Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Berita Tempo Plus

Ditunggu, munculnya pakar tafsir ...

IAIN membuka jurusan baru, yakni tafsir hadis, dengan harapan akan mampu mencetak ahli-ahli yang fasih menafsirkan al qur'an dan hadis. kebutuhan akan tenaga ahli tafsir dan ahli hadis sangat diperlukan.

13 Mei 1989 | 00.00 WIB

Ditunggu, munculnya pakar tafsir ...
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
ADA yang baru di Institut Agama Islam Negeri (IAIN). Memasuki tahun ajaran baru nanti Fakultas Ushuluddin membuka jurusan Tafsir Hadis. Di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, misalnya, pendaftaran mahasiswa sudah dimulai. Namun peminat di jurusan baru ini tampaknya tidak begitu banyak. Hingga Sabtu pekan lalu. suasana penerimaan mahasiswa masih sepi saja. Padahal pendaftaran sudah dibuka sejak 17 April lalu. Bukan berarti jurusan Tafsir Hadis tidak ada peminatnya sama sekali. Barangkali karena calon mahasiswa belum banyak yang tahu. Jurusan ini menjanjikan prospek yang baik. Yakni menyiapkan calon-calon mufassir -- ahli tafsir -- yang kini masih amat langka. Seperti kata rektor IAIN Syarif Hidayatullah Ahmad Syadali, "Sekarang ini yang dibutuhkan adalah ahli-ahli yang mampu menafsirkan Qur'an dan Hadis secara kontekstual sesuai dengan situasi dan tuntutan kondisi Indonesia." Atas pertimbangan itu, persyaratan penerimaan mahasiswa pun tidak ringan. Yang dicari adalah calon-calon mahasiswa yang datang dari pesantren dan memiliki ijazah madrasah Aliyah. Mereka harus menguasai bahasa Arab secara baik. Itu berarti lulusan SMTA Umum dinomorduakan. Kebijaksanaan membuka jurusan baru ini muncul berdasar SK Menteri Agama nomor 22 tahun 1988. Ini dianggap penting bukan hanya menyangkut kebutuhan akan tenaga ahli Tafsir dan ahli Hadis yang masih langka. Tapi juga sekaligus meluruskan bahwa jurusan Tafsir Hadis lebih tepat berada di bawah Fakultas Ushuluddin ketimbang di fakultas lain. Selama ini IAIN yang punya jurusan Tafsir Hadis, meletakkan jurusan itu di bawah naungan Fakultas Syari'ah. Ini bisa dilihat di IAIN Yogya, Surabaya, dan Bandung. Karena di bawah Fakultas Syari'ah kurikulum dan kegiatan perkuliahan lebih diarahkan pada bidang hukum Islam. Seperti yang dikatakan Abdurrachim, Purek I IAIN Sunan Kalijaga Yogya, "Mahasiswa hanya diarahkan pada penafsiran yuridis yang terikat pada norma-norma atau kaidah fikih." Akibatnya, lulusannya pun, tentu saja lebih menguasai penafsiran ayat-ayat ahkam alias hukum. Dan lulusannya banyak yang jadi hakim di pengadilan agama. Padahal Qur'an dan Hadis itu tak hanya berisi fiqih. Tapi juga menyangkut masalah teologi, kosmis, dan eskatologi. "Sedangkan Fakultas Ushuluddin adalah pabriknya pemikir-pemikir bidang yang terakhir ini," tambah dosen Tafsir dan pengarang buku Kaidah-Kaidah Fiqhiyyah itu. Karena itulah, Abdurrachim setuju jurusan Tafsir Hadis lebih tepat kalau di bawah Fakultas Ushuluddin. Untuk tahun ajaran baru nanti, Fakultas Ushuluddin IAIN Yogya juga membuka jurusan Tafsir Hadis. Sementara itu, jurusan Tafsir Hadis -- yang ada di bawah naungan Fakultas Syariah -- tidak lagi menerima mahasiswa baru. Tapi mahasiswa lama masih harus menyelesaikan kuliahnya di fakultas asalnya. Sementara itu, Fakultas Syariah membuka jurusan baru Ilmu Perbandingan Madzab -- pengkajian komprehensif terhadap aliran-aliran yang ada dalam hukum Islam. Main buka dan tutup jurusan itu, kata Abdurrachim, sudah jadi kesepakatan rapat rektor IAIN se-Indonesia, belum lama berselang. IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, juga seperti IAIN Yogya, tinggal memindahkan jurusan Tafsir Hadis itu. Mahasiswa Tafsir Hadis di Fakultas Syariah IAIN Bandung, yang kini baru mau memasuki semester kelima, juga akan tetap diteruskan hingga selesai. Tapi sejauh mana kampus-kampus Islam itu mampu mencetak kader-kader calon mufassirin (ahli-ahli Tafsir) masih harus ditunggu. Sebab, tenaga pengajar yang menguasai bidang Tafsir dan Hadis itu masih amat sedikit. Apalagi yang namanya ahli Hadis itu, dapat dikatakan, cuma Suhudi Ismail dari IAIN Ujungpadang dan Fatchurrachman dari IAIN Yogya. Ahli tafsir pun juga terbatas, setidak-tidaknya tidak semua IAIN memilikinya. Barangkali, untuk jurusan baru ini IAIN Medan harus terpaksa "menyandera" ahli tafsir Quresy Syihab bila yang bersangkutan harus terbang mengajar ke IAIN Banda Aceh. "Kan beliau pasti transit dulu di pelud Polonia Medan," kata Ridwan Lubis, Dekan Fakultas Ushuluddin IAIN Medan itu sambil tersenyum. Sedangkan kepada mahasiswa, di samping harus menguasai Qur'an dan sejumlah Hadis dan tatacara periwayatannya, juga diharuskan menguasai kitab-kitab fiqih, memahami Ulumul Qur'an, nasikh mansukh, dan seabrek ilmu Hadis yang lain. Termasuk Asbab Al Nuzul dan Asbab Al Wurud. Lebih dari itu, untuk menjadi mufassir itu mesti punya tata kesopanan moral yang tinggi. Juga kreativitas dan keberanian tersendiri. Itu sebabnya mahasiswa yang memilih jurusan Tafsir Hadis memang sedikit. Di IAIN Sunan Ampel Surabaya, jurusan ini -- yang tadinya menginduk ke Fakultas -- hanya punya 33 mahasiswa. "Ini memang jurusan kering, sebab kitab-kitab yang dipakai semuanya bahasa Arab," kata Achmad Usman, ketua jurusan Tafsir Hadis Fakultas Syari'ah IAIN Surabaya. Ahli tafsir Qureiys Syihab, dari IAIN Jakarta, mengharapkan agar IAIN-IAIN mampu melahirkan pakar tafsir. Pakar itu, menurut Qureiys, adalah sarjana yang mempunyai ide dan aliran tafsir tersendiri. Artinya, bukan dilihat dari berapa banyak karya yang telah dihasilkannya. Ahmad Mustafa al-Maroghi, misalnya -- yang tafsirnya jadi bahan acuan di Indonesia tidak dapat disebut pakar. "Soalnya, karya tafsirnya itu hanya jiplakan dari sana sini," kata Qureiys. Lain dengan Muhammad Mustafa al-Maraghi -- yang punya tafsir kecil terhadap surat al-Hujurat -- dianggap pakar di Mesir karena mempunyai cara tafsir tersendiri. Akan halnya tafsir itu sendiri, menurut Syalim Umar, Purek I IAIN Sunan Ampel Surabaya, sifatnya universal. "Kalau toh ada tafsir Hadis yang disebut-sebut keindonesiaan," katanya, "itu cuma karena menggunakan bahasa Indonesia dan memanfaatkan ilustrasi problema-problema masyarakat Indonesia."Agus Basri, Ahmadie Thaha, dan Biro-Biro

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum