KETIKA masih menjadi Jubir Laksusda Kodam V/Jaya ia gampang
ditemui wartawan. Tapi kini, setelah pulang kampung dan menjadi
bupati di Padang Pariaman (Sumatera Barat), Anas Malik sulit
dijumpai di kantornya setelah pukul 9 pagi. "Bapak masuk kantor
pukul 6 pagi. Setelah menyelesaikan beberapa tugas langsung
meninjau ke daerah-daerah," kata seorang petugas piket di
kantornya.
Begitu ia bertugas di kampung halamannya itu Anas Malik segera
berkeliling ke desa-desa. Lalu turunlah anjurannya: baiknya
masyarakat meninggalkan kebiasaan meminta uang jemputan dan uang
hilang dalam perkawinan. Keluarga pengantin wanita biasanya
meminta hal itu dari keluarga pria.
"Kebiasaan itu tidak sesuai dengan ajaran Islam dan tidak cocok
lagi dengan perkembangan zaman," kata Anas Malik. Gagasan bupati
itu lantas disampaikannya kepada DPRD Tk.II Padang Pariaman.
Para ulama, ninik-mamak dan tokoh-tokoh masyarakat pun segera
bermusyawarah. Kesimpulannya: "uang jemputan" itu hal biasa,
tapi "uang hilang" memang menyimpang dari adat dan agama.
Hasil musyawarah itu lantas diumumkan. DPRD belum dapat membuat
Perda (peraturan daerah) mengenai hal itu.
Tapi hasilnya sudah mulai nampak orang tak berani lagi minta
uang hilang secara terang-terangan. "Mereka sudah malu," ujar
Anas Malik.
Anas Malik melanjutkan gebrakannya. Ia melarang penduduk
membuang hajat besar di pantai. Selama ini, setiap pagi,
penduduk memang terbiasa berak beramai-ramai di pantai yang
memanjang di sebelah selatan ibukota kabupaten. Anas Malik yang
rajin hadir di masid-masjid menghimbau agar kebiasaan itu
ditinggalkan.
Tapi anjurannya kali ini kurang mempan -- sebab mungkin masih
banyak penduduk yang tidak punya kakus sendiri. Bupati tak
kurang akal. Ia menugaskan sepasukan hansip mengintip orang
berhajat besar di pagi subuh itu. Yang tertangkap ditahan.
Setelah diberi penjelasan baru dilepas siang harinya. "Siapa
yang tak malu pulang siang hari dengan celana dalam," kata
penduduk dekat pantai.
Seperti Preman
Bupati lalu memaklumkan pantai itu sebagai DBB alias
daerah-bebas-berak. Kawasan DBB sepanjang 3 km itu kini nampak
bersih. Sebuah restoran siap dibangun di sana dan kawasan itu
sudah pula ditanami pohom jambu mete dan kelapa. Adapun penduduk
yang tak mampu dibantu membuat jamban keluarga,
Langkah Anas Malik berikutnya menuju penertiban lalulintas dan
pemakaian jalan umum. Jalan-jalan kelas empat, misalnya, tak
diizinkannya dilalui kendaraan besar seperti truk. Ketika suatu
saat bupati memergoki sebuah truk melanggar larangannya, ia
langsung turun tangan. Sang sopir langsung ditamparnya.
"Cara tentara" seperti itu ternyata juga berlaku untuk hal-hal
kecil. Di bulan Ramadhan lampau misalnya, ketika pulang kantor
Anas Malik melihat beberapa pemuda bergerombol di jalan sambil
merokok. Malah ketika pak bupati lewat kabarnya ada seorang yang
berani menyemburkan asap rokoknya. Anas Malik turun dan: plak,
plak!
"Untuk membangun daerah ini kita harus berbuat banyak.
Kadang-kadang saya harus bertindak sebagai dubalang pagar
nagari, menjaga keamanan dan ketertiban. Kadang-kadang sebagai
guru yang mendidik. Kadang-kadang sebagai bapak yang menyayangi
anak-anaknya," katanya. "Dan kalau perlu saya juga harus
bertindak keras seperti preman," tambahnya.
Kota Pariaman, ibukota Kabupaten Padang Pariaman, 110 km dari
Padang memang hampir-hampir tak mengalami kemajuan. Tak ada
bangunan perkantoran yang baru, pasarnya pun sudah keropos.
Ternak berkeliaran di jalanjalan, jemuran pakaian nampak di
mana-mana. Pendeknya kota itu semrawut dan kotor. "Daerah ini
tak punya rencana induk. Kalau pun ada, tidak jalan," kata
bupati.
Dalam waktu dekat Anas Malik segera menyelesaikan jaringan air
minum di kota yang bersumber dari sumur bor di sudut kota.
Begitu pula jaringan listrik 220 Volt yang kini sedang
dikerjakan pemasangannya, dari PLTA Maninjau dan sudah mendekati
Pariaman. Ia juga segera membangun pelabuhan untuk kapal-kapal
yang biasa datang dari Pulau Menrawai, berikut cold storage
untuk mengawetkan ikan tangkapan nelayan.
Jalan-jalan raya di kawasan pedesaan kini memang nampak bersih
dan lebih lebar. Rumah-rumah penduduk nampak rapi berpagar
sementara kios-kios liar atau mobil-mobil bekas sudah
disingkirkan. Setiap kali nampak penduduk bergotong-royong
memperbaiki jalan. Sudah lebih dari 250 km jalan raya dan
sembilan jembatan diperbaiki. Anas Malik nampaknya tak kenal
lelah. 'Biasa saja. Pendeknya yang akan jadi baik 'kan kampung
awak juga," katanya tersenyum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini