H.A. Malik Said, Ketua Koperasi An-Nahdliyah Sidoarjo, di sebelah selatan Kota Surabaya, Jawa Timur, sedang gelisah. Dicolek agar mau diwawancarai TEMPO saja pelit. "Nanti pada saatnya saya akan menjelaskan bisnis ini. Tunggu saja," katanya Rabu pekan lalu. Pengusaha yang sehari-hari mengendarai mobil sedan Corolla Altis itu memang lagi dibelit masalah.
Koperasinya dituding pengurus Nahdlatul Ulama (NU) Cabang Sidoarjo dan pengurus Syuriah NU Wilayah Jawa Timur menjalankan praktek bisnis yang tergolong haram. Tak hanya itu. Kepolisian Daerah Jawa Timur juga menuding koperasi tersebut melanggar Undang-Undang Perbankan.
Apa pasal? Didirikan pada Agustus 1998, koperasi yang bergerak terutama dalam usaha simpan-pinjam itu berkembang pesat. Dengan modal hanya beberapa juta rupiah, kini koperasi itu beromzet sekitar Rp 35 miliar. Belum lagi omzet dari usaha toko, warung telekomunikasi, dan persewaan bus.
Salah satu daya sedot koperasi itu adalah iming-iming keuntungan berlipat ganda dalam hitungan bulan. Bayangkan, orang yang menyetor Rp 1.050.000 akan memperoleh keuntungan bunga yang besar hingga simpanannya menjadi Rp 2,5 juta dalam jangka sepuluh bulan!
Ada juga tawaran berupa arisan sepeda motor. Peserta dibagi dalam kelompok yang terdiri atas sepuluh orang. Setiap peserta menyetor Rp 7,5 juta. Masing-masing akan memperoleh sepeda motor Honda Supra X—harga di pasar Rp 12 juta—secara berurutan setiap bulan dengan cara undian. Dengan kiat itu, seperti semut yang tergiur gula, sekitar 1.500 orang berebut menaruh uang ke koperasi tersebut.
Pertanyaannya: bagaimana cara Malik memutar dana yang terkumpul agar bisa memberikan bunga yang tinggi ke anggota koperasi? Ternyata koperasi ini dijadikan mesin uang untuk bisa menyedot komisi dari perusahaan koin emas Gold Quest International Ltd. Perusahaan multinasional yang bermarkas di Hong Kong itu menjual produk antara lain koin emas, jam, dan medali dengan pilihan gambar yang beragam—dari Bunda Teresa hingga Bung Karno, dari Taj Mahal hingga Ka'bah. Harga per produknya sekitar US$ 800 dan dijual antara lain lewat cara berantai (multilevel marketing).
Pihak Gold Quest mengiming-imingi komisi dalam dolar. Pelanggan yang bisa menggaet 10 pembeli akan menyabet honor US$ 400 (sekitar Rp 3,5 juta). Kalau mampu mengembangkan jaringan hingga 60 pembeli, honor yang mengucur mencapai US$ 2.400 (sekitar Rp 21 juta) per hari.
Oleh Malik, sistem komisi yang menggiurkan dari Gold Quest itu disiasati dengan mengumpulkan dana dari masyarakat. Hingga kini Malik telah membeli koin 3.000 keping. Agar komisi masuk ke kantong koperasi, Malik membeli koin atas nama dirinya dan keluarga dekatnya. Yang atas nama Malik ya hanya 60 keping, dan komisi yang diterima Rp 21 juta per hari, jumlah maksimal yang diperbolehkan. Bayangkan jumlah komisi total yang diterima dari ribuan koin.
Cara Malik mengumpulkan dana yang tak lazim itulah yang dipersoalkan beberapa kiai NU setempat. Kiai M. Sholeh Qosim, penasihat (mustasyar) Pengurus Cabang NU Sidoarjo yang ikut menelurkan fatwa haram atas bisnis Koperasi An-Nahdliyah, menyatakan bahwa cara itu mengandung peluang tipu daya (dalam bahasa fikih: gharar). "Yang namanya perniagaan itu harus ada barang. Masa, yang kerja uang," kata Sholeh. Kiai ini mendasarkan pendapatnya pada hadis yang menyatakan bahwa jual-beli sesuatu yang tidak ada itu haram. Selain itu, Sholeh mempersoalkan ketidakjelasan penggunaan uang.
Akan halnya bisnis Gold Quest, Pengurus Wilayah NU Jawa Timur telah membahasnya Juli lalu. Melibatkan sejumlah kiai, antara lain Kiai A. Masduqi Machfudz dam Miftahul Akhyar, mereka mengharamkannya dengan berbagai argumen fikih disertai rujukan teks. Salah satunya menyangkut cara pemesanan. "Karena penyerahan emasnya sebulan setelah pemesanan, cara itu termasuk haram," kata para kiai dalam putusan itu. Mereka juga mempersoalkan harga jual koin emas yang lebih tinggi dari harga emas sebenarnya.
Namun hasil keputusan itu kembali mengambang setelah Domingo L. Manuel, Kepala Perwakilan Gold Quest International Ltd. untuk Indonesia, bertemu dengan para kiai NU Jawa Timur di Pacet, Mojokerto, September lalu. Tak jelas apa yang dibisikkan Gold Quest. Cuma, memang keputusan itu masih sumir dan akan dimatangkan dalam Konferensi Wilayah NU di Pasuruan, 11-13 Oktober. Dan apa pun keputusannya masih akan diuji di Muktamar Pengurus Besar NU. Jalan fatwa masih panjang.
KMN, Sunudyantoro (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini