Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Anies Baswedan memutuskan memberlakukan PSBB setelah mencermati jumlah kasus positif Covid-19 yang melonjak.
Terjadi krisis ranjang untuk pasien Covid-19 di DKI Jakarta.
Para menteri mengkritik Anies soal pemberlakuan PSBB di Jakarta.
SATU jam lamanya Clef Pasaka berbaring di ranjang ambulans yang terparkir di depan rumahnya di bilangan Jagakarsa, Jakarta Selatan, pada Ahad, 30 Agustus lalu. Mengenakan alat bantu pernapasan, pria 66 tahun itu diperiksa dua tenaga medis berpakaian hazmat. Clef demam sejak beberapa hari sebelumnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Malam itu, sekitar pukul 19.40, Clef tak segera diantar ke rumah sakit karena bangsal perawatan sudah penuh. Para petugas sempat menelepon sejumlah fasilitas kesehatan, antara lain Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati dan Rumah Sakit Umum Daerah Koja, menanyakan ketersediaan ranjang. Baru sekitar pukul 21.00, Clef mendapat kepastian bisa dirawat di instalasi gawat darurat RS Fatmawati. “Kamar-kamar di rumah sakit banyak yang terisi pada hari itu,” kata anak Clef, Satrio Wibowo, ketika dihubungi Kamis, 10 September lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiba di rumah sakit, Clef menjalani uji cepat corona dan hasilnya reaktif. Petugas rumah sakit kemudian menyodorkan lembar persetujuan tindakan dengan protokol Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19. Namun Clef tetap harus menginap di ruang IGD malam itu. Tak sempat mendapat kamar perawatan, Clef akhirnya berpulang pada 31 Agustus pukul 10.38, lebih dari 12 jam setelah masuk rumah sakit. Menurut Satrio, ayahnya dimakamkan dengan protokol Covid-19 di Taman Pemakaman Umum Pondok Ranggon, Jakarta Timur. Prosesi penguburan direkam oleh petugas pemakaman. “Keluarga hanya bisa melepas kepergian Papa dari video,” ucap Satrio, 33 tahun.
Dua pekan terakhir, Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso, Jakarta, juga sesak. Atika Rahmawani, perawat yang berjaga di bangsal isolasi khusus, mengatakan tak pernah ada ranjang kosong di ruang bertekanan negatif yang dibuat khusus untuk merawat pasien Covid-19. Ketika ada pasien yang sembuh, tempat tidur langsung diisi pasien corona yang antre di instalasi gawat darurat.
Menurut Atika, pembatasan sosial berskala besar sempat membuat pasien positif corona yang berobat di Rumah Sakit Sulianti Saroso berangsur-angsur berkurang. Namun ia mencermati bangsal isolasi yang berkapasitas 50 ranjang kembali padat sejak pertengahan Agustus. “Perputaran pasiennya cepat sekali,” dia berujar.
Di RSUD Koja, Jakarta Utara, tempat tidur untuk pasien corona tersisa 23 unit dari 165 ranjang yang tersedia. Direktur RSUD Koja Ida Bagus Nyoman Banjar mengatakan akan menambah hingga 200 ranjang seiring dengan jumlah kasus Covid-19 yang melonjak di Jakarta. Adapun ranjang RSUD Cengkareng, Jakarta Barat, salah satu rumah sakit rujukan corona milik pemerintah DKI, sudah terisi lebih dari 70 persen pada 11 September lalu. “Tempat tidur akan penuh pada pekan ketiga September jika tak ada intervensi,” kata Direktur RSUD Cengkareng Bambang Suheri.
Ketersediaan tempat tidur rumah sakit seperti yang terjadi di Fatmawati, Sulianti Saroso, Koja, dan Cengkareng menjadi salah satu alasan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mulai Senin, 14 September. Merujuk pada data Dinas Kesehatan, Anies menyebutkan ranjang isolasi yang tersedia di Jakarta diprediksi tak mampu lagi menampung pasien corona mulai 17 September. Pada hari itu, pasien Covid-19 yang butuh penanganan medis diperkirakan mencapai 4.053 orang.
Pemerintah DKI berencana menambah kapasitas tempat tidur sebanyak 20 persen menjadi 4.807 unit. Setelah Dinas Kesehatan menyimulasikan data, ranjang itu akan terisi penuh pada 6 Oktober. Padahal program tempat tidur anyar selesai dua hari kemudian. Anies mencermati jumlah kasus aktif dan tingkat kematian yang melonjak sejak akhir Agustus. Kasus aktif—pasien yang masih menjalani perawatan dan isolasi—bertambah lebih dari 3.700 orang sepanjang 30 Agustus-10 September. Pada periode itu, ada 179 kematian terkait dengan Covid-19. “Tak ada pilihan selain menarik rem darurat segera,” ujarnya.
Menurut Anies, situasi darurat karena pagebluk corona hanya akan berakhir jika ditemukan vaksin yang aman dan efektif. Namun bekas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu memprediksi vaksin baru akan terealisasi pada 2021. Sampai datangnya vaksin itu, Anies menyebutkan pembatasan sosial menjadi salah satu cara melawan wabah. Dia berencana hanya mengizinkan sebelas bidang usaha yang beroperasi selama PSBB.
Balai Kota—kantor Anies berdinas—mendapat sejumlah masukan soal situasi wabah sebelum memutuskan pembatasan sosial berlaku lagi. Salah satunya epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, yang menyatakan peningkatan kasus secara drastis harus diwaspadai. Pandu mengatakan kasus positif di Jakarta naik drastis karena momen libur panjang pertengahan Agustus lalu. Mencuplik data Google Mobility Index, pergerakan warga Jakarta ke tempat rekreasi bertambah setidaknya 10 persen sejak 18 Agustus.
Kondisi itu membuat interaksi antarmanusia pun meningkat. “Risiko penularan juga ikut naik,” tutur doktor lulusan University of California itu. Memperingatkan soal ketersediaan ranjang, Pandu juga mengusulkan pemerintah DKI agar menunjuk fasilitas rujukan baru untuk melapis rumah sakit yang sudah melayani pasien Covid-19 sejak Maret lalu.
Dua pejabat di Balai Kota mengatakan Anies menyusun sejumlah opsi untuk mengantisipasi lonjakan jumlah pasien. Antara lain menyediakan fasilitas isolasi khusus di gelanggang olahraga dan hotel serta meningkatkan pelacakan kasus di perkantoran yang menjadi kluster baru. Namun rencana isolasi khusus batal diambil karena biayanya terlampau tinggi. Setelah dikalkulasi, fasilitas isolasi membutuhkan anggaran sedikitnya Rp 1 triliun hingga akhir 2020.
Anies setidaknya menggelar tiga kali rapat sebelum mengumumkan pembatasan sosial berskala besar pada Rabu malam, 9 September lalu. Dua narasumber yang mengetahui rapat itu menjelaskan, Anies mengambil keputusan setelah mendengar paparan Dinas Kesehatan soal stok ranjang rumah sakit yang hanya mampu menampung pasien hingga 17 September. Dokumen paparan yang diperoleh Tempo menerangkan, pemerintah DKI memprediksi pasien Covid-19 dengan gejala klinis berat dan kritis hingga akhir September mencapai 4.500 orang. Tanpa ada intervensi apa pun, pada akhir tahun jumlahnya diperkirakan 8.400 pasien.
Sehari seusai pengumuman itu, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengkritik secara terbuka keputusan Anies. Airlangga menilai pernyataan Anies menimbulkan ketidakpastian perekonomian. Ia pun mengatakan 50 persen kantor akan tetap beroperasi. Pun Airlangga mengklaim kapasitas fasilitas kesehatan masih cukup untuk menangani pasien Covid-19.
Pada 10 September lalu atau sehari seusai pengumuman pemberlakuan pembatasan sosial, Anies menggelar rapat bersama sejumlah menteri bidang perekonomian, yaitu Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, serta Menteri Keuangan Sri Mulyani. Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto pun hadir dalam pertemuan daring itu. Dua orang yang mengetahui jalannya rapat itu menceritakan bahwa Anies dihujani kritik karena menerapkan pembatasan sosial secara mendadak.
Salah satu pusat perbelanjaan menejelang pemberlakukan PSBB di Jakarta, 10 September 2020. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Menurut dua pejabat tersebut, para menteri menuding kebijakan PSBB merugikan perekonomian. Misalnya indeks harga saham gabungan rontok sehari seusai pengumuman pembatasan sosial. Mereka juga menyoroti potensi lesunya perekonomian setelah pengumuman. Padahal pertumbuhan ekonomi mulai menggeliat pada kuartal ketiga. Intinya, kata pejabat yang hadir, para menteri mempertentangkan indikator perekonomian dengan kebijakan PSBB.
Pejabat yang sama mengungkapkan, data ketersediaan tempat tidur rumah sakit versi Anies ikut dipertanyakan dalam rapat itu. Menteri Airlangga, misalnya, menyebutkan kapasitas ranjang di DKI memang telah terisi sekitar 50 persen, tapi jumlahnya dipastikan cukup untuk menampung pasien Covid-19. Kritik yang sama dilontarkan Menteri Luhut Binsar Pandjaitan. Dimintai tanggapan soal pertemuan tersebut, Anies tak memberikan jawaban hingga Sabtu, 12 September lalu. Namun, sebelumnya, dia memastikan PSBB akan tetap berlaku. “Status PSBB di Jakarta tidak pernah dicabut,” ujarnya.
Juru bicara Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi, menyebutkan memang ada perbedaan data jumlah pasien dan kapasitas yang dimiliki DKI Jakarta dengan pemerintah pusat, khususnya di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet, Kemayoran. Menurut Jodi, pemerintah pusat dan DKI Jakarta terus berkoordinasi untuk menyelaraskan kebijakan, termasuk meninjau kesiapan Wisma Atlet.
Kepala Kesehatan Komando Daerah Militer Jayakarta Kolonel Stefanus Dony—yang bertanggung jawab di Wisma Atlet—memastikan kapasitas rumah sakit darurat itu cukup untuk menampung lonjakan jumlah pasien. Menurut dia, tingkat keterisian di Wisma Atlet baru di kisaran 65 persen dari total kapasitas 4.000 ranjang di kamar isolasi. “Kami sangat siap menampung penambahan jumlah pasien,” katanya.
RAYMUNDUS RIKANG, FRANCISCA CHRISTY ROSANA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo