KAMPUS itu berpagar seng. Cukup luas. Sebuah gedung bertingkat
dua, berwarna krem, terdiri dari 19 lokal dengan daya tampung
tiap lokal 30 orang. Kampus IPIEMS (Institut Pendidikan Ilmu
Eksakta Menengah Surabaya) di Jalan Menur ini, persis
berdampingan dengan kampus Fak. Teknik Sipil ITS, memang mirip
sekolah formal. Yang mungkin membedakan IPIEMS dengan sekolah
folmal, adalah suasananya. Di sebuah kelas pada suatu hari
misalnya, diberikan pelajaran matematika. Tak tampak ketegangan
dan kerutan dahi pada diri para siswa. Bahkan sekali-sekali
terdengar gelak.
IPIEMS didirikan oleh Daniel Hadi, pada 1969. Tapi sebenarnya
Daniel telah membuka kegiatan iri sejak 1966, dengan nama Kursus
Daniel. Waktu itu masih kecil-kecilan dan hanya memberikan les
privat. Seirama dengan perkembangan aman, pada 1973 IPIEMS
mengubah diri menjadi bimbingan tes (BT) dengan segala
kesibukannya. Ternyata Daniel sukses. Dari Surabaya IPIEMS
menyebar ke Jakarta, Semarang, Solo, Yogyakarta, Bandung, dan
Malang. Di IPIEMS pusat saja, siswa yang tercatat kini sebanyak
dua ribu.
Perkembangan personalianya pun pesat. Kini ada 150 karyawan, di
antaranya 45 tenaga pengajar, 35 tenaga penelitian dan
pengembangan (Litbang), sisanya merupakan tenaga administrasi.
Dan 100 di antaranya adalah sarjana berbagai bidang. Bahkan
IPIEMS kini mempunyai seorang doktor psikologi. Tugas sang
doktor, antara lain, menganalisa hubungan antara IQ (tingkat
kecerdasan) siswa dan prestasi belajarnya, dan kemungkinannya
diterima di PP I. Penghasilan karyawan per bulan berkisar antara
Rp 50 ribu hingga Rp 400 ribu.
Biaya menjadi peserta IPIEMS cukup mahal. Paling murah program
sebulan, Rp 69 ribu. Sedangkan untuk program 10 bulan Rp 311
ribu. Dari uang itulah IPIEMS mengembangkan diri. Litbangnya
selalu mencoba mencari metode, belajar-mengajar yang pas. Pun
selalu mencoba menyusun soal-soal yang benar-benar bisa mengetes
kemampuan siswa, bukan sekadar agar siswa bisa mengerjakan tes
proyek perintis.
Di sini, lain daripada di BT yang lain, memang ada sistem.
Misalnya, ada pengelompokan peserta menurut hasil tes IPIEMS
sendiri: yang lemah dengan yang lemah, yang pandai dengan yang
pandai. Selain untuk menentukan cara belajar-mengajar, juga
untuk menentukan guru yang mana yang sebaiknya membimbing
mereka. Masih pula siswa diberi kesempatan menolak guru. Bila
minimal 60% jumlah siswa tak menerima guru tertentu, guru
diganti.
Menurut Daniel, 39 tahun, peserta IPIEMS yang diterima di PP I
berkisar antara 70-80%. Ini berkat Litbang yang konon tiap tahun
menghabiskan anggaran sekitar Rp 125 juta (salah satu hasilnya
antara lain Kurikulum 1975 yang disistematiskan kembali hingga
gampang dipelajari sendiri oleh siswa). Dan IPIEMS punya pula
tim evaluasi, yang tugasnya selalu mengontrol perkembangan siswa
maupun guru. Maka tak hanya siswa yang harus terus belajar, tapi
juga guru. "Saya yakin lembaga kontrol seperti itu tak ada di
sekolah biasa," kata Daniel bangga.
Kepercayaan masyarakat kepada IPIEMS memang berkembang. Sudah
dua tahun belakangan ini lembaga bimbingan tes ini diminta pula
oleh Ditjen Pengairan Dep. PU membina karyawan yang akan dikirim
ke Lembaga Pendidikan Pekerjaan Umum yang ada di ITB, ITS, dan
Undip. "Wah, bapak-bapak yang usianya rata-rata di atas 30 tahun
itu kembali membuka buku lama maka kami harus lebih telaten
mengajarnya dibanding mengajar anak-anak SMA," tutur Daniel
pula.
Sejak tahun lalu IPIEMS membuka pula bimbingan buat siswa kelas
I, II, dan III SMP. Juga untuk kelas I SMA (biasanya yang masuk
adalah siswa yang ingin bisa masuk jurusan IPA), dan kelas II
SMA. Tapi memang peminat bimbingan SMP dan
kelas I SMA belum banyak. Ongkos bimbingan untuk siswa SMP dan
kelas I SMA pun murah, per bulan per kelompok cuma Rp 20 ribu.
Lama bimbingan 3 bulan. "Di bimbingan untuk SMP dan kelas I SMA
hanya mengulang pelajaran sekolah yang belum dipahami siswa,"
kata Ambari, kepala Bagian Pengajaran IPIEMS.
Yang elok lagi, dua bulan yang lalu IPIEMS membuka pula
bimbingan buat siswa kelas VI SD. Untuk apa? "Membantu
menghadapi EBTA dan tes masuk SMP," tutur Daniel. Ini, konon
memenuhi permintaan sejumlah orangtua yang punya anak di SD,
yang ingin memberikan pelajaran tambahan bagi si anak.
Bagaimana dengan anak-anak yang susah belajar, yang ketika masa
bimbingan habis ternyata belum memenuhi syarat? Pihak IPIEMS
akan menugaskan guru memberikan tambahan pelajaran atas
tanggungan Institut.
Tapi, IPIEMS pun tak sepi dari kesulitan. Yang dianggap cukup
berarti ialah bila peserta bimbingan ternyata hanya ikut-ikutan
teman, atau iseng. Itu menyulitkan para pengajar. "Sebab, mereka
memang tak mau belajar, maunya ikut bimbingan dan diterima di PP
I tanpa usaha sendiri," kata Drg. Toto Medyanto, yang telah 4
tahun menjadi guru di sini. Untuk mengatasi itulah perlunya
seorang doktor psikologi di sini.
Dengan sarana dan prasarana yang kini dimilikinya, IPIEMS
merencanakan tahun ajaran baru 1983 ini akan membuka SMA. Dan
telah disediakan gedung bertingkat tiga yang dibangun di depan
gedung bertingkat dua sekarang, yang direncanakan selesai
Agustus nanti. Namun belum jelas apakah IPIEMS kelak akan
membuka bimbingan untuk anak TK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini