YANG beragama Islam tidak akan lagi menghadapi daging babi.
Bupati Tapanuli Tengah, Lundu Panjaitan, optimistis warga di
wilayahnya, yang 50% Kristen, tidak lagi akan menghadang
saudara-saudaranya yang muslim dengan hidangan itu. Sebuah
seminar adat yang diarahkan Panjaitan, di Balai Desa Pandan, 376
km dari Medan, akhir bulan lalu menyimpulkan bahwa "daging babi
bukan komponen mutlak adat Batak".
Pesta adat di Tapanuli Tengah, yang seimbang perbandingan
warganya (170.000 jiwa) antara yang Islam dan Kristen, memang
sering bikin kecewa. Kaum parsubang (muslim, plus mereka yang
alergi atau pantang babi) bila menghadiri pesta keluarga Kristen
tak diberi makan dalam rumah. Mereka di'jiran', rumah keluarga
Islam yang 'dititipi'.
Bupati yang beragama Kristen itu pernah menerima keluhan Haji M.
Pardede, 52 tahun. Pardede, pemuka adat Desa Simanosor tahun
1981 diundang keluarga mempelai wanita (anak boru) yang beragama
Kristen dalam acara masuk rumah baru. Karena dalam rumah hajatan
itu terhidang daging yang diantangkannya, ia kecewa sekali tak
bisa ikut masuk rumah baru itu.
Kisah lain dituturkan Bupati: pengalaman Ketua DPRD Tapanuli
Tengah, Dangol Tobing. Tahun 1977 Tobing menerima undangan pesta
pembayaran perkawinan dari pihak anak boru yang Kristen. Melihat
hidangan babi, Tobing ini spontan marah. Pesta adat dianggapnya
batal, malah mengandung unsur menghina, katanya. "Soalsoal
semacam itulah yang mendorong saya melakukan seminar ini," tutur
Bupati yang berani mengeluarkan biaya Rp 5 juta untuk
kumpul-kumpul 30-31 Mei itu.
Mula-mula ada belasan orang dari 200 peserta, yang keras
mempertahankan makanan kelaziman itu. Namun argumen mereka
dianggap tidak sekuat pandangan yang diberikan penasihat borbor
(persatuan marga) di Tapanuli Tengah, Ungkap Tua Sipahutar dan
dari Pendeta A. Saragih.
Berpegang pada Alkitab, Pak Pendeta, 61 tahun, malah mengatakan:
"Perjanjian lama melarang umat memakan daging babi. Injil atau
Perjanjian Baru tak melarang umat Kristen memakan segala jenis
hewan. Namun dalam Kisah Para Rasul, umat Kristen dinasihati
untuk tidak mengecewakan orang lain." Sedang main catur saja,
yang juga satu kebiasaan harian orang Batak, menurut Saragih
harus dihentikan bila banyak orang menganggapnya cuma
menghabiskan waktu.
Adat Batak sebenarnya "fleksibel" -- menurut Ungkap Tua
Sipahutar, 56 tahun. "Boi do pinahan lobu ditabasi dohot
hambing," petuah ompung (kakek) yang beragama Kristen itu. Niat
menghidangkan daging babi bisa saja diganti dengan hidangan
daging kambing, ayam, ikan atau telur ayam. Itu artinya.
"Kebiasaan menghidangkan daging babi itu hanya terdorong oleh
selera atau gengsi katanya.
Bupati, sebagai moderator, menimpali: "Orang yang tidak makan
daging babi tetap konsisten dengan adat Batak. Apakah pahlawan
nasional Sisingamangaraja tak memakai adat Batak karena dia
pemeluk Parmalim yang memantangkan daging babi Begitu pula umat
Islam di Tapanuli Tengah ini."
Semuanya digali dari adat dan dirumuskan "selaras dengan
Pancasila".
Maka 13 rumusan pun tercapai. "Syukur bisa lempang," komentar
Maulud Simatupang, pemuka adat Sumando Pesisir -- kaum muslim
Tapanuli Tengah. Toh Bupati menganggap langkahnya belum selesai.
"Niat saya membuat loka karya lagi, untuk mempersatukan adat
Sumando dari kalangan warga pesisir Tapanuli Tengah yang muslim
dengan adat Batak pedalaman yang Kristen," katanya tandas. Sebab
adanya perbedaan itu dirasakan seolah sebagai tanda bahwa
Tapanuli Tengah belum punya identitas adat yang khas.
Padahal kerukunan sesama warga negara di daerah ini sudah
teruji. Pada perayaan HUT Huria Kristen Batak Protestan (HKBP)
Sibuluan, misalnya saja, awal Februari lalu, panitianya lebih
banyak yang Islam," kata Lundu Pandjaitan kepada Bersihar Lubis
dari TEMPO. "Dan hasil aksi dana HUT Gereja itu pun sebagian
disumbangkan untuk delapan masjid di kawasan itu,' tutur Bupati.
"Bah! Inilah pengamalan P4 secara nyata, katanya lagi. Dan
matanya berkaca-kaca.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini