Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DIDAMPINGI dua menteri dari Partai Amanat Nasional, Hatta Rajasa dan Zulkifli Hasan, Amien Rais bertamu ke rumah Susilo Bambang Yudhoyono di Cikeas, Bogor, pada Kamis malam tiga pekan lalu. Semula pertemuan direncanakan bertempat di Istana Negara. Mendekati jam yang dijanjikan, Yudhoyono mengalihkannya ke Cikeas.
Amien bermaksud merangkul Partai Demokrat, yang dipimpin Yudhoyono, dalam koalisi yang dia rancang. Dengan perolehan suara sekitar 10 persen berdasarkan hasil hitung cepat, Demokrat diperhitungkan dalam peta politik setelah pemilihan umum legislatif. Sampai pertemuan usai, Yudhoyono ternyata tak merespons ajakan tetamunya.
Menurut narasumber yang mengetahui pertemuan itu, Yudhoyono tak sreg. Sebab, Amien langsung mengatakan koalisi akan mengusung calon presiden guna menandingi jago dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Joko Widodo. Kepada Tempo dua pekan lalu, Amien menyangkal datang untuk mengajak Demokrat berkoalisi. "Menjelang pamit, saya hanya usul soal koalisi partai-partai Islam. Saya tidak tanya Pak SBY bagaimana nanti," ujarnya.
Yudhoyono, kata sumber tadi, sedang gamang: mengusung calon presiden sendiri atau berkoalisi dengan poros yang sudah terbentuk. Demokrat tak punya jagoan untuk diadu dengan tiga kandidat lain: Joko Widodo, Prabowo Subianto, dan Aburizal Bakrie. Konvensi yang diselenggarakan untuk menjaring calon presiden tak menghasilkan calon dengan elektabilitas cukup.
Berdasarkan jajak pendapat selama pemilu legislatif yang dikeluarkan konsultan politik Saiful Mujani Research & Consulting, peserta konvensi dengan elektabilitas tertinggi adalah Dahlan Iskan dan Anies Baswedan. Mereka memperoleh dukungan 1,1 persen. Angka itu jauh di bawah tingkat kemungkinan terpilih Jokowi, yang mencapai 31,9 persen, Prabowo (19 persen), dan Aburizal (9,7 persen).
Walau begitu, konvensi yang dimulai delapan bulan lalu itu harus diselesaikan. Setelah menghelat debat terakhir antarpeserta pada Ahad pekan lalu, Demokrat tinggal menunggu hasil survei elektabilitas para peserta. Pekan depan hasilnya diumumkan. Peserta dengan elektabilitas tertinggi akan disorongkan sebagai calon presiden. "Itu opsi pertama," kata Ketua Harian Demokrat Syariefuddin Hasan.
Untuk menggenapi syarat mengusung calon sendiri dalam pemilihan presiden, mau tak mau Demokrat harus menggandeng partai lain. Demokrat berencana menggalang anggota koalisinya selama dua periode pemerintahan Yudhoyono. "Sudah ada tim yang bertemu dengan orang-orang dekat SBY," juru bicara Partai Keadilan Sejahtera, Mardani Ali Sera, mengkonfirmasi pendekatan oleh Demokrat.
Pendekatan ke Partai Kebangkitan Bangsa dilakukan Yudhoyono sendiri. Misalnya ketika mengunjungi pabrik semen PT Indocement Tunggal Perkasa di Bogor pada Senin pekan lalu. Di sela itu, Yudhoyono bertanya kepada Ketua Umum PKB-yang juga Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi-Muhaimin Iskandar perihal poros koalisi baru. Ketua Fraksi PKB Marwan Ja'far mengakui ada ajakan dari Demokrat. "Tapi saya tak mengetahui detailnya," ujarnya.
Pembicaraan buntu ketika membahas calon presiden yang akan diusung. Di antara pengurus Demokrat memang sempat muncul gagasan menduetkan Mahfud Md. dengan Dahlan Iskan. Posisi calon presiden akan diberikan kepada yang elektabilitasnya paling tinggi. Pertama-tama, gagasan ini terbentur konvensi yang belum menelurkan pemenang.
Bila kelak sudah ada pemenang, belum tentu rencana tadi mulus. "Kalau angka elektabilitasnya terlalu jauh, sulit," kata Syariefuddin. "Kami tak akan mengusung calon." Bila begitu, pilihannya adalah berkoalisi. "Mungkin ke partai A, partai B, atau partai C."
PKB pun telah merapat ke blok PDIP. PKB mengangsurkan Jusuf Kalla dan Mahfud Md. sebagai calon pendamping Jokowi. Bila tak ada aral gendala, kedua partai segera mendeklarasikan koalisi. Mahfud mengatakan rencana koalisi dengan PDIP sudah mulai membahas poin-poin kesepakatan.
Tak bisa mengusung calon sendiri, Yudhoyono mengatakan ingin berperan dalam pemilihan presiden. "Tak mungkin Demokrat hanya jadi penonton," ujar Yudhoyono kepada orang-orang dekatnya. Karena itu, berkoalisi dengan partai yang sudah mengusung calon presiden menjadi salah satu opsi.
Pilihan pertama jatuh pada PDIP. Ini pula jawaban kenapa Yudhoyono tak mau diajak Amien membentuk koalisi untuk melawan Jokowi. Yudhoyono lebih terkesan kepada Jokowi ketimbang kepada Prabowo dan Aburizal. Persoalannya, hubungan Yudhoyono dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sudah sepuluh tahun membeku.
Kubu Yudhoyono sudah mendekati Megawati sejak jauh-jauh hari. Sebelum pemilu legislatif, Syariefuddin menemui Sekretaris Jenderal PDIP Tjahjo Kumolo dan Puan Maharani, putri Megawati, agar mereka membuka jalan. Syariefuddin ingin mempertemukan Pramono Edhie Wibowo dengan Megawati. Tapi Megawati tak mau ditemui ajudannya semasa dia menjabat presiden pada 2001-2004 itu.
Walau Megawati belum membuka pintu, PDIP bukannya tak menyambut keinginan Yudhoyono. Pengurus kedua partai sudah sering bertemu. "Mungkin karena kesibukannya, SBY belum sempat menerima laporan bahwa komunikasi di antara kader kedua partai sudah berjalan," kata Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristianto kepada Bunga Manggiasih dari Tempo.
Menurut sejumlah sumber dari kedua pihak, Demokrat dan PDIP sudah membentuk jalur komunikasi resmi. Pada tahap pertama, Pramono Edhie, adik ipar Yudhoyono, bersua dengan Puan Maharani. Selanjutnya, Yudhoyono dengan Jokowi. Bila mulus, pembicaraan berlanjut ke jenjang final: Yudhoyono bertemu empat mata dengan Megawati.
Dengan perolehan suara sekitar 10 persen, Demokrat sebenarnya bisa meminta posisi calon wakil presiden. Tapi itu bukan harga mati. Siapa calon pendamping Jokowi diserahkan sepenuhnya kepada Megawati. Bahkan, menurut sumber, tak mendapatkan kursi di kabinet pun tak apa asalkan bersekutu dengan si Banteng.
Menurut orang dekatnya, Yudhoyono telah menyampaikan pesan bersedia bertemu dengan Megawati kapan saja. Yudhoyono bahkan mengusulkan pertemuan dilaksanakan di Istana Batutulis, Bogor.
Itu sebabnya Yudhoyono masih menutup pintu bagi Partai Gerindra. Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto sudah lama ngebet bertamu ke Cikeas. Tapi Yudhoyono mengulur waktu. Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon membenarkan, Prabowo dan Yudhoyono belum bertemu membahas koalisi. "Tapi mereka sudah berbicara di telepon," ujarnya.
Prabowo pun menempuh jalan memutar ke Cikeas. Dua pekan lalu, Ketua Umum Partai Hanura Wiranto menemui Yudhoyono. Alih-alih mengajak membentuk poros koalisi baru, Wiranto mengajak Yudhoyono menyokong Prabowo. Yudhoyono terkejut karena selama ini hubungan Prabowo dan Wiranto diketahui tak mulus. Ketika menjabat Panglima Tentara Nasional Indonesia, Wiranto memberhentikan Prabowo dari jabatannya sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat setelah kasus penculikan aktivis pada 1998.
Ketua Hanura Yuddy Chrisnandi mengatakan tak mengetahui pertemuan Wiranto dengan Yudhoyono. Menurut dia, Hanura belum memutuskan akan memihak blok mana dalam pemilihan presiden.
Sebagaimana terhadap Prabowo, Yudhoyono juga belum mau ditemui Golkar. Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie berulang kali meminta waktu bertemu, tapi Yudhoyono bergeming. "Kami masih menunggu Demokrat, tapi sepertinya mereka sulit membuka diri," ujar Wakil Ketua Umum Golkar Fadel Muhammad.
Segalanya kini bergantung pada PDIP. Bila Banteng menampik Demokrat, opsi terakhir akan dipilih. "Jadi oposisi," kata Syariefuddin Hasan.
Anton Septian, Tri Suharman, Singgih Soares, Ira Guslina, indra wijaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo