Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tapera atau Tabungan Perumahan Rakyat menuai kritik dari berbagai kalangan pekerja dan organisasi pekerja swasta. Prabowo Subianto, Presiden terpilih untuk periode 2024-2029 ikut angkat suara terkait polemik kebijakan Tapera saat ini. Ia mengatakan akan mencari solusi terkait Tapera.
"Kami akan pelajari dan cari solusi terbaik," kata Prabowo kepada wartawan di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis, 6 Juni 2024.
Prabowo tidak menyebutkan secara pasti solusi apa yang akan diajukan kepada rakyat untuk kedepannya. Ia juga belum menjawab apakah program Tapera atau Tabungan Perumahan Rakyat tersebut benar-benar akan direalisasikan pada periode 2024-2029 mendatang.
Namun, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sekaligus Ketua Komite Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Basuki Hadimuljono sudah mengkonfirmasi kemungkinan besar program tersebut akan diundur. Hal tersebut ia katakan setelah berunding dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
“Kami dengan Bu Menteri Keuangan (Sri Mulyani) agar dipupuk dulu kredibilitasnya. Ini masalah trust (kepercayaan), sehingga kami undur ini sudah sampai 2027. Menurut saya pribadi, kalau memang ini belum siap, kenapa harus tergesa-gesa,” katanya usai rapat kerja dengan Komisi V di DPR, Senayan, Kamis, 6 Juni 2024.
Perundingan tersebut atas dasar kerjasama antara Kementerian PUPR dan Kementerian keuangan yang sudah tertulis dalam Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera. Ia juga akan mendengarkan usulan dari berbagai pihak yang meminta pelaksanaan Tapera diundur.
Kalau misalnya ada usulan apalagi DPR misalnya untuk diundur, menurut saya, akan kami (pertimbangkan),” ujarnya.
Pemerintah sebetulnya sudah memiliki program KPR bersubsidi berupa Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan atau FLPP. Hal tersebut juga yang membuat anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Irine Yusiana Roba mempertanyakan urgensi adanya Tapera. Ia juga mengatakan tidak menemukan data hitungan yang rinci terkait dengan kebutuhan perumahan bagi ASN dan pekerja swasta.
“Kalau pekerja swasta yang sudah menyicil KPR atau yang sudah memiliki warisan rumah, enggak butuh lagi perumahan, masak masih diwajibkan (Tapera)?” kata Irine.
Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal juga ikut mengomentari polemik Tapera. Ia menyebutkan akan ada aksi besar dari buruh jika Tapera tetap akan direalisasikan. Ia mengatakan beban potongan upah yang ditanggung oleh buruh sudah terlalu besar. Upah buruh sudah banyak dipotong mulai dari jaminan pensiun, jaminan kesehatan, PPh 21, hingga jaminan hari tua sehingga total potongannya bisa mencapai 12 persen.
"Bila ini (Tapera) tidak dicabut, maka akan dilakukan aksi yang lebih meluas di seluruh Indonesia dan melibatkan komponen masyarakat yang lebih luas," kata Said saat berorasi di depan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Kamis, 6 Juni 2024.
Kebijakan Tapera ini disahkan oleh Presiden Joko Widodo dengan PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tapera. Kebijakan tersebut mengatur pemotongan gaji pekerja sebesar 3 persen yang nantinya akan dialokasikan menjadi tabungan mereka untuk sebuah rumah di masa yang akan datang.
Saat ini, Partai Buruh yang dipimpin Said Iqbal memimpin pengajuan gugatan judicial review terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera jika aspirasi mereka dalam unjuk rasa ini tidak didengar. "Mungkin minggu depan judicial review terhadap PP Nomor 21 Tahun 2024 ke Mahkamah Agung. Judicial review ini akan dilakukan oleh Partai Buruh dan KSPI, KSPSI, dan SPM, dan serikat buruh lainnya," kata Said Iqbal.
ADINDA ALYA IZDIHAR | RIRI RAHAYU
Pilihan editor: Polemik Tapera Memanas, Basuki Hadimuljono: Ini Memang Soal Trust
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini