan listrik 220 Volt yang kini sedang dikerjakan pemasangannya, dari PLTA Maninjau dan sudah mendekati Pariaman. Ia juga segera membangun pelabuhan untuk kapal-kapal yang biasa datang dari Pulau Menrawai, berikut cold storage untuk mengawetkan ikan tangkapan nelayan. Jalan-jalan raya di kawasan pedesaan kini memang nampak bersih dan lebih lebar. Rumah-rumah penduduk nampak rapi berpagar sementara kios-kios liar atau mobil-mobil bekas sudah disingkirkan. Setiap kali nampak penduduk bergotong-royong memperbaiki jalan. Sudah lebih dari 250 km jalan raya dan sembilan jembatan diperbaiki. Anas Malik nampaknya tak kenal lelah. 'Biasa saja. Pendeknya yang akan jadi baik 'kan kampung awak juga," katanya tersenyum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus