Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Sirkuit atletik Stadion Mandala Krida Yogyakarta diresmikan pada Kamis 10 Januari 2019. Begitu diresmikan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, sirkuit itu langsung dipakai untuk kejuaraan lari tingkat regional yang melibatkan 350 peserta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ketua Harian Persatuan Atletik Seluruh Indonesia atau PASI Daerah Istimewa Yogyakarta, Bambang Dewanjaya mengatakan sirkuit atletik Mandala Krida yang memuat delapan lintasan itu sudah memenuhi standar internasional untuk cabang olahraga atletik dan ramah difabel.
Sirkuit Mandala Krida yang telah mengantongi sertifikat Internasional Association of Atletic Federations atau IAAF dan lebih ramah bagi atlet berkebutuhan khusus. "Lintasan atletiknya memuat dua warna dari lintasan atletik yang biasanya hanya satu warna. Dua warna ini membantu sekali untuk atlet difabel," ujar Bambang Senin 14 Januari 2019.
Khususnya untuk atlet difabel, warna pada sirkuit membuat mereka bisa membedakan jalurnya dengan jalur atlet lain, sehingga tidak keluar lintasan saat berlari. Pembedaan warna ini berguna untuk atlet tunagrahita atau mereka yang memiliki IQ di bawah 70 atau lemah mental.
Secara keseluruhan, wahana olahraga di Stadion Mandala Krida sudah mendukung aksesbilitas bagi atlet difabel untuk berlatih maupun bertanding di berbagai jenis cabang olahraga. Seperti untuk nomor nomor lempar baik lempar lembing, cakram, juga tolak peluru untuk lintasan awalnya sudah mendukung kebutuhan atlet difabel. Begitu pula untuk nomor lompat jauh, tinggi, dan jangkit bagi difabel.
Jalur lintasan atletik di Stadion Mandala Krida Baru, Yogyakarta, Kamis, 10 Januari 2019. Jalur tersebut berwarna merah dan coklat muda untuk memudahkan atlet difabel membedakan lintasannya. ANTARA/Andreas Fitri Atmoko
Untuk menguji lokasi nomor lempar dan lompat itu, para atlet difabel tak harus menempuh jarak terlalu jauh dan disiapkan jalur khusus non trap/tangga. "Jadi para atlet difabel saat masuk lintasan dan memainkan nomor cabang olahraganya bisa langsung menjangkau dan lebih mudah diarahkan," ujarnya.
Dengan kelengkapan bagi atlet difabel itu, sirkuit atletik Mandala Krida juga diklaim siap untuk menggelar ajang olahraga disabilitas kelas internasional seperti Asian Para Games dan sejenisnya. Hanya saja, yang perlu dilengkapi untuk stadion Mandala Krida untuk sirkuit atletiknya hanya lampu penerangan jika kompetisi berlangsung malam hari.
"Belajar dari Asian Para Games tahun lalu, para atlet difabel cenderung lebih menyukai lomba di malam hari karena pada siang hari terlalu panas. Jadi butuh penerangan yang cukup," ujar Bambang. Sedangkan untuk perangkat pertandingan atletik, kebutuhan bagi difabel yang saat ini masih dipersiapkan antara lain alat start block yang tersambung secara digital dengan eletric timer. Yang ada saat ini di Stadion Mandala Krida baru start block yang tersambung dengan hand time.
Area tribun penonton di Stadion Mandala Krida Yogyakarta. TEMPO | Pribadi Wicaksono (Yogyakarta)
Start block yang tersambung secara digital dengan eletric timer berguna bagi atlet tunagrahita yang berlomba di nomor atletik. Jadi, ketika pistol ditembakkan sebagai tanda awalan start, seketika waktu penghitung tersambung tepat dan membantu mereka bersiap memulai lari. Adapun untuk atlet tuli, aba-aba start menggunakan start berdiri yang posisinya di depan atlet.
Artikel lainnya:
Atlet Difabel Ingatkan Pentingnya Sekolah Khusus buat Disabilitas
Bambang menambahkan, fasilitas di Sirkuit Atletik Mandala Krida juga ramah bagi penonton difabel. Misalnya akses ke tribun sampai toilet. Untuk akses ke tribun penonton dengan disabilitas bisa menggunakan jalur khusus di sisi selatan.