Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan menggelar sidang paripurna terakhir periode 2019-2024 hari ini, Kamis, 26 September 2024. Dalam rapat paripurna tersebut, akan ada puluhan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang disahkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain mengesahkan sejumlah RUU, pada sidang paripurna kali ini akan disampaikan hasil temuan dan rekomendasi oleh Panitia Hak Angket atau Pansus Haji. Pansus yang diketuai oleh anggota Komisi VI Nusron Wahid itu telah bekerja selama tiga bulan untuk menyelidiki dugaan pelanggaran dalam penyelenggaran ibadah haji 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun sejumlah RUU yang disahkan DPR di antaranya 79 RUU soal kabupaten-kota, lima RUU tentang kerja sama pertahanan dengan negara asing.
Secara keseluruhan, DPR periode 2019-2024 telah mengesahkan 126 RUU menjadi Undang-undang. "Terdapat 126 undang-undang yang telah selesai dibahas DPR bersama pemerintah, melalui alat kelengkapan dewan,” kata Ketua DPR Puan Maharani dalam sidang bersama DPR dan DPR RI di kompleks parlemen Senayan, Jakarta pada Jumat, 16 Agustus 2024.
Kendati demikian, menurut Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus, sebagian besar RUU yang disahkan merupakan RUU tentang administrasi pemerintah daerah, yakni sebanyak 80 RUU.
Sedangkan pengesahan RUU yang masuk daftar program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas usulan DPR, kata Lucius, jumlahnya masih minim. Dari 26 RUU prolegnas prioritas, Lucius mencatat hanya ada 5 RUU yang disahkan menjadi undang-undang sepanjang periode 2019-2024.
"DPR periode ini juga tidak memenuhi target dalam RUU prolegnas. Sejumlah RUU yang mendesak untuk disahkan seperti RUU Perampasan Aset dan RUU Pekerja Rumah Tangga masih terabaikan," kata Lucius aat ditemui, Selasa, 24 September 2024.
Di lain sisi, kata Lucius, DPR malah mengesahkan sejumlah RUU yang tidak ada dalam daftar RUU prolegnas prioritas, seperti perubahan UU Mahkamah Konstitusi, revisi UU Kementerian Negara dan revisi UU Dewan Pertimbangan Presiden. "Perubahan sejumlah RUU tersebut dilakukan secara kilat tanpa melibatkan partisipasi publik dan sarat akan kepentingan pemerintah," kata dia.
Lucius menilai perilaku ugal-ugalan dalam proses pengesahan undang-undang tersebut diprediksi akan berlanjut pada masa DPR selanjutnya. Sebab, kata dia, hampir semua partai di DPR merupakan bagian dari koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran yang akan datang.
"Ke depan mungkin akan lebih buruk lagi dan apapun kepentingan pemerintah akan lolos di DPR tanpa adanya hambatan di parlemen. Ini akan mengarah pada tabiat otoritarianisme karena kepentingan pemerintah tidak ada yang mengkritisi dan akan berjalan mulus tanpa hambatan," kata Lucius.
Sultan Abdurrahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini.