Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Gatot Soeherman Sedang Bersiap-siap

Penduduk NTB termasuk daerah yang pendapatan per kapitanya rendah, karena kurangnya lapangan kerja di luar sektor ekonomi. Lombok Selatan kekurangan makan secara periodik. (dh)

31 Maret 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IBUKOTA Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Mataram, tidak banyak berubah dalam masa sepuluh tahun terakhir. Kecuali penambahan gedung-gedung baru -- dan juga lapangan tenis di wilayah kota yang diperluas. Kota tersebut tetap berfungsi utama sebagai pusat administrasi pemerintah bagi 2,6 juta penduduk NTB. Penduduk NTB memang termasuk daerah yang pendapatan per kapitanya paling rendah. Terutama karena kurangnya lapangan kerja di luar sektor pertanian. Kegiatan industri kecil hanya ada di beberapa tempat saja, antaranya di Cakranegara. Usaha kehutanan yang kecil hanya ada di Calabai, Kabupaten Dompu. Pertambangan samasekali belum diusahakan, walaupun kabarnya sumber mineral cukup banyak di Pulau Sumbawa. Dengan begitu, tidak ada kegiatan sektoral yang bisa menjadi motor untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Di sektor pertanian pangan, keadaannya tidak lebih menggembirakan. Di Pulau Lombok, dengan kepadatan penduduk lebih dari 400 jiwa per kilometer, areal tanah pertanian rata-rata 0,21 Hektar sedang di Jawa 0,22 hektar per kepala keluarga. Kemudian, ada lagi masalah Lombok Selatan yang kekurangan makan secara periodik. Di wilayah ini, sekitar 600 ribu penduduk di 9 kecamatan kritis menggantungkan hidup pada air hujan. Kalau hujan sedikit, panen gagal dan kekurangan makan merajalela. Bahkan tahun ini kekurangan makan sudah menjalar ke beberapa kabupaten lain di Pulau Lombok juga Sumbawa akibat panen yang gagal karena serangan wereng dan tikus. Sementara petani sebagaimana dikatakan ir Mahmud, Kepala Sub Dinas Produksi dari Dinas Pertanian kepada pembantu TEMPO Oka Sunandi, sering tidak mengindahkan petunjuk-petunjuk yang diberikan petugas. Misalnya membantah perlunya menanam padi anti wereng (VUTW). Sampai-sampai Camat Cakranegara Mas'ud misalnya "merasa senang padi rakyat pada rusak supaya mereka sadar perlunya mengikuti petunjuk atau anjuran Dinas Pertanian." Ijon Untungnya, hal-hal di atas disadari oleh Gubernur NTB yang baru Gatot Soeherman. "Saya sekarang dalam tahap konsolidasi untuk suatu take-off pembangunan yang sesuai dengan keadaan NTB," katanya baru-baru ini. Lombok katanya, akan diusahakan kembali menjadi gudang pangan. Untuk itu, antara lain pola distribusi dan perdagangan akan dirubah. Prosesing dan distribusi beras diserahkan pada BUUD. Pola distribusi ini memang menentukan struktur ekonomi di Pulau Lombok, di samping pemilikan tanah. Umumnya penggilingan padi milik kaum non-pribumi yang dengan sistim ijon mengikat petani-petani jauh sebelum panen datang. Ini tidak jarang menyebabkan terjadinya ekspor beras keluar daerah pada saat sebagian penduduk Lombok kelaparan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus