Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Debat kedua Pemilihan Gubernur Sumatera Barat 2024 telah usai digelar pada Selasa 19 November 2024. Debat yang dilaksanakan di Hotel Truntum Kota Padang itu mengusung tema transformasi ekonomi pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) infrastruktur yang berkelanjutan untuk kesejahteraan rakyat. Salah pertanyaan yang diajukan panelis tentang bagaimana mitigasi bencana yang disebabkan oleh deforestasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Calon Gubernur Nomor Urut 02 Epyardi Asda menjawab dengan menyeleksi semua perizinan yang berkaitan dengan pemanfaatan hutan. "Kami tidak ingin lagi kecerobohan yang dilakukan selama ini seperti perizinan perambahan hutan yang terjadi di Kabupaten Solok," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu juga terkait perizinan tambang yang berdampak kepada kerusakan lingkungan juga akan dievaluasi secara besar-besaran. "Kami akan data ulang semua perizinan tersebut dan tinjau kembali," katanya.
"Dalam hal mitigasi bencana banjir, kami akan memperkuat sumber daya manusia dan infrastruktur sehingga kuat jika bencana itu datang," ucap Epyardi Asda.
Sementara itu, Ekos Albar Pasangan dari Epyardi Asda menyebutkan, jika penyelesain masalah deforestasi akan dilakukan reforestasi. Selain itu penanaman hutan kembali juga akan menjadi fokus darinya. "Kami akan konsisten bagaimana menjaga hutan tetap asri," katanya.
Kemudian, jawaban dari Paslon 2 ini disanggah oleh Mahyeldi. Paslon 01 itu menyatakan dalam proses perlindungan kawasan hutan perlu juga bicara pemberdayaan masyarakat disekitarnya. Salah satu cara pemberdayaan itu yakni dengan perhutanan sosial. "Alhamdulilah Sumatra Barat adalah provinsi yang paling tinggi luas perhutanan sosialnya," kata Mahyeldi.
"Sumatera Barat sudah punya luasan 300.000 hektar wilayah perhutanan sosial yang bisa dimanfaatkan untuk budidaya, perkebunan dan pariwisata," katanya.
Menurut Mahyeldi, rasio masyarakat Sumatera Barat menjadi terendah ketiga se Indonesia. Hal ini disebabkan dengan banyaknya pemanfaatan perhutanan sosial untuk pariwisata, perkebunan dan beberapa usaha lainnya.
Selain menghambat laju deforestasi, kata Mahyeldi, skema perhutanan sosial juga berdampak kepada pemerataan ekonomi di Sumatera Barat. "Artinya perhutanan sosial ini adalah untuk kepentingan rakyat, bukan penguasa," ucapnya.