Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Baiknya: Normalisasi Perpustakaan...

Koleksi perpustakaan perguruan tinggi lebih banyak berbahasa asing yang isinya usang, menandakan tergantung pada hadiah. Tak ada satu perpustakaan pun yang lengkap dengan koleksi Majalah Indonesia.

31 Maret 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ALHAMDULILLAH. Angin bertiup juga menyibak-nyibak soal bacaan dan kebiasaan membaca para calon intelek dan intelek, peneliti dan bukan peneliti, dan juga khalayak luas yang telah dibekali kemampuan membaca. Dihimbaukan agar manusia Indonesia mencerdaskan diri, menimba ilmu yang terekam pada jutaan halaman buku, majalah dan naskah. Supaya tidak tercecer jauh di belakang maka perlu kita ciptakan kebiasaan baru kebiasaan membaca. Robah pola konsumsi kalau perlu. Tekan ongkos rokok, rendahkan tumit sepatu, hemat ongkos kosmetika. Rutin dengan sendirinya berobah: lebih kerap ke perpustakaan, toko buku dan kios buku loak, dari sebelumnya. *** Pada bulan Januari dan Pebruari 1979, kami kejatuhan berkah mendapat kesempatan melihat-lihat sembilan perpustakaan pusat Perguruan Tinggi Negeri (tujuh Universitas dan dua IKIP) di empat pulau, termasuk Jawa. Di antaranya terdapat Universitas Pembina. Petugas-petugas perpustakaan itu aduhai ramahnya, seperti yang diharapkan dari pemberi informasi tingkat tinggi pada bangsa yang terkenal ramah. Keadaan fasilitas fisik pada umumnya memadai. Perpustakaan tertentu, dari segi fasilitas dan tata ruang, memberi kesan telah mendekati taraf luar negeri. Yang pakai permadani juga ada. Banyak dari kepala dan pengelola perpustakaan itu tamatan atau punya pengalaman luar negeri. Jangan dibilang pada mereka perpustakaan luar negeri itu bagaimana. Mereka lebih maklum. Tetapi sesudah berjalan lewat rak-rak buku, timbul perasaan: ada sesuatu yang kurang beres. suku dalam bahasa asing yang usang isinya dan yang tidak diperlukan lagi, rasanya terlalu banyak mengisi rak buku. Sebaliknya berbagai judul yang penting dalam bahasa Indonesia, tidak ada dalam koleksi. Sukar dimengerti misalnya bahwa kebanyakan perpustakaan pusat tersebut tidak memiliki buku Sumitro, Indonesia dalam perkembangan dunia, Kuntjaraningrat, Kebudayaan, mentalitet dan pembangunan dan Nugroho, Indonesia sekitar tahun 2000. Koleksi majalah secara polos menyingkapkan bahwa perpustakaan pusat perguruan tinggi negeri kita adalall perpustakaan "pengemis", menggantungkan diri pada hadiah. Kebanyakan judul yang ada - Asian Survey, Economic Development and Cultural Change, American Sociological Repiew, American Anthropologist, Mens en Maatschappij, The Journal of Psychohistory, Tropical and Geographical Medicine, The Journal of Tropical Geography, International Labour Review, Journal of Biosocial Science dan lebih seratus judul lainnya terpuus-putus, hampir tidak ada yang lengkap. Ada yang cuma satu eksemplar, biasanya nomor contoh. Sebagai orang awam kami mengecek koleksi majalah-majalah Indonesia yang isinya langsung tentang Indonesia. Dipilih sepuluh judul: 1. Prisma (P), 2. Ekonomi dan Keuangan Indonesia (EKI): 3. Masyarakat Indonesia (MI), 4. Cakrawala (C) 5, Jurnal Penelitian Sosial (JPS) 6. Agro Ekonomika (AE) 7. Widyapura (W) 8. Kotapraja (K) 9. Majalah Demografi Indonesia (MDI) dan 1O. Bulletin of Indonesian Economic Studies (BIES). Tentu sangat perlu pula diketahui koleksi majalah lainnya, tapi kali ini biarlah dibatasi sampai sepuluh judul. Hasil pengecekan begini. Perpustakaan A memiliki EKI satu eks., JPS dua eks., MDI lima eks. Ketujuh judul lainnya tidak ada sama sekali. Perpustakaan B punya P enam eks., BIES lima eks. Kedelapan judul lainnya tidak ada. Perpustakaan C mempunyai koleksi P dua eks, EKI satu eks., BIES empat eks., MDI empat eks Keenam judul lainnya tidak ada. Perpustakaan D mempunyai P tiga eks, C satu eks, MDI tiga eks. Judul lainnya tidak ada. Perpustakaan E memiliki P lengkap, MDI lengkap, C tiga eks., yang lainnya tidak ada. Perpustakaan 11 memplmyai P lengkap dari 1973, MI satu eks. AE satu eks., C 13 eks, MDI lengkap dari 1975. Apa artinya ini? Ini artinya tidak ada satu perpustakaan pusat kampus yang dikunjungi yang mempunyai koleksi lengkap tiga dari sepuluh judul tersebut. Ini tidak normal. Baik pula diingat bahwa hanya satu perpustakaan yang melllpunyai Masyarakat Indonesia (LIPI), banyaknya satu eks, Vol. 1, No. 1, tahun 1974. Maka jelas jadinya bahwa di berbagai kampus di luar negeri koleksi jurnal Indonesia jauh lebih lengkap adanya. Ngomong-ngomong perihal ini dengan seorang sarjana asing, dia bilang sambil tersenyum: "Untuk mengetahui headaan rumah tangga, lihatlah kakusnya. Untuk mengetahui keadaan universitas, lihatlah perpustakaannya." Nah, untuk mempertajam penalaran calon elite dan elite Indonesia khususnya, untuk mempercerdas masyarakat Indonesia pada umumnya siapa kah yang tidak merasa perlu perpustakaan kampus "dinormalisasikan"?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus