BIMBINGAN tes yang izinnya dicabut Departemen P & K pekan lalu,
ternyata pernah diteliti Pusat Latihan Penelitian Ilmu-Ilmu
Sosial (PLPIIS) Universitas Airlangga. Penelitian tahun 1981
yang dilakukan Drs. M. Dahlan terhadap dua bimbingan tes di
Surabaya (IPIEMS dan Mecphico), menunjukkan bahwa siswa yang
mengikuti kursus-kursus itu bermaksud menambah kekurangan
pengetahuan yang diperoleh dari sekolah formal.
Penelitian itu juga mengungkapkan bahwa peserta bimbingan tes
pada dasarnya bukan siswa yang merasa kurang dalam prestasi.
Bahkan banyak di antara mereka yang mempunyai prestasi tinggi
dan termasuk ranking serta berasal dari sekolah yang menurut
ukuran masyarakat termasuk favorit.
Hasil penelitian itu nampaknya masih terbukti, setidaknya sampai
minggu lalu ketika TEMPO menyebarkan angket di 21 bimbingan tes
yang terletak di 5 kota besar. Angket yang ingin mengetahui
penilaian siswa SMTA terhadap bimbingan tes dan sekolah sebagai
lembaga pendidikan formal itu berjumlah 750. Dari angket yang
disebar -- 45% di Jakarta dan sisanya dibagi merata di Bandung,
Yogyakarta, Surabaya dan Medan -- kembali sebanyak 99,07%.
Hasilnya antara lain menunjukkan sebagian besar responden
(46,16%) menyatakan tidak setuju terhadap pernyataan bahwa murid
yang berprestasi baik dari SMA top sebenarnya tidak perlu
mengikuti bimbingan tes. Sementara itu sebagian besar responden
(47,91%) setuju terhadap pernyataan bahwa suasana belajar di
tempat bimbingan tes lebih menyenangkan daripada di SMTA.
Sebagian besar mereka (42,13%) juga setuju terhadap pernyataan
yang menyebutkan hasil belajar di tempat bimbingan tes jauh
lebih baik daripada di SMTA. Sikap yang mendukung perlunya
bimbingan tes ini juga tecermin dari sebagian besar responden
(47,64%) yang setuju terhadap pernyataan bahwa banyak pertanyaan
dalam soal ujian PP I yang tidak diajarkan di sekolah.
Namun dari jawaban responden kelihatan juga bahwa sekolah,
bagaimanapun tetap diperlukan. Terbukti dari sebagian besar
responden menyatakan tidak setuju terhadap pendapat bahwa siswa
yang tidak serius belajar di SMTA tapi rajin mengikuti bimbingan
tes, mungkin lulus tes PP 1. Namun responden lebih banyak setuju
(45,76%) terhadap pernyataan yang menyebutkan siswa yang
mengikuti pelajaran di sekolah dengan serius, tidak perlu ikut
bimbingan tes. Sementara terhadap pernyataan bahwa banyak orang
yakin tidak akan diterima di PP I bila tidak ikut bimbingan tes,
hanya disetujui 17,77%. Sebagian besar responden (64,60%)
menyatakan tidak setuju.
Dari jawaban responden itu nampaknya dapat disimpulkan bahwa
para siswa SMTA sebenarnya tetap menganggap fungsi sekolah
formal penting. Sekalipun mereka mendapatkan kelemahan-kelemahan
lembaga pendidikan tersebut.
Sebaliknya, para siswa itu juga menganggap penting fungsi
bimbingan tes, terutama untuk melengkapi persiapan mereka
menempuh tes PP I. Dalam hal ini bisa dikatakan bimbingan tes
merupakan tempat untuk mencari sesuatu yang mereka tidak
dapatkan di sekolah formal. Mereka pada umumnya mengikuti
bimbingan tes untuk lebih menguatkan kepercayaan pada diri
sendiri dalam mengikuti tes PP I. Apalagi ini terbukti dari
sebagian besar responden (63,66%) tidak setuju terhadap
pernyataan bahwa banyak orang yang mengikuti bimbingan tes hanya
karena iseng saja.
Dari kesimpulan tersebut, nampaknya tidak mudah bagi pemerintah
untuk menghapuskan bimbingan tes. Karena bagi sekolah, bersaing
dengan bimbingan tes perlu banyak usaha. Misalnya, bagaimana
melengkapi anak didik dengan pengetahuan yang diperlukan
terutama untuk menghadapi tes PP I. Dan yang lebih penting lagi
adalah usaha untuk menciptakan suasana belajar yang tidak kaku.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini